Usaha Rintisan Kolaborasi Garap Komoditas Ekspor Unggulan
Kementerian Kelautan dan Perikanan mengajak para pelaku usaha rintisan berkolaborasi untuk menggarap komoditas unggulan ekspor perikanan, yakni udang, lobster, dan rumput laut. Peluang pasar dinilai masih cukup besar.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha rintisan sektor kelautan dan perikanan yang kian semarak dinilai perlu membaca kebutuhan pasar dunia agar bisa terus tumbuh dan berinovasi. Saat ini, Indonesia menggarap tiga komoditas kelautan dan perikanan unggulan untuk tujuan ekspor, yakni udang, lobster, dan rumput laut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengajak usaha rintisan berbasis teknologi (start up) di sektor kelautan dan perikanan untuk cermat melihat tren pasar dunia agar terus tumbuh dan meningkatkan perekonomian. Data pasar bisa menjadi dasar dalam mengembangkan inovasi teknologi dan membuka ruang baru usaha-usaha perikanan yang memiliki potensi besar.
”Start up digital ini bagus, tapi kalau mau lebih hebat lagi supaya meningkat dan menjadi unicorn ke depan harus melihat kapasitas pasar dan tidak menutup kemungkinan untuk kolaborasi sistem antarusaha rintisan,” ujar Menteri Trenggono, dalam keterangan tertulis, Jumat (19/3/2021), seusai bertemu dengan Digifish Network, jaringan usaha rintisan kelautan dan perikanan Indonesia.
Menteri Trenggono menyatakan, pasar produk perikanan global tahun 2019 mencapai 162 miliar dollar AS atau sekitar Rp 2.330 triliun. Indonesia akan fokus pada ekspor tiga komoditas unggulan, yakni udang, lobster, dan rumput laut, dengan nilai total pasar mencapai 32,05 miliar atau 19,69 persen dari total pasar produk perikanan dunia.
Di sisi lain, perkembangan start up sektor kelautan dan perikanan di Indonesia terus meningkat. Hingga tahun 2020, terdata 32 usaha rintisan yang tergabung dalam Digifish Network. Penggagas Digifish Network Rully Setya mengatakan, pihaknya siap untuk terus melakukan inovasi dan berkolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengembangkan industri kelautan dan perikanan.
Sebelumnya, Rully menyatakan, pasar industri perikanan sangat besar dan berpotensi terus berkembang. Pola belanja daring yang semakin masif juga membuka peluang bagi usaha rintisan di bidang penyediaan sarana produksi. Oleh karena itu, platform-platform perikanan digital, baik yang sudah ada maupun yang baru muncul, tetap prospektif.
Sejumlah pelaku usaha rintisan berinovasi mengembangkan layanan. Usaha rintisan Jala, misalnya, tahun lalu mengembangkan laboratorium udang di Banyuwangi, Jawa Timur, sebagai sarana pemeriksaan penyakit. Selain itu, usaha rintisan ini mengembangkan platform pengecekan harga udang dan menggarap pemasaran secara daring dengan menjembatani hasil panen petambak udang dengan industri pengolahan.
Kawasan udang
Direktur Kawasan dan Kesehatan Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Tinggal Hermawan, menyatakan, pihaknya menargetkan peningkatan produksi udang sebesar 250 persen hingga tahun 2024. Produksi udang dengan estimasi 856.753 ton tahun 2019 ditargetkan dapat bertambah menjadi 2 juta ton pada tahun 2024 atau naik 250 persen.
Akan tetapi, untuk mencapai target 2 juta ton itu, diperlukan lahan produksi 310.510 hektar, meliputi lahan intensif, semi-intensif dan tradisional. Lahan intensif akan diperluas dari 9.055 hektar menjadi 31.000 hektar, semi-intensif dari luas 43.643 hektar pada tauhn 2019 akan diperluas menjadi 45.000 hektar tahun 2024, sedangkan luas lahan tradisional akan dikurangi, yakni dari 247.803 hektar pada tahun 2019 menjadi 234.501 hektar pada 2024.
”Yang diutamakan dalam pembangunan perikanan udang nasional adalah merevitalisasi tambak-tambak rakyat. Ekstensifikasi tidak dibuka lebar, penambahan tambak intensif diperkirakan hanya 10.000 hektar sampai tahun 2024. Adapun tambak tradisional ditingkatkan agar menjadi lebih produktif,” katanya.
Pengembangan produksi udang akan dilakukan dengan membentuk shrimp estate atau kawasan budidaya udang. Setiap tahun, direncanakan akan dikembangkan empat kawasan percontohan tambak. Kawasan itu di antaranya ada Aceh Timur dengan luas lahan yang direncanakan mencapai 10.000 hektar dan terbagi dalam 10 kluster. Pemerintah berperan menyiapkan infrastruktur dasar.