Memiliki rumah adalah salah satu dari tiga kebutuhan pokok manusia, yakni pangan, sandang, dan papan. Di Indonesia, jutaan keluarga belum memiliki rumah.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Seorang reporter radio pernah menanyakan motivasi YB Mangunwijaya (almarhum) dalam memperjuangkan tempat berteduh, terutama bagi mereka yang terpinggirkan. Romo Mangun menjawab, ”Agar mereka bisa mengenal satu kata: pulang.” (Kompas, 5 Mei 2004)
Sekian tahun berselang, nilai dan semangat Romo Mangun yang merupakan rohaniwan, budayawan, dan arsitek itu tetap relevan dan patut diperjuangkan bersama. Tak terbantahkan, rumah memiliki nilai tinggi dalam kehidupan manusia.
Posisi penting rumah terabadikan dalam frasa tiga kebutuhan primer manusia, yakni sandang, pangan, dan papan. Pemenuhan ketiga hal tersebut menentukan kesejahteraan manusia. Pulang ke rumah adalah idaman yang membahagiakan dan menenteramkan setiap orang.
Namun, faktanya hingga kini belum semua orang dapat memenuhi kebutuhan hunian tersebut. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional pada 2018, ada sekitar 14 juta dari 70 juta rumah tangga di Indonesia yang tidak memiliki rumah. Sebanyak 5,52 juta rumah tangga yang tidak memiliki rumah tersebut ada di kelompok berpendapatan menengah-atas. Adapun 6,51 juta rumah tangga ada di kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan 1,96 juta rumah tangga di kelompok miskin.
Perhatian lebih perlu diberikan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin. Mereka bukannya tidak mau, melainkan tidak mampu memiliki rumah. Kelompok yang tidak memiliki kecukupan kemampuan daya beli tersebut mesti mendapat uluran tangan agar dapat segera memiliki hunian.
Hingga kini belum semua orang dapat memenuhi kebutuhan hunian.
Terkait dengan hal tersebut, mengacu pada data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pemerintah, sesuai dengan rencana strategis 2020-2024, menargetkan penyediaan 5 juta unit rumah. Rinciannya, sebanyak 900.000 unit merupakan rumah bersubsidi yang dibiayai melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), subsidi selisih bunga, dan subsidi bantuan uang muka.
Adapun 100.000 unit rumah disediakan dengan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT), 500.000 rumah dengan tabungan perumahan rakyat (Tapera), dan 50.000 unit rumah melalui pembiayaan Sarana Multigriya Finansial. Selain itu, sebanyak 3,45 juta unit rumah diadakan melalui kolaborasi pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat.
Melalui program Sejuta Rumah yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 2015, Kementerian PUPR berupaya mengatasi kekurangan perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pada 2020, program ini menuntaskan pembangunan 965.217 unit rumah, yang 772.324 unit rumah di antaranya untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Sisanya, sebanyak 192.893 unit rumah, untuk warga selain masyarakat berpenghasilan rendah.
Melalui program Sejuta Rumah yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 2015, Kementerian PUPR berupaya mengatasi kekurangan perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Adapun salah satu cara membantu kelompok masyarakat kelas menengah sekaligus mendorong konsumsi di masa pandemi Covid-19 adalah melonggarkan aturan rasio pinjaman terhadap aset (LTV) bagi masyarakat yang memanfaatkan kredit pemilikan rumah (KPR). LTV yang dilonggarkan menjadi 100 persen, artinya uang muka KPR sebesar nol persen dari harga rumah. Namun, ada konsekuensi, yakni nilai cicilan lebih besar dibandingkan dengan nasabah KPR yang membayar uang muka tertentu, pada periode yang sama.
Di tengah upaya penyediaan rumah dari sisi kuantitas, aspek kualitas bangunan juga layak diperhatikan. Kualitas bangunan merupakan faktor penting karena berkaitan dengan keselamatan dan keamanan penghuni rumah.
Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Arief Sabaruddin dalam sebuah diskusi secara dalam jaringan, beberapa waktu lalu, mengilustrasikan, lantai yang indah tidak akan menyelamatkan penghuni. Akan tetapi, rangka baja yang terangkai baik dan tidak terlihat di permukaan yang akan menyelamatkan penghuni rumah tersebut. Begitu pula campuran cat yang mahal dan indah tidak akan menyelamatkan penghuni, tetapi campuran beton yang baik dan disembunyikan cat yang akan menyelamatkan penghuni.
Ilustrasi itu menunjukkan arti penting struktur tulangan baja dan campuran beton yang tepat dalam menjamin kekuatan bangunan. Unsur-unsur yang substantif dinilai lebih utama dibandingkan dengan aksesori yang terlihat.
Kembali ke persoalan hak atas rumah, semua warga, termasuk masyarakat berpenghasilan rendah, berhak mendapatkan rumah yang memenuhi persyaratan teknis kelayakan hunian. Aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi penghuni mesti dipenuhi pengembang. Saatnya semua pihak bergandeng tangan mewujudkan hunian yang aman.