BI mendorong perbankan menurunkan bunga dan menyalurkan kredit untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi. Sementara pemulihan ekonomi global yang masih spasial berpotensi semakin memicu ketidakpastian.
Oleh
M Paschalia Judith J
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit dengan mempertahankan suku bunga acuan dan memberlakukan disinsentif rasio intermediasi makroprudensial untuk lebih menggeliatkan ekonomi. Bank sentral juga tetap mencermati ketidakpastian ekonomi global karena pemulihan ekonomi hanya baru terjadi di beberapa negara.
Rapat Dewan Gubernur BI pada 17-18 Maret 2021 memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-d RRR) sebesar 3,5 persen, suku bunga penempatan dana rupiah (deposit facility) 2,75 persen, dan suku bunga pinjaman dana rupiah (lending facility) 4,25 persen.
BI juga mengubah ketentuan kebijakan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) dan rasio intermediasi makroprudensial syariah (RIMS) dengan menambahkan komponen penghitungan baru, yaitu wesel ekspor. RIM merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan dan surat berharga korporasi milik perbankan terhadap dana pihak ketiga dan surat berharga yang diterbitkan bank untuk memperoleh sumber pendanaan.
Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (18/3/2021), mengatakan, BI mengambil langkah akomodatif berupa penguatan kebijakan RIM untuk mendorong bank-bank agar bisa terus memberikan kredit.
”Tahun lalu, kebijakan ini tidak dilakukan demi melonggarkan likuiditas dan stabilitas keuangan. Sekarang likuiditas terjaga, sudah saatnya perbankan ikut dengan pemerintah untuk mendorong kredit,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.
BI akan memberlakukan ketentuan disinsentif berupa kewajiban giro RIM/RIMS secara bertahap. Bank dengan rasio kredit atau pinjaman macet (NPL/NPF) bruto di bawah 5 persen dan rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) di atas 19 persen akan memperoleh disinsentif sebesar 0,15. Bank dengan NPL/NPF bruto di bawah 5 persen dan KPMM di atas 14-19 persen akan memperoleh disinsentif sebanyak 0,1. Sebelumnya, disinsentif kedua kelompok ini 0 persen.
BI mengambil langkah akomodatif berupa penguatan kebijakan RIM untuk mendorong bank-bank agar bisa terus memberikan kredit.
Skema tersebut berlaku sejak 1 Mei 2021 bagi perbankan yang RIM/RIMS berada di bawah 75 persen. Bank yang memiliki RIM/RIMS di bawah 80 persen dapat menggunakan skema itu mulai 1 September 2021 dan yang di bawah 84 persen mulai 1 Januari 2022.
Selain itu, kata Perry, BI juga menambahkan wesel ekspor sebagai bentuk perluasan surat berharga yang dimiliki dalam perhitungan RIM/RIMS. ”Langkah ini untuk mendorong pembiayaan ekspor karena agar bisa mendukung pemulihan ekonomi,” ujarnya.
BI juga menambahkan wesel ekspor sebagai bentuk perluasan surat berharga yang dimiliki dalam perhitungan RIM/RIMS. Langkah ini untuk mendorong pembiayaan ekspor.
Sejak 2020, BI telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 150 basis poin (bps). Kebijakan ini membuat suku bunga deposito 1 bulan turun sebesar 189 bps secara tahun menjadi 4,06 persen sejak Januari 2020 hingga Januari 2021. Namun, penurunan suku bunga kredit pada periode yang sama masih cenderung terbatas, yaitu hanya 78 bps menjadi 9,72 persen.
BI juga mencatat, NPL perbankan masih tergolong rendah, yakni 3,17 persen. Sementara pertumbuhan kredit pada Februari 2021 terkontraksi atau minus 2,15 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Data ini mencerminkan fungsi intermediasi keuangan belum kuat di tengah longgarnya likuiditas.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan, skema disinsetif giro RIM/RIMS tersebut mendorong perbankan secara bertahap untuk meningkatkan penyaluran kredit.
”Pemerintah, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan sudah memberikan stimulus untuk mendorong penyaluran kredit perbankan sehingga dapat menciptakan permintaan dalam rangka memulihkan ekonomi. Ada insentif, baik untuk penawaran maupun permintaan kredit,” katanya saat dihubungi, Kamis.
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menilai, dunia usaha, khususnya skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM), membutuhkan terobosan berupa penjaminan kredit oleh pemerintah. Dengan begitu, perbankan merasa aman menyalurkan kredit dan pelaku usaha tidak perlu memberikan agunan saat mengajukan permohonan pendanaan.
BI juga mencermati kecenderungan perekonomian gobal yang berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya kendati belum berjalan seimbang di tiap negara. Pertumbuhan ini seiring dengan akselerasi vaksinasi. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, ekonomi Amerika Serikat tumbuh 5,1 persen pada 2021, China 8,1 persen, India 11,5 persen, dan negara-negara di Eropa rata-rata 4,2 persen.
Terkait tren perekonomian di AS, Perry mengatakan, Komite Pasar Terbuka The Federal Reserve (FOMC) telah menegaskan untuk mempertahankan suku bunga rendah. ”Pasar saat ini merespons kebijakan stimulus obligasi Pemerintah AS (The US Treasury). Padahal, inflasi AS masih belum mencapai 2 persen. Tingkat pengangguran juga di posisi 6,3 persen, masih di atas rata-rata jangka waktu yang panjang yakni 3,6 persen,” tuturnya.
BI juga menyebutkan, mulai pulihnya ekonomi AS salah satunya didukung tambahan stimulus fiskal sebesar 1,9 triliun dollar AS yang berlaku sejak 17 Maret 2021 dan rencana tambahan stimulus fiskal sebesar 2 triliun dollar AS pada triwulan-IV 2021. Reaksi pasar atas paket kebijakan fiskal itu meningkatkan imbal hasil obligasi Pemerintah AS sekaligus memunculkan ketidakpastian pasar keuangan global.
Hal ini berpotensi menahan aliran modal asing ke sebagian besar negara berkembang dan menekan nilai tukar, termasuk Indonesia. Per 17 Maret 2021, nilai tukar rupiah terdepresiasi sekitar 2,62 persen dibandingkan posisi pada akhir 2020.
Sementara itu, aliran masuk investasi portofolio asing ke pasar keuangan domestik relatif tertahan. Hal ini tecermin dari investasi portofolio asing yang keluar sebesar 1,57 miliar dollar AS pada Maret 2021. Pada Januari-Februari 2021, aliran masuk modal asing sebesar 7,14 miliar dollar AS.
Sementara itu, analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama, menilai, pasar menyambut positif kebijakan yang diputuskan BI dan Bank Sentral AS dalam mempertahankan suku bunga. Respons itu tecermin dari tutupnya indeks harga saham gabungan di zona hijau dan menguat 1,12 persen di posisi 6.347,83.