Beras impor belum diperlukan di Sumsel karena saat ini di Sumsel sedang surplus beras hingga 2,07 juta ton. Pemprov Sumsel fokus untuk memperbaiki harga gabah yang kini anjlok cukup dalam.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS—Beras impor belum diperlukan di Sumsel karena saat ini di Sumsel sedang surplus beras hingga 2,07 juta ton. Pemerintah Provinsi Sumsel kini tengah fokus untuk memperbaiki harga gabah yang kini anjlok cukup dalam. Hal tersebut juga telah disampaikan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru kepada Menteri Pertanian.
Wakil Gubenur Sumatera Selatan Mawardi Yahya, Senin (22/3/2021) menuturkan, di saat panen raya seperti saat ini harga gabah di Sumsel malah turun. Bahkan bisa mencapai Rp 3.500 per kg. Hal ini tentu menjadi ironi di tengah upaya Sumsel untuk menjadi lumbung pangan dan menciptakan swasembada pangan.
Berdasarkan catatan dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Selatan, produksi beras Sumsel pada tahun 2020 mencapai 2,8 juta ton, adapun konsumsi beras di Sumsel sekitar 810.000 ton beras. Dengan demikian masih ada surplus sekitar 2,07 juta ton beras di Sumsel.
Mawardi menuturkan, kemungkinan keputusan pemerintah pusat untuk melakukan impor beras tidak lain untuk mengisi kebutuhan beras di daerah yang defisit beras. “Indonesia tidak hanya Sumsel saja,” ujar Mawardi.
Namun demikian yang menjadi permasalahan saat ini adalah rendahnya harga gabah di tingkat petani. Saat ini harga gabah hanya sekitar Rp 3.500-Rp 3.900 per kilogram (kg) jauh dari harga pokok penjualan (HPP) yang ditetapkan oleh Bulog sekitar Rp 5.300 per kg.
Mengantisipasi hal ini, Gubenur Sumatera Selatan Herman Deru sudah menyurati Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terkait kondisi pertanian di Sumsel saat ini. “Kami berharap harga gabah di tingkat petani bisa membaik,” ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumatera Selatan Bambang Pramono mengaku, rendahnya harga gabah di tengah panen raya menjadi kabar yang sangat menyedihkan. Apalagi saat ini Sumsel merupakan lumbung pangan.“Dalam dua minggu terakhir kami tidak tidur karena masalah ini,” ujarnya.
Menurut dia, di tengah kondisi Sumsel yang masih surplus beras, produk impor belum diperlukan. “Di bulan Maret ini saja Sumsel surplus sekitar 300.000 ton," kata Bambang. Kini, lanjut Bambang, fokus pemerintah adalah bagaimana bisa menyerap beras petani dengan harga yang baik dan menyalurkannya.
Salah satu cara yang sudah dilakukan adalah menyalurkan beras petani kepada aparatur sipil negara (ASN). “Program ini sudah berjalan di pemerintah provinsi dan diharapkan dapat dilanjutkan ke jajaran pemkab atau pemkot sehingga penyerapan beras dari petani Sumsel bisa lebih besar,” ucapnya.
Di bulan Maret ini saja Sumsel surplus sekitar 300.000 ton. (Bambang Pramono)
Pimpinan Bulog Devisi Regional Sumsel Babel Ali Ahmad Najih Amsari menuturkan, sejak Maret 2021, pihaknya terus menyerap gabah dari petani di sejumlah sentra produksi gabah seperti Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Timur, Banyuasin, dan Ogan Komering Ilir. Hingga saat ini total penyerapan gabah telah mencapai 15.000 ton.
“Rata-rata dalam satu hari, kami menyerap sekitar 700 ton gabah. Penyerapan akan berlangsung sampai Mei nanti,” ucapnya.
Untuk menambah kapasitas penyerapan gabah, lanjut Ali, Bulog sedang berupaya untuk menambah kapasitas gudang di beberapa daerah yang potensial penyaluran berasnya seperti di Musi Banyuasin, Prabumulih, dan Muara Enim. Dengan stok beras itu, Ali memprediksi stok beras di Sumsel aman sampai enam bulan ke depan.