Berkah Rupiah dari Ruas Tol Trans-Sumatera
Pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera tak hanya mempermudah akses transportasi antarwilayah. Di tengah pandemi Covid-19, ruas tol itu menjadi tumpuan bagi para pelaku UMKM dan jasa wisata untuk mendulang rupiah.
Pembangunan Tol Trans-Sumatera tak hanya mempermudah akses transportasi antarwilayah. Di tengah pandemi Covid-19, ruas tol menjadi tumpuan bagi pelaku UMKM dan jasa wisata untuk mendulang rupiah.
Tangan Pantekosta Elsiwi (44) cekatan mengupas satu per satu kelapa muda pesanan lima pengguna tol yang singgah di tempat peristirahatan (rest area) Kilometer 277 A ruas Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung atau Tol Terpeka, Jumat (5/3/2021). Sambil tersenyum, ia menyajikan kelapa muda itu di meja.
Di kedai berukuran 4 meter x 3 meter itu, wanita yang akrab disapa Mama El itu menyandarkan hidup. Pekerjaan berdagang makanan dan minuman sudah ia lakoni sejak Oktober 2020.
Sebelum rest area dibuka, warga Desa Gedung Rejo, Kecamatan Mesuji Raya, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, itu sudah membuka usaha serupa dengan mendirikan tenda. Pelanggannya tidak lain adalah pekerja jalan tol.
Semula, dia mengira akan terusir saat pembangunan rest area tol selesai. Tak disangka, pengelola tol justru menawarinya membuka usaha di lokasi itu.
Kesempatan itu pun tak dia sia-siakan. Dengan membayar biaya sewa Rp 16 juta per tahun, Mama El yakin rest area ini akan menjadi sumber penghidupan baru bagi keluarganya.
”Saya tertarik berjualan di sini karena melihat ada peluang usaha dari pembangunan jalan tol. Lokasinya juga dekat, hanya sekitar 5 kilometer dari rumah,” katanya.
Sebelumnya, dia bekerja di sebuah perusahaan kelapa sawit. Selain kondisi bisnis yang fluktuatif, faktor usia juga membuatnya tak sanggup lagi bekerja di perkebunan. Dia pun memilih berhenti dan beralih menjadi pedagang.
Bertahan
Tak dimungkiri, pandemi Covid-19 membuat arus lalu lintas di jalan tol lebih sepi. Kendati jumlah pelanggan berkurang, perempuan itu tidak patah arang.
Saya tertarik berjualan di sini karena melihat ada peluang usaha dari pembangunan jalan tol. Lokasinya juga dekat, hanya sekitar 5 kilometer dari rumah. (Pantekosta Elsiwi)
Demi meraup untung, Mama El dibantu suaminya rela berjualan selama 24 jam. Baginya, lebih baik terus berjuang daripada harus menyerah pada keadaan.
”Saat ini memang hampir semua usaha terdampak pandemi Covid-19. Tapi, saya yakin pengguna jalan tol akan semakin ramai beberapa tahun ke depan,” ucapnya.
Penelusuran Kompas, para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berjualan di rest area adalah warga yang tinggal dekat dengan lokasi rest area itu. Seperti Rest Area 306B ruas Tol Kayu Agung-Pematang Panggang. Pedagang di rest area tersebut tinggal di kawasan Kayu Agung dan Pemulutan.
Hamida (60), misalnya. Ia awalnya membuka usaha dengan mendirikan tenda sederhana dan berjualan makanan dan minuman bagi pengendara dan pekerja tol karena tol dekat rumahnya. Ia lalu ditawari berdagang di kawasan itu setelah rest area rampung sekitar lima bulan lalu. Walau pendapatan yang diterima belum sesuai harapan karena pandemi, setidaknya dari sini ia bisa mendapatkan rezeki.
Hal serupa dialami oleh Dian Lindawati (36) warga Desa Gedung Sri Mulyo, Kecamatan Way Serdang, Kabupaten Mesuji, Lampung. Di Rumah Makan Mitra Jaya Grup yang terletak di Rest Area KM 234 A, dia bekerja sebagai juru masak. Rest area itu hanya berjarak 5 kilometer dari tempat tinggalnya.
Sejak bekerja di sana, Dian bisa memperoleh pendapatan tetap sekitar Rp 2 juta per bulan. Dari hasil pekerjaannya tersebut, Dian bisa membantu suaminya yang adalah seorang petani karet dan singkong.
