Sulut Prioritaskan Upaya Penegakan Protokol Kesehatan Secara Hukum
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara memprioritaskan penindakan penegakan protokol kesehatan secara hukum, ketimbang menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro sesuai arahan pemerintah pusat.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS – Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara belum akan memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro sesuai arahan pemerintah pusat per Selasa (23/3/2021). Kebijakan serupa telah diterapkan di berbagai daerah. Upaya penegakan protokol kesehatan secara hukum kini diprioritaskan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Sulut Steaven Dandel mengatakan, belum ada surat keputusan gubernur ihwal pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro hingga Senin (22/3/2021) pagi. Pemprov masih mempertimbangkan perlu atau tidaknya menerapkan kebijakan tersebut.
“Selama ini, kita sudah membatasi kapasitas ruangan (di tempat umum) sampai 50 persen saja, begitu juga di angkutan kota, dan sebagainya. Itu sudah sesuai dengan kebijakan PPKM mikro di daerah oranye (zona risiko sedang),” kata Steaven.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Jumat (19/3/2021), mengatakan, PPKM berskala mikro diperpanjang lagi selama 23 Maret-5 April 2021. Kebijakan ini diekspansi ke Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Satuan Tugas Covid-19 Sulut bahkan telah memiliki petunjuk teknis PPKM mikro tingkat desa dan kelurahan sejak 20 Februari 2021. Namun, pemberlakuannya baru di Desa Warembungan, Minahasa, yang ditunjuk sebagai lokasi pilot project PPKM mikro Sulut.
Meniadakan
Menurut petunjuk tersebut, desa atau kelurahan yang melaksanakan PPKM wajib menutup fasilitas umum dan sosial budaya serta meniadakan berbagai kegiatan umum selama 14 hari kecuali acara duka. Rumah ibadah tetap boleh buka, tetapi hanya boleh menampung orang sebanyak 30 persen dari total kapasitas gedung.
Mobilitas masuk keluar desa/kelurahan dibatasi hingga pukul 20.00 Wita saja. Aparat desa dan kelurahan juga diwajibkan melacak kontak erat dari pasien Covid-19 dengan bantuan polisi dan tentara. Penilaian desa dan kelurahan yang wajib melaksanakan PPKM berskala mikro ditentukan Satgas Covid-19 Sulut.
Selama ini, kita sudah membatasi kapasitas di tempat umum sampai 50 persen saja, begitu juga di angkutan kota. Itu sudah sesuai dengan kebijakan PPKM mikro di daerah oranye (Steaven Dandel)
Menurut Steaven, laporan hasil evaluasi pilot project PPKM berskala mikro Desa Warembungan telah dilaporkan kepada Gubernur Sulut Olly Dondokambey. Steaven menyatakan dampaknya sangat bagus dengan penurunan kasus yang signifikan. Ia juga telah mendaftar nama desa dan kelurahan yang harus memberlakukan PPKM berskala mikro.
Daftar desa
“Kami sudah kasih (daftar desa) kandidat untuk PPKM mikro. Apakah Gubernur Sulut akan menyetujui untuk dilanjut dan diperluas ke daerah (desa dan kelurahan) lain, itu yang sedang kami tunggu,” ujar Steaven. Ia menolak menyebutkan jumlah dan nama-nama desa yang diusulkan.
Tujuh dari 15 kabupaten/kota di Sulut berstatus zona oranye, sedangkan sisanya kuning (risiko rendah). Sulut telah mengakumulasi 15.249 kasus Covid-19 dengan angka kesembuhan 80,71 persen, sedangkan kematian 3,38 persen. Jumlah kasus baru terus menurun sejak Februari. Sepekan terakhir, rata-rata hanya ada 7,57 kasus per hari.
Sementara itu, Sulut akan segera memiliki Peraturan Daerah tentang Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Rangka Mencegah Penyebaran Covid-19. “Pembahasan oleh DPRD telah selesai, tinggal menunggu tanggapan dari Pak Gubernur,” kata Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Sulut Winsulangi Salindeho.
Sebelumnya, peraturan serupa telah diberlakukan dengan melalui peraturan gubernur dan wali kota. Namun, Winsulangi mengatakan, keberadaan perda dinilai akan lebih efektif, terutama karena perda ini memuat sanksi berupa denda uang hingga kerja sosial.
Namun, Winsulangi menegaskan, sanksi bukanlah tujuan utama, melainkan hanya untuk memberi efek jera bagi pelanggar protokol kesehatan. Subjek hukum dari perda ini bukan hanya individu, tetapi juga pemerintah dan badan usaha. Semua pengelola kantor pemerintah dan swasta, sekolah, rumah makan, dan tempat umum lainnya pun wajib menerapkan protokol kesehatan.
Jika sudah disahkan, kata Winsulangi, perlu koordinasi antara pemprov dengan pemerintah kabupaten/kota untuk memastikan perda itu berlaku. “Ini kan perda Provinsi Sulut. Jadi, perlu komunikasi dengan semua kabupaten/kota sehingga bisa diberlakukan secara luas,” ujar dia.
Gubernur Olly mengatakan, perda tersebut dapat disahkan pekan ini setelah beberapa revisi. Pemprov Sulut juga telah menyiapkan dana hasil realokasi APBD senilai Rp 109 miliar untuk menyediakan alat penunjang protokol kesehatan serta biaya operasional aparat di lapangan.