Penetapan Koridor Bebas Covid-19 di Bali Berdampak Positif dan Menggairahkan Pariwisata Lombok
Penetapan koridor bebas Covid-19 di Bali diyakini bisa turut menggairahkan pariwisata nasional, termasuk Lombok, Nusa Tenggara Barat. Secara umum, pelaku usaha pariwisata di Lombok siap menerima wisatawan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Sektor pariwisata Nusa Tenggara Barat, khususnya di Lombok, hingga saat ini belum pulih akibat merebaknya pandemi Covid-19. Meski demikian, pelaku usaha jasa pariwisata, termasuk pemerintah daerah di sana, optimistis kondisi akan membaik. Selain karena telah dilaksanakan penerapan protokol kesehatan secara ketat hingga vaksinasi, juga adanya penetapan koridor bebas Covid-19 di Bali yang diyakini berdampak ke NTB.
Sektor pariwisata di Nusa Tenggara Barat, khususnya Lombok mulai merasakan dampak penyebaran Covid-19 sejak April 2020. Saat itu, menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi NTB, tamu hotel bintang hanya 2.790 orang yang terdiri dari 2.720 orang wisatawan domestik dan 70 wisatawan mancanegara. Jumlah itu menurun drastis dari Maret 2020 yang mencapai 41.966 orang, yakni 32.553 domestik dan 9.931 mancanegara.
Turunnya kunjungan, selain karena pembatasan penerbangan dalam negeri, juga penutupan penerbangan internasional. Kondisi itu berlanjut hingga Mei. Baru pada Juni, kunjungan wisatawan domestik mulai meningkat seiring pemberlakuan normal baru.
Kalau untuk tingkat okupansi hotel, mungkin berada pada angka 30-40 persen. Memang belum banyak, tetapi setidaknya sudah ada pergerakan.
Sementara wisatawan mancanegara, berdasarkan data BPS untuk tamu hotel bintang, tidak pernah sampai 1000 orang. Tertinggi pada Desember 2020, yakni 739 orang. Itu pun merupakan wisman yang tetap berada di Indonesia dan tinggal di Bali.
Saat ini, aktivitas pariwisata di berbagai kawasan di Lombok tetap berjalan. Hal itu karena wisatawan domestik masih datang ke NTB, khususnya pada momen libur panjang, seperti saat Natal dan Tahun Baru, serta Nyepi.
”Kalau untuk tingkat okupansi hotel, mungkin berada pada angka 30-40 persen. Memang belum banyak, tetapi setidaknya sudah ada pergerakan,” kata Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB Ni Ketut Wolini di Mataram, Rabu (17/3/2021).
Menurut Wolini, hotel-hotel dan restoran sebagian besar sudah buka kembali, baik di kota maupun kawasan wisata. Di kota, seperti Mataram, hotel kembali buka karena mulai banyak kegiatan pertemuan, insentif, konferensi, dan eksebisi (MICE).
”Sementara hotel di kawasan tetap bergerak karena ada tamu lokal. Terutama yang berada di kawasan pantai karena masyarakat sudah mulai berlibur setelah lama mengurangi aktivitas karena pandemi. Itu pun hotel harus promosi dengan memberikan diskon hingga 50 persen,” kata Wolini.
Wolini optimistis pariwisata akan menggeliat kembali. Sejalan dengan hal itu, mereka terus berbenah, termasuk memastikan penerapan protokol kesehatan sesuai prosedur standar operasi (SOP) clean, health, safety, dan environment (CHSE).
”Lalu sekarang, sudah mulai vaksinasi, termasuk bagi pelaku usaha pariwisata. Hal itu dan penerapan konsep CHSE jadi promosi keluar sehingga wisatawan percaya bahwa telah ada upaya pengendalian Covid-19,” kata Wolini.
Menurut Wolini, secara umum, sambil terus berbenah, hotel dan restoran di NTB siap menyambut pemulihan sektor pariwisata. ”Tinggal sekarang menunggu tamunya datang,” kata Wolini.
Hal serupa juga disampaikan asosiasi hotel di kawasan Gili dan Mandalika. Menurut Ketua Asosiasi Hotel Gili Lalu Kusnawan, hampir semua hotel di Gili telah mendapat sertifikat dan menerapkan konsep CHSE.
Penerapan protokol itu, telah dilakukan sejak tahun lalu sebagai syarat boleh kembali beroperasi.
”Kalau ditanya siap, kami siap. Tinggal sekarang, bagaimana pemerintah mempercepat vaksinasi, juga bagi pelaku usaha pariwisata. Di samping membenahi fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan. Misalnya untuk Gili, gerbang hingga pusat informasi di Pelabuhan Penyebrangan Bangsal,” kata Kusnawan.
Koridor bebas Covid-19
Selain CHSE dan vaksinasi, rasa optimistisme pariwisata NTB,k hususnya Lombok, akan bergairah kembali terkait penetapan koridor bebas Covid-19 (green zone ) di Bali, terutama jika itu diikuti pembukaan penerbangan internasional.
”Ketika Bali sebagai pintu gerbang internasional, maka tentunya kami yang di Lombok akan merasakan imbasnya,” kata Ketua Asosiasi Hotel Mandalika Samsul Bahri.
Hal serupa juga disampaikan Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Mohammad Faozal. Menurut Faozal, adanya green zone pariwisata di Bali tentu akan berdampak pada pariwisata NTB, apalagi secara konektivitas juga dekat.
”Jadi kami tunggu. Sejalan dengan itu, kami juga terus menyiapkan segala sesuatunya. Mulai dari sertifikat CHSE hingga vaksinasi pelaku usaha pariwisata,” kata Faozal.
Secara keseluruhan, Pemerintah Provinsi NTB menyasar 3 juta penduduk untuk menerima vaksin Covid-19, termasuk di dalamnya pelaku usaha pariwisata. Mereka menargetkan seluruhnya selesai dalam jangka 15 bulan. Hingga Selasa (16/3/2021) kemarin, vaksin telah diberikan kepada 55.102 orang.
Faozal menambahkan, antisipasi terhadap hal-hal yang tidak diharapkan juga dipersiapkan, baik itu perangkat maupun juga rumah sakit, serta layanan-layanan kesehatan di kawasan-kawasan pariwisata.
Zona hijau
Pemerintah kabupaten kota juga siap menyambut berlakunya green zone. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat Saepul Ahkham, penerapan zona hijau di beberapa daerah di Bali tentu akan berdampak secara nasional.
”Apalagi jika penerbangan internasional sudah mulai dibuka. Akan menjadi rebound bagi pariwisata Bali dan nasional,” kata Ahkham.
Ahkham menambahkan, hal itu tentu akan berimbas pada pariwisata di Lombok, termasuk Lombok Barat. ”Jadi kami tentu akan ambil peluang untuk rebound. Misalnya dengan menyiapkan sepuluh agenda yang bisa menjadi atraksi alternatif,” kata Ahkham.
Ahkham mengakui, dibukanya pintu pariwisata internasional juga harus tetap sejalan dengan kesiapan mencegah penularan Covid-19. Oleh karena itu, seperti daerah lain, mereka telah mendorong penerapan protokol kesehatan secara ketat dan melaksanakan vaksinasi bagi pelaku usaha jasa pariwisata, seperti hotel dan restoran.
Menurut Ahkham, kemungkinan terburuk, seperti wisatawan terkonfirmasi positif, juga diantisipasi dengan menyiapkan rumah sakit dan ruang isolasi, berikut tenaga kesehatannya.
”Di kawasan Senggigi, selain ada puskemas dan pusat layanan kesehatan, juga ada inisiatif dari hotel Puri Bunga untuk menggandeng klinik sehingga bisa dijadikan pelayanan kesehatan dasar,” kata Ahkham.