Tak hanya di dalam tol, berkah ekonomi juga dirasakan oleh Evi Yanti (32), pengusaha pempek di Kawasan 10 Ulu Palembang. Sejak tol itu dibuka, tiap dua minggu sekali, Evi bisa mengirimkan 50 kilogram (kg) pempek ke Jakarta dan Bekasi menggunakan bus melalui tol dalam waktu 10 jam. Ini jauh lebih baik dibandingkan melewati jalur lintas Sumatera yang butuh waktu 24 jam.
Baca juga : Sumsel dan Lampung Resmi Terhubung Tol, Peluang Ekonomi Baru Dinantikan Tumbuh
Di Lampung, pelaku UMKM juga menikmati berkah pembangunan tol. Di tengah lesunya ekonomi, mereka justru berani memulai langkah membuka usaha di rest area.
”Kunjungan wisatawan ke Tulang Bawang Barat lebih ramai setelah jalan tol beroperasi. Pengunjung tentu juga mencari oleh-oleh khas daerah. Peluang usaha ini yang coba saya lirik,” kata Ezed Qyoko W Pratiwi (29), pelaku usaha industri kreatif asal Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung.
Dia mendirikan toko oleh-oleh di dekat Islamic Center Tulang Bawang Barat, salah satu ikon wisata daerah itu. Selain memproduksi topi dari bambu, dia juga menjual keranjang, gelas, dan termos air minum berornamen bambu. Dia memberdayakan tiga perajin untuk mengolah bambu menjadi produk bernilai jual tinggi.
Setiap bulan, sedikitnya ada 400 produk yang diproduksi. Harga jualnya bervariasi, mulai dari Rp 45.000 hingga Rp 155.000 per buah.
Produk kerajinannya juga dipamerkan di Gerai Dekranasda Tulang Bawang Barat di Rest Area Kilometer 215 Ruas Tol Terpeka. Lokasi itu pun telah diresmikan sebagai pusat oleh-oleh dan etalase produk kerajinan Lampung. Hutama Karya turut membantu pemerintah mempromosikan produk UMKM di rest area tol dengan memberi harga sewa lebih murah.
Di gerai itu, Qyoko dan puluhan perajin lainnya tak hanya berharap dagangan mereka laris diborong pengguna tol. Lebih dari itu, mereka juga turut mempromosikan kerajinan khas Lampung yang mengandung nilai budaya dan kearifan lokal.
Gairahkan wisata
Jalan Tol Trans-Sumatera sepanjang ruas Bakauheni, Lampung, hingga Kayu Agung, Sumatera Selatan, sepanjang 373 km itu mampu memangkas waktu tempuh Lampung-Sumatera Selatan dari semula 12 jam menjadi 4 jam. Ada dua jalan tol yang dikelola Hutama Karya, yakni Tol Bakauheni-Terbanggi Besar dan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung.
Di Lampung, jalan tol itu melintasi dua kota dan lima kabupaten, yakni Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah, Tulang Bawang Barat, Tulang Bawang, dan Mesuji. Adapun di Palembang, jalan tol itu melintasi Kota Palembang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, dan Banyuasin.
Tol itu merupakan bagian dari Tol Trans-Sumatera sepanjang 2.987 kilometer dari Aceh hingga Lampung yang terdiri dari 2.069 kilometer koridor utama dan 919 kilometer koridor pendukung (sirip). Saat ini ruas yang sudah beroperasi sesuai laporan Badan Pengaturan Jalan Tol (BPJT) per 8 Maret 2021 mencapai 673 kilometer, konstruksi 589 kilometer, dan sisanya dalam tahap persiapan.
Baca juga : Tol Medan-Binjai Kini Tersambung hingga Belawan dan Tebing Tinggi
Bupati Tulang Bawang Barat (Tubaba) Umar Ahmad menuturkan, beroperasinya ruas Tol Terpeka mampu mendongkrak perekonomian daerah, khususnya di sektor pariwisata dan UMKM. Selama ini, Tubaba termasuk daerah terisolasi karena tidak dilewati jalan lintas Sumatera.
Keberadaan tol membuat pemerintah daerah semangat menggerakkan sektor pariwisata dan industri kreatif. Salah satunya dengan fokus membangun ikon wisata yang bertumpu pada seni budaya. Hal itu karena Tubaba tidak memiliki pantai atau pegunungan yang bisa ditawarkan sebagai tempat wisata.
Strategi itu sukses membuat Tubaba menjadi daerah tujuan wisata. Setiap pekan, ada saja wisatawan dari luar daerah yang berkunjung ke Gedung Sesat Agung, Kota Budaya Uluan Nughik, atau Patung Empat Marga.
Di sana juga mulai tumbuh usaha jasa wisata, seperti pemandu tur dan penginapan. Di sekitar lokasi wisata, banyak warga yang membuka usaha makanan, minuman, dan oleh-oleh.
Berdasarkan data BPS Lampung, terdapat peningkatan jumlah hotel dan penginapan. Pada 2020, ada 10.463 tempat tidur dari 348 hotel dan penginapan di 15 kabupaten/kota. Jumlah itu melonjak hampir 10 kali lipat dibandingkan enam tahun lalu saat belum ada tol. Pada 2014, hanya ada 1.251 tempat tidur dari 9 hotel dan penginapan.
Direktur Operasi III Hutama Karya Koentjoro menyampaikan, kolaborasi itu dilakukan sebagai bentuk dukungan Hutama Karya terhadap UMKM lokal. Dia berharap, kehadiran sentra oleh-oleh khas Lampung juga membuat pengguna tol lebih peduli pada kebudayaan daerah setempat.
Ornamen gedung di sejumlah rest area di Tol Trans-Sumatera juga didesain dengan menonjolkan identitas budaya daerah. Dengan cara itu, Hutama Karya turut mempromosikan kebudayaan lokal. Rest area pun tak sekadar menjadi tempat peristirahatan, tapi juga menjadi ikon wisata budaya.
Saat ini, Hutama Karya sudah mengelola 21 rest area dengan alokasi 30 persen lahan untuk UMKM lokal. Khusus UMKM, harga sewa ruangan jauh lebih rendah dibanding ruang komersial.
Baca juga : Pengembangan Kawasan di Sepanjang Tol Trans-Sumatera Dipacu
Branch Manager PT Hutama Karya Ruas Tol Terpeka Yoni Satyo Wisnuwardhono menuturkan, pandemi Covid-19 memang membuat lalu lintas kendaraan yang melewati ruas tol itu menurun sekitar 30,01 persen. Saat ini, jumlah rata-rata kendaraan yang melintas di tol 12.000 kendaraan per hari.
Kendati begitu, lalu lintas kendaraan di tol berangsur pulih seiring program pemulihan ekonomi dan vaksinasi Covid-19 oleh pemerintah. Dia optimistis, dengan terus meningkatkan pelayanan, jumlah pengguna Tol Trans-Sumatera akan semakin ramai.
Pemerintah harus pintar-pintar mencari cara untuk merangkul pelaku UMKM yang minim modal itu untuk bisa dilibatkan. (Mukhlis)
Dosen Fakultas Ekonomi dari Universitas Sriwijaya Mukhlis menuturkan, keberadaan tol memberikan dampak ekonomi bagi semua bidang. Di bidang logistik dan angkutan, tol memberi kepastian waktu karena bisa memangkas jarak tempuh perjalanan dan menekan ongkos angkutan.
Tol juga membuka peluang bagi daerah yang dilewati untuk mengangkut barang-barang komoditas unggulannya. Seperti Sumsel yang dikenal dengan komoditas karet dan kelapa sawit, tentu akan mudah menyalurkan hasil komoditasnya ke daerah lain.
Namun, keberadaan tol juga bisa menjadi momok bagi warga yang tidak dilibatkan dalam pembangunan. Misalnya saja, pelaku UMKM yang tidak bisa masuk dalam rest area. ”Perlahan tapi pasti, usaha mereka akan mati,” ujarnya.
Hal ini sudah terlihat di beberapa kawasan yang dilewati tol. UMKM yang tidak kuat modal tersingkir dari persaingan dan mesti beralih ke pekerjaan yang lain.
Karena itu, pemerintah harus pintar-pintar mencari cara untuk merangkul pelaku UMKM yang minim modal itu untuk bisa dilibatkan. Misalnya. dengan merangkul pengelola tol agar memberi keringanan dalam penyewaan lapak atau mungkin membuka ruang bagi para pelaku UMKM untuk dapat berjualan di pintu keluar tol. ”Bisa berbentuk kluster baru atau mungkin tempat wisata yang menarik minat pengguna tol,” ujar Mukhlis.
Dalam sebuah pembangunan akan ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan. Hanya saja, perlu dicari cara agar jumlah kerugian dapat ditekan dengan inovasi dan kreasi.