Kemenhub Karyakan MBR Terdampak Covid-19 Dalam Pemeliharaan Fasilitas Di Daerah
Ribuan masyarakat berpenghasilan rendah menjadi sasaran program padat karya Kementerian Perhubungan. Mereka dipekerjakan dalam kegiatan pemeliharaan beragam fasilitas penunjang seperti jembatan timbang dan terminal.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Ribuan masyarakat berpenghasilan rendah yang ekonominya terdampak pandemi Covid-19 menjadi sasaran program padat karya yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan. Mereka dipekerjakan dalam kegiatan pemeliharaan beragam fasilitas penunjang seperti sarana penimbangan kendaraan bermotor, terminal, dan stasiun yang tersebar di berbagai daerah di nusantara.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiadi mengatakan program padat karya ini bertujuan meringankan beban ekonomi dan membantu masyarakat berpenghasilan rendah memenuhi kebutuhan pokok keluarganya di tengah situasi pandemi yang belum jelas ujungnya.
“Selain itu, upah yang diterima dari pekerjaan ini diharapkan mampu menjadi modal untuk membuka usaha kecil-kecilan. Oleh karena itulah, padat karya yang biasanya hanya sehari diperpanjang menjadi tiga hari agar penghasilan yang diterima lebih besar dan berdampak signifikan,” ujar Budi Setiadi di acara Padat Karya Pemeliharaan UPPKB Trosobo, Sidoarjo, Rabu (17/3/2021).
Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor atau UPPKB Trosobo berada dibawah naungan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) XI Jatim yang tugasnya mengawasi muatan barang dengan menggunakan alat penimbangan. Tujuannya memastikan tidak terjadi kelebihan muatan dan kelebihan dimensi kendaraan.
Budi Setiadi mengatakan program padat karya merupakan kebijakan Kemenhub untuk membantu mengatasi dampak pandemi Covid-19 di sektor ekonomi dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Sasaran program ini masyarakat berpenghasilan rendah yang ekonominya paling rentan terdampak pandemi.
Direktorat Perhubungan Darat mengalosikan anggaran Rp 39 miliar untuk program padat karya tahun ini yang agar digelar di seluruh wilayah hingga Juni nanti. Secara total, alokasi anggaran padat karya Kemenhub tahun ini diperkirakan mencapai Rp 150 miliar yang terdistribusi di berbagai direktorat.
Selain itu, upah yang diterima dari pekerjaan ini diharapkan mampu menjadi modal untuk membuka usaha kecil-kecilan. Oleh karena itulah, padat karya yang diperpanjang menjadi tiga hari agar penghasilan yang diterima lebih besar dan berdampak signifikan (Budi Setiadi)
Dengan asumsi nilai upah yang diberikan dalam program padat karya sebesar Rp 200.000 per orang, alokasi anggaran Rp 150 miliar itu mampu mengkaryakan sebanyak 750.000 masyarakat berpenghasilan rendah di seluruh nusantara. Untuk alokasi di Direktorat Hubdar sebesar Rp 39 miliar diperkirakan mampu memberdayakan 195.000 orang.
“Karena sasarannya masyarakat berpenghasilan rendah, pekerjaan pemeliharaan yang dikerjakan yang tidak memerlukan keterampilan khusus. Jenis pekerjaan itu antaralain membersihkan lingkungan sekitar, mengecat dinding kantor, dan membersihkan saluran air,” kata Budi Setiadi.
Program padat karya ini merangkul masyarakat yang ada di lingkungan sekitar lokasi fasilitas Kemenhub berada. Agar tepat sasaran, unit pelaksana diminta berkoordinasi dengan pemerintah desa sekitar. Pencanangan program padat karya di Sidoarjo merupakan yang pertama di tahun ini. Selanjutnya diperluas ke sejumlah daerah seperti Provinsi Aceh, NTB, dan NTT.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Darat XI Jatim Tonny Agus Setiyono mengatakan proyek padat karya bertujuan memupuk rasa kebersamaan, gotong royong, dan pemberdayaan masyarakat sekitar. Tahun ini pihaknya mendapat alokasi anggaran sekitar Rp 1,5 miliar dan akan diimplementasikan pada 60 kegiatan padat karya di seluruh wilayah Jatim yang diawali dari Sidoarjo.
Mengkaryakan
“Program padat karya akan mampu mengkaryakan 8.629 orang. Di Sidoarjo, program ini melibatkan 75 orang dari masyarakat sekitar. Adapun jenis pekerjaannya antaralain pengecatan dinding kantor, perapian rumput, pekerjaan pemeliharaan lainnya,” ucap Tonny.
Sebanyak 75 orang peserta program padat karya ini bekerja dari pukul 07.00 hingga 16.00. Mereka menerima upah sebesar Rp 200.000 per hari dengan durasi pekerjaan selama tiga hari sehinga total akan