Pelaku usaha mikro pengakses KUR Supermikro masih dimintai agunan oleh bank. Selain itu, UMKM yang masih menanggung kredit sulit mengakses KUR.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memiliki program kredit usaha rakyat atau KUR Supermikro untuk membantu pelaku usaha segmen mikro. Namun, persoalan agunan masih dihadapi pelaku usaha mikro untuk mengakses dukungan tersebut.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sasaran penerima KUR Supermikro diutamakan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja atau ibu rumah tangga yang memiliki usaha.
Realisasi KUR Supermikro pada 2020 (hingga 31 Desember 2020) sebesar Rp 8,73 triliun atau 84,05 persen dari plafon yang Rp 10,38 triliun. Sementara itu, realisasi KUR Supermikro pada 1 Januari-8 Maret 2021 sebesar Rp 1,54 triliun atau 3,68 persen dari plafon Rp 41,83 triliun.
Ketua Umum Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (Kopitu) Yoyok Pitoyo, Selasa (23/3/2021), menuturkan, banyak anggota Kopitu yang mendatangi beberapa bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk menanyakan KUR Supermikro. KUR Supermikro dengan nilai plafon maksimal Rp 10 juta per penerima disebutkan tidak mempersyaratkan agunan.
”Namun, ternyata masih ada hal yang kurang sesuai harapan. Salah satunya, anggota Kopitu masih dimintai jaminan. Kami berharap ada solusi dan pembaruan kebijakan di tahun ini,” ujarnya dalam seminar daring ”Wirausaha Bangkit di Tengah Pandemi Covid-19: KUR Supermikro bagi Wirausaha Transisi dan Korban PHK” di Jakarta.
KUR Supermikro dengan nilai plafon maksimal Rp 10 juta per penerima disebutkan tidak mempersyaratkan agunan. Namun, ternyata masih ada hal yang kurang sesuai harapan. Salah satunya, anggota Kopitu masih dimintai jaminan.
Menurut Yoyok, banyak pula pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terdampak Covid-19 yang tidak mampu membayar angsuran kredit. Kondisi seperti ini menyulitkan pelaku UMKM mengakses KUR. Saat ditanyakan, perbankan beralasan keputusan tersebut merupakan perintah atasan.
”Saya berharap ada inisiasi dari pemerintah untuk memberi payung hukum atau diskresi agar pelaku usaha yang benar-benar terdampak pandemi tetap bisa mendapatkan modal kerja melalui KUR,” katanya.
Asisten Deputi Pembiayaan Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Irene Swa Suryani mengatakan, KUR Supermikro adalah skema baru KUR. Skema baru ini sesuai Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 15 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR.
”Awalnya skema KUR itu adalah KUR Mikro, KUR Kecil, dan KUR Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sekitar September 2020, mulai ada skema baru, yaitu KUR Supermikro yang peruntukkannya bagi ibu rumah tangga dan korban PHK,” ujarnya.
Terkait upaya membantu UMKM terdampak pandemi di sisi pembiayaan, Irene mengatakan, pemerintah telah memberikan stimulus berupa subsidi bunga. Subsidi bunga ini diberikan tidak hanya bagi program KUR, tetapi juga non-KUR dengan nilai pinjaman sampai dengan Rp 10 miliar.
”Jadi, yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan memberi subsidi. Itulah kemampuan yang ada untuk memulihkan ekonomi,” katanya.
Dalam skema pembiayaan KUR Supermikro, yang menjadi agunan pokok ialah usaha atau proyek yang dibiayai KUR dan tidak diperlukan agunan tambahan.
Sementara Asisten Deputi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Kewirusahaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Saleh mengemukakan, KUR Supermikro pada 2020 telah disalurkan kepada 993.169 debitor.
”Jadi, sebetulnya ini sudah berjalan. Sedangkan pada tahun ini, per Maret 2021, KUR Supermikro telah disalurkan kepada 178.350 debitor,” ujarnya.
Batas maksimum kredit KUR Supermikro adalah Rp 10 juta per penerima dengan suku bunga 6 persen per tahun. Dalam skema pembiayaan ini, yang menjadi agunan pokok ialah usaha atau proyek yang dibiayai KUR dan tidak diperlukan agunan tambahan.