Tolak Impor Beras, Petani Jatim Minta Pemerintah Genjot Penyerapan Gabah
Petani di Jawa Timur mendesak kebijakan impor beras dibatalkan dan pemerintah memperbanyak serapan gabah, karena gabah petani bakal semakin sulit diserap pasar akibat fluktuasi harga dan stok masih melimpah.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kebijakan impor beras tidak hanya menyebabkan harga gabah petani pada musim panen raya kali ini kian anjlok. Gabah petani juga bakal semakin sulit diserap pasar karena fluktuasi harga yang tinggi dan stok yang melimpah. Petani, setidaknya di Jatim, mendesak kebijakan impor beras dibatalkan dan pemerintah memperbanyak serapan gabah lokal untuk stok pangan nasional.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Madiun Suharno mengatakan saat ini di wilayahnya telah memasuki masa panen raya. Madiun memang biasanya panen lebih dulu dibandingkan dengan daerah lain. Dengan panen lebih dulu, harga yang diterima petani biasanya juga lebih tinggi karena stok belum melimpah.
”Namun, saat ini harga gabah di tingkat petani hanya Rp 3.200 hingga Rp 3.300 per kilogram di sawah (gabah kering panen/GKP). Produktivitas petani cukup tinggi di angka 6-7 ton per hektar yang menandakan tidak ada gangguan signifikan selama masa tanam,” ujar Suharno, Kamis (18/3/2021).
Usaha penggilingan pasti terdampak karena jumlah petani yang menggilingkan gabahnya lebih sedikit. Dalam kondisi seperti ini pedagang tak berani berspekulasi. (Sunardi)
Harga gabah itu jauh di bawah harapan petani yang memimpikan bisa menembus harga pokok pembelian sebesar Rp 3.750 per kg GKP. Setelah berjuang keras mendapatkan pupuk subsidi yang sangat terbatas selama masa tanam, petani berharap jerih payahnya terbayar dari hasil panen.
Selain di Madiun, harga gabah yang rendah juga diterima oleh petani di Kabupaten Gresik. Saat ditemui di sela-sela acara panen raya padi di Desa Tambakrejo, Kecamatan Duduk Sampeyan, Jumat (12/3/2021), Asman (55), salah satu perwakilan petani Gresik, mengatakan harga gabah panen berada di kisaran Rp 3.600 per kg.
Berfluktuasi
Harga Rp 3.600 per kg gabah diberikan dengan syarat kualitas bagus dengan kadar air rendah. Gabah dengan kadar air tinggi sekitar 20 persen dihargai Rp 3.200 per kg. Harga gabah itu jauh lebih rendah dari yang diterima petani pada musim panen raya tahun lalu yang menembus Rp 4.300-Rp 4.400 per kg.
”Harga gabah biasanya semakin turun seiring meluasnya area persawahan yang panen raya. Padahal, biaya produksi setiap tahun semakin meningkat karena upah buruh tani naik atau harga sewa lahan makin tinggi,” tutur Asman.
Ditemui secara terpisah, pemilik usaha penggilingan padi di Tambakrejo, Sunardi (45), mengatakan, pihaknya belum berani membeli gabah petani secara besar-besaran meski di sekitarnya sudah memulai panen raya. Selain kapasitas lantai jemur penggilingannya terbatas, dia khawatir fluktuasi harga beras tahun ini lebih tinggi menyusul adanya kebijakan impor beras.
”Usaha penggilingan pasti terdampak karena jumlah petani yang menggilingkan gabahnya lebih sedikit. Usaha perdagangan beras lokal juga terimbas karena kehadiran beras impor akan menekan harga beras lokal. Dalam kondisi seperti ini pedagang tak berani berspekulasi,” kata Sunardi.
Suharno menilai rencana kebijakan impor beras sebanyak 1 juta-1,5 juta ton sangat tidak tepat. Selain dilakukan di tengah musim panen raya, secara nasional produksi gabah berlimpah karena ketiadaan gangguan yang signifikan selama proses produksi di subround Januari-April 2021. Gangguan produksi padi juga tidak ditemukan di sepanjang 2020.
”Tidak ada peristiwa seperti serangan hama atau bencana alam yang menyebabkan gagal panen dalam jumlah besar sehingga mengancam produksi pangan nasional. Produksi pangan lokal saat ini sedang baik-baik saja, bahkan naik signifikan,” ucap Suharno.
Suharno menilai tidak ada alasan kuat bagi pemerintah untuk impor beras. Oleh karena itulah, dia mendesak agar kebijakan impor beras dicabut atau dibatalkan. Adapun untuk menjaga cadangan stok beras atau iron stock, seharusnya dipenuhi dengan mengoptimalkan penyerapan beras lokal produksi petani.
Kesejahteraan petani
Penyerapan beras lokal yang optimal tidak hanya bermakna mendongkrak harga gabah dan kesejahteraan petani. Lebih luas lagi, hal itu bisa menggairahkan kembali usaha tani yang belakangan ini mulai ditinggalkan oleh petani karena banyak yang menua, sementara generasi muda enggan menggantikannya.
Pernyataan Suharno itu seturut dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim yang memprediksi potensi produksi padi pada subround Januari-April tahun ini mencapai 4,98 juta ton GKG. Produksi itu mengalami kenaikan sebanyak 783.040 ton atau sebesar 18,63 persen dibandingkan dengan subround yang sama tahun lalu sebesar 4,2 juta ton GKG.
Apabila dikonversi menjadi beras, potensi produksi itu mencapai 2,86 juta ton atau naik 0,45 juta ton (18,64 persen) dibandingkan dengan produksi beras periode yang sama tahun lalu sebesar 2,42 juta ton. Tiga kabupaten/kota dengan potensi produksi padi tertinggi pada Januari-April ini tidak lain Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, dan Jember.
Potensi produksi yang tinggi itu kian memperkokoh stok pangan yang dihasilkan dari produksi tahun lalu. BPS Jatim menyebutkan luas panen padi 2020 sebesar 1,75 juta hektar (ha), naik 51.950 ha atau 3,05 persen dibandingkan dengan 2019 yang seluas 1,7 juta ha.
Sementara itu, produksi padi mencapai 9,94 juta ton gabah kering giling (GKG), meningkat 363.600 ton GKG atau 3,79 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebanyak 9,58 juta ton GKG.
Dilihat berdasarkan subround, peningkatan produksi padi tahun lalu terjadi pada subround Mei-Agustus dan September-Desember dengan angka masing-masing sebesar 411.450 ton (12,68 persen) dan 297.920 ton (16,65 persen) dibandingkan dengan 2019. Penurunan hanya terjadi pada subround Januari-April, yakni sebesar 345.760 ton atau minus 7,6 persen.
Produksi padi di Jatim selama 2020, apabila dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, jumlahnya 5,71 juta ton. Produksi tersebut mengalami kenaikan sebanyak 208.870 ton atau 5,79 persen dibandingkan dengan 2019 yang sebesar 5,5 juta ton beras.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya Yuniarto Herlambang menjelaskan, dari total lahan urban farming seluas 11 hektar yang ditanam padi, sudah dipanen sekitar 2 hektar. Setiap 1 hektar yang dipanen itu menghasilkan gabah kering panen (GKP) sekitar 7,312 ton.
Jadi, tambah Herlambang, dari 2 hektar lahan yang dipanen, hasilnya mencapai 14,624 ton. Dari hasil panen 7,312 ton di 1 hektar lahan, beratnya dapat menyusut menjadi 6,288 ton GKG. Ketika sudah melalui proses GKG, berat beras akan turun menjadi 3,961 ton dari hasil panen 7,312 ton di 1 hektar lahan.
Bibit padi dipasok oleh Pemkot Surabaya, yakni varietas Ciherang, ditambah bantuan pupuk serta bimbingan dan pendampingan kepada kelompok-kelompok tani di Surabaya.