Setahun Surabaya Diserang Pandemi Covid-19
Setahun serangan pandemi Covid-19 di Surabaya, Jawa Timur, yang belum juga mereda akan membuat situasi dan kehidupan tak akan lagi sama karena menuntut penerapan adaptasi normal baru sebagai pencegahan potensi penularan.
Setahun lalu atau Selasa, 17 Maret 2020, petang, Satuan Tugas Covid-19 Jawa Timur mengumumkan kasus pertama warga terjangkit Covid-19 berdasarkan penelitian sampel tes usap oleh Universitas Airlangga. Ketika itu, Covid-19 dipastikan menjangkiti enam tenaga kesehatan Surabaya dan dua warga Malang, dua wilayah terkemuka di Jawa Timur.
Sejak saat itu, jumlah warga yang terjangkit Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) terus bertambah. Sejak hari pertama sampai setahun kemudian, Surabaya tetap menjadi episentrum atau pusat wabah yang terlihat dari total akumulasi kasus Covid-19 berikut berbagai dampaknya.
Sampai dengan Rabu (17/3/2021), mengutip laman resmi https://lawancovid-19.surabaya.go.id/, akumulasi warga terjangkit mencapai 22.149 orang. Covid-19 mengakibatkan 1.337 jiwa warga meninggal. Namun, mayoritas atau 20.614 orang berhasil sembuh. Saat ini, ada 198 orang yang masih dalam perawatan.
Data itu sedikit berbeda dengan laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/ yang dikelola oleh Pemprov Jatim. Di sini, akumulasi warga Surabaya yang terjangkit Covid-19 mencapai 22.192 orang. Covid-19 mengakibatkan kematian 1.338 jiwa warga. Yang sembuh 20.656 orang. Perbedaannya tidak signifikan dan nantinya akan diperbaiki sehingga kedua situs akan memiliki data yang sama.
Mengutip dari data Surabaya, dengan akumulasi kasus 22.149 jiwa yang terjangkit berarti setiap hari ada 60-61 orang warga yang terpapar. Kesembuhan harian 56-57 orang. Setiap hari, 3-4 jiwa warga Surabaya meninggal karena Covid-19.
Dilihat dari data ini, penambahan kasus harian masih melampaui kesembuhan. Meski tersisa 198 orang yang dirawat, jika penambahan kasus harian tetap tinggi, sulit dipastikan kapan situasi wabah bisa dikendalikan.
Dalam hal data akumulasi kasus dan dampaknya, Surabaya menjadi wilayah terparah paparan wabah di Jatim. Untuk itu, tingkat bahaya pandemi di Surabaya belum pernah ke situasi risiko rendah yang saat ini diwakili oleh zona kuning.
Ibu kota Jatim ini sudah berbulan-bulan berstatus risiko sedang (zona oranye) meski situasi pandemi memperlihatkan tren penurunan. Namun, penurunan di Surabaya ternyata tetaplah menjadi yang tertinggi di Jatim sehingga mungkin ini membuat tingkat bahaya wabah di Surabaya belum bisa dinyatakan membaik.
Baca Juga : Pasien di Jawa Timur Menurun, tetapi Wabah Belum Mereda
Pemeriksaan
Untuk mengetahui seseorang terjangkit Covid-19 atau tidak hanya bisa dikonfirmasi dengan pemeriksaan sampel tes usap atau PCR. Di Surabaya, jumlah sampel PCR yang telah dites mencapai 626.863 sampel. Jumlah ini setara dengan 53 persen dari total sampel PCR se-Jatim yang 1.176.574 sampel. Dalam sehari, Surabaya memeriksa 1.717 sampel PCR dari warganya.
Namun, perlu diketahui bahwa jumlah sampel tidak mencerminkan jumlah individu. Satu orang misalnya penulis sudah mengikuti tiga kali tes usap PCR. Tes usap PCR berkali-kali sebagai konsekuensi penerapan kebijakan bagi pejabat teras pemerintahan atau pegawai swasta untuk metode pencegahan.
Kami juga terus menyempurnakan sejumlah peraturan terutama prosedur standar pelayanan untuk memastikan nantinya seluruh pelayanan berjalan dalam koridor adaptasi normal baru (Eri Cahyadi)
Pemeriksaan sampel yang banyak akan berpotensi menjaring warga yang sebenarnya positif Covid-19. Cara ini sudah sesuai dengan kaidah epidemiologi. Dalam situasi wabah, tes massal perlu diterapkan untuk mengukur seberapa besar dampaknya.
Di sisi lain, banyaknya tes yang ditempuh berkonsekuensi terhadap temuan baru yang juga besar. Inilah yang kemudian berkelindan dengan kenyataan bahwa situasi pandemi di Surabaya lamban mereda.
Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair)
Surabaya, Windhu Purnomo mengatakan, keaktifan aparatur untuk melaksanakan pemeriksaan mencerminkan keseriusan suatu daerah dalam penanganan wabah. Situasi pandemi di Surabaya akhirnya bisa mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Daerah lain yang berstatus risiko rendah tetapi tingkat pemeriksaan juga minim bukan berarti situasi di sana baik melainkan patut diuji yang salah satunya menggencarkan pemeriksaan.
“Dalam epidemiologi, salah satu faktor yang penting ialah terus mencari kasus-kasus yang tersembunyi dan hal ini cuma bisa ditempuh dengan tes massal,” kata Windhu.
Baca Juga : Tes Massal di Surabaya Tak Pernah Sepi Peminat
Ikhtiar
Sejak serangan datang, penanganan pandemi di Surabaya terlihat kesungguhan dan ikhtiar luar biasa. Menteri Sosial Tri Rismaharini saat menjabat Wali Kota Surabaya begitu mengetahui ada warga yang terjangkit mencoba banyak cara.
Upaya itu antara lain menyediakan sarana cuci tangan di ratusan lokasi, pembuatan dan pembagian telur rebus, ramuan pokak, dan vitamin untuk masyarakat, mengupayakan terus bantuan masker dan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan, mengupayakan ketersediaan sarana pendukung antara lain bilik disinfektan, dan penyemprotan rutin.
Surabaya bersama Sidoarjo dan Gresik (Surabaya Raya) juga menjadi daerah pertama di Jatim yang melaksanakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada tahun lalu. PSBB berlangsung selama dua pekan dan diperpanjang dua pekan. Setelah Surabaya Raya, PSBB selanjutnya di Malang Raya berlangsung sepekan dan tanpa perpanjangan.
Surabaya juga menginisiasi Kampung Tangguh Semeru Wani Jogo Suroboyo untuk pencegahan dan pengendalian pandemi tingkat mikro. Kepala Badan Penanganan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, di Surabaya ada 1.294 kampung tangguh dari 1.360 rukun warga sehingga ada 66 RW yang bukan kampung tangguh.
Baca Juga : Surabaya Lanjutkan PPKM Berbasis Mikro
Sejak 11 Januari 2021, Surabaya juga termasuk dalam daerah yang melaksanakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala kabupaten/kota dan berbasis mikro atau skala kampung tangguh. Di Jatim, PPKM berbasis mikro akan berlangsung sampai Senin (22/3) dengan potensi diperpanjang jika memang itu yang diinginkan oleh pemerintah pusat terhadap daerah dalam pengendalian pandemi.
Aparatur juga harus tetap disiplin dan memberi contoh yang baik dalam penegakan hukum dan penerapan protokol (Bagong Suyanto)
Di sisi lain, tampuk pemerintahan telah berganti dari Risma dan sempat sepekan dijabat oleh Whisnu Sakti Buana dan sejak Jumat (26/2) jabatan Wali Kota Surabaya diemban oleh Eri Cahyadi, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya yang memenangi pemilihan serentak pada 9 Desember 2020 bersama Armuji.
Sekitar setahun berjalan, belum terlihat semangat yang kendur dari aparatur Surabaya untuk menangani sekaligus memastikan perekonomian berjalan. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, penanganan wabah Covid-19 menuntut perjuangan yang panjang sehingga semua komponen perlu bersatu dan selaras. Penanganan yang amat lama menuntut komitmen dan kesabaran serta kewaspadaan yang tidak boleh kendur.
“Kami juga terus menyempurnakan sejumlah peraturan terutama prosedur standar pelayanan untuk memastikan nantinya seluruh pelayanan berjalan dalam koridor adaptasi normal baru,” kata Eri.
Warga Surabaya nantinya tak akan merasa sama lagi dalam beraktivitas. Pergi ke pusat belanja mungkin akan dibatasi, harus tetap berpelindung diri, dan menjaga jarak. Demikian pula aktivitas persekolahan yang menurut rencana pada tahun ajaran baru nanti akan kembali ke metode tatap muka dari sebelumnya dalam jaringan (online). Adaptasi normal baru berupa penerapan protokol kesehatan di objek wisata, tempat hiburan, restoran, penginapan, dan ruang publik harus sudah diterima sebagai bagian dari laku kehidupan.
Guru besar sosiologi Unair Bagong Suyanto mengatakan, pandemi Covid-19 menjadi ujian terbesar manusia saat ini. Manusia punya batas dan sejauh mana misalnya mampu disiplin menerapkan protokol pencegahan di tengah situasi yang belum menentu.
“Aparatur juga harus tetap disiplin dan memberi contoh yang baik dalam penegakan hukum dan penerapan protokol,” kata Bagong.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, program vaksinasi sejak pertengahan Januari sampai Maret ini sudah diterima oleh hampir 200.000 sasaran. Sasaran yang sudah selesai divaksin 192.784 orang sementara sedang berlangsung untuk 50.050 orang.
“Meski vaksinasi digencarkan tetapi penanganan dan pengendalian wabah tetap berjalan dengan harapan langkah-langkah simultan bisa meredakan situasi,” kata Febria.