UEA Investasikan Rp 140 Triliun ke Indonesia Investment Authority
Investasi UEA semakin menunjukkan tingginya kepercayaan dunia internasional berinvestasi pada Indonesia Investment Authority (INA) . Hal itu akan semakin menarik investor negara lain untuk bergabung dan berinvestasi.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini/Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Uni Emirat Arab menggulirkan investasi senilai 10 miliar dollar AS atau sekitar Rp 140 triliun. Investasi itu ditempatkan pada Indonesia Investment Authority, lembaga pengelola investasi milik Pemerintah Indonesia.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Uni Emirat Arab (UEA) Husin Bagis, Selasa (23/3/2021), mengatakan, penempatan dana investasi itu merupakan arahan langsung dari Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al Nahyan yang juga Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata UEA. Investasi itu merupakan salah satu tindak lanjut dari komunikasi Presiden RI Joko Widodo dengan Mohammed bin Zayed al Nahyan terkait perkembangan hubungan dan kerja sama kedua negara.
Salah satu materi yang menjadi fokus pembicaraan adalah Indonesia Investment Authority (INA) yang telah terbentuk dan beroperasi di Indonesia. ”Investasi UEA pada INA semakin memperkokoh hubungan bilateral kedua negara di berbagai bidang, termasuk merefleksikan kedekatan hubungan personal di antara pemimpin negara,” ujar Husin dalam siaran pers.
Dengan investasi ini, lanjut Husin, UEA menjadi investor utama yang terbesar pada INA. Sebelumnya, beberapa negara, antara lain Jepang, Amerika Serikat, dan Kanada juga telah mengumumkan komitmen investasi untuk INA.
”Selain itu, investasi UEA ini semakin menunjukkan tingginya kepercayaan dunia internasional berinvestasi pada INA. Hal itu akan semakin menarik investor negara lain untuk bergabung dan berinvestasi,” kata Husin.
Investasi UEA semakin menunjukkan tingginya kepercayaan dunia internasional berinvestasi pada INA. Hal itu akan semakin menarik investor negara lain untuk bergabung dan berinvestasi.
INA merupakan lembaga pengelola investasi Indonesia yang dibentuk dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lembaga itu bertujuan untuk meningkatkan optimalisasi aset, menarik investasi dan kerja sama dari berbagai pengelola investasi lainnya di dunia, serta untuk meningkatkan iklim investasi yang lebih baik di Indonesia.
Husin berharap penempatan dana kelolaan di INA dapat meningkatkan kemampuan permodalan bagi pembiayaan berbagai proyek pembangunan tanpa meningkatkan utang. Dia juga akan terus memfasilitasi upaya investasi dan kerja sama strategis di berbagai bidang dan berbagai pihak dengan prinsip saling menguntungkan untuk mendukung pembangunan nasional Indonesia.
Sementara itu, Fitch Ratings Ltd, lembaga pemeringkat kredit internasional, mempertahankan peringkat kredit (sovereign credit rating) Indonesia pada level BBB (investment grade) dengan outlook stabil pada 19 Maret 2021. Sebelumnya, pada 10 Agustus 2020, Fitch juga tidak mengubah peringkat kredit Indonesia, yaitu tetap di peringkat BBB. Peringkat kredit merupakan penilaian risiko kredit suatu negara berdasarkan riwayat finansial, aset, dan kewajiban.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, afirmasi peringkat ini merupakan bentuk pengakuan internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga di tengah pandemi Covid-19. ”Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat, baik secara nasional maupun antarlembaga otoritas keuangan,” ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.
Fitch memperkirakan ekonomi Indonesia akan pulih bertahap, yaitu tumbuh 5,3 persen pada 2021 dan 6 persen pada 2022. Fitch juga memproyeksikan, defisit fiskal Indonesia akan sedikit turun menjadi 5,6 persen pada 2021 dari 6,1 persen pada 2020.
Dalam asesmennya, Fitch menyebutkan, pemulihan ekonomi Indonesia didorong stimulus pemerintah, ekspor yang ditopang perbaikan harga komoditas, dan pembangunan infrastruktur. Namun, pemulihan ekonomi tersebut tetap akan bergantung pada penanganan penyebaran Covid-19 khususnya melalui percepatan vaksinasi.
Dalam jangka menengah, Fitch memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang bertujuan menghapus berbagai hambatan investasi. Fitch juga menilai pembentukan INA merupakan langkah tepat untuk mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur dalam beberapa tahun ke depan.
Fitch memperkirakan ekonomi Indonesia akan pulih bertahap, yaitu tumbuh 5,3 persen pada 2021 dan 6 persen pada 2022.
Meski begitu, Fitch meminta agar Indonesia mencermati sejumlah tantangan yang akan dihadapi, yaitu ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal yang masih tinggi, penerimaan pemerintah yang rendah, dan perkembangan sisi struktural.
Fitch juga menilai, dukungan BI atas pembiayaan defisit fiskal telah membantu mengurangi biaya bunga dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi. Langkah tersebut hanya bersifat sementara sehingga tidak menimbulkan risiko penurunan keyakinan investor terhadap kredibilitas kebijakan moneter.