Reformasi Internal AJB Bumiputera Memasuki Babak Baru
Rencana pembentukan Badan Perwakilan Anggota atau BPA Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera mulai menemui titik terang. Secara legal, posisi lembaga tersebut telah kosong sejak 26 Desember 2020.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya perbaikan internal Manajemen Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 memasuki babak baru. Sebanyak 15 orang ditetapkan sebagai anggota panitia pemilihan Badan Perwakilan Anggota dari lembaga asuransi berbentuk usaha bersama ini.
Kehadiran Badan Perwakilan Anggota (BPA), selaku representasi dari pemegang polis, diharapkan menjadi titik awal untuk mengurai sengkarut kasus gagal bayar yang mendera Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912.
Pemilihan 15 anggota panitia pemilihan BPA AJB Bumiputera 1912 itu disepakati dalam pertemuan manajemen Bumiputera dengan serikat pekerja Bumiputera, agen, dan perwakilan pemegang polis pada Selasa (16/3/2021). Pertemuan ini difasilitasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Salah seorang anggota panitia pemilihan BPA AJB Bumiputera, Jaka Irwanta, mengatakan, panitia terdiri dari perwakilan pihak yang terkait dengan Bumiputera. Pihak-pihak tersebut, antara lain, Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi (SP NIBA) Bumiputera; agen Bumiputera; serta tiga kelompok pemegang polis perseroan.
”Pihak-pihak tersebut dilibatkan dalam pemilihan anggota BPA karena Bumiputera merupakan perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama. Artinya, seluruh pemegang polis merupakan pemegang saham di perusahaan dan memiliki hak untuk menentukan arah perseroan,” ujar Jaka saat dihubungi Rabu (17/3/2021).
BPA merupakan perwakilan pemegang polis dari sejumlah wilayah yang memiliki tugas mengawasi dan menyampaikan aspirasi. Peran vital BPA, antara lain, merumuskan anggaran dasar bersama jajaran direksi.
Artinya, seluruh pemegang polis merupakan pemegang saham di perusahaan dan memiliki hak untuk menentukan arah perseroan.
Tanpa BPA, lanjut Jaka, upaya manajemen AJB Bumiputera 1912 dalam menyelesaikan klaim dari 3 juta nasabah yang diperkirakan mencapai Rp 12 triliun akan terus menghadapi jalan buntu.
”Akan dipilih 11 anggota BPA baru dari 11 daerah pemilihan sesuai anggaran dasar AJB Bumiputera. Baru kita diskusikan rencana proses pemilihan dengan e-voting, diperkirakan sekitar 1 bulan sudah selesai,” ujarnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui surat bernomor S-34/NB.23/2020 pada 28 Desember 2020 yang ditujukan kepada Dewan Komisaris dan Direksi Bumiputera menegaskan, masa tugas peserta BPA selesai sejak 26 Desember 2020. Sejak saat itu, posisi BPA yang diakui OJK belum terisi.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) II OJK M Ihsanuddin menyebutkan, selain menunjuk panitia pembentukan BPA, pertemuan pada Selasa (16/3) juga membahas isu terkait masa depan perusahaan. Hal itu, antara lain, upaya penutupan kerugian hingga mekanisme penyampaian informasi terkait kondisi perusahaan kepada para pemegang polis.
Masalah baru
Pengamat asuransi sekaligus mantan Komisaris Independen Bumiputera Irvan Rahardjo berpendapat, dalam kondisi seperti saat ini semestinya pembentukan panitia pemilihan anggota BPA dilakukan direksi atau dewan komisaris, sesuai ketentuan anggaran dasar.
Menurut dia, anggaran dasar Bumiputera tidak mengenal himpunan atau perkumpulan pemegang polis. Para nasabah hanya dapat berkumpul dan menyampaikan suara melalui BPA, sebagai perwakilan resmi yang diatur dalam anggaran dasar dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87/2019.
”Jika tidak memungkinkan, OJK harus menunjukkan ketegasannya dengan membentuk panitia tersebut sesuai kaidah hukum. Jangan sampai jadi masalah baru karena OJK hanya menyediakan tempat dan tidak menggunakan otoritasnya,” ujar Irvan.
Hingga Rabu malam, perwakilan manajemen AJB Bumiputera, yakni Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Dena Chaerudin, enggan menanggapi perkembangan upaya manajemen untuk menyelesaikan klaim 3 juta nasabah yang diperkirakan mencapai Rp 12 triliun.
Berdasarkan laporan kinerja AJB Bumiputera pada 2019, pendapatan premi Bumiputera Rp 2,99 triliun atau turun 10,74 persen dibandingkan dengan realisasi 2018 yang sebesar Rp 3,35 triliun. Sementara, klaim dan manfaat yang dibayarkan Rp 4,59 triliun. Nilai klaim tersebut turun 32,2 persen dari realisasi 2018 yang sebesar Rp 6,77 triliun.
Penurunan pendapatan premi serta klaim juga diikuti penyusutan perolehan laba. Hingga 2019, Bumiputera merugi Rp 48,98 miliar. Kendati demikian, nilai kerugian itu membaik dibandingkan dengan kerugian tahun sebelumnya, sebesar Rp 1,99 triliun.
Hal ini dibarengi penurunan aset perusahaan. Bumiputera mencatatkan aset Rp 9,97 triliun atau turun 4,59 persen dari posisi 2018 yang sebesar Rp 10,45 triliun. Aset terbesar adalah bangunan dengan hak strata atau tanah bangunan senilai Rp 6,15 triliun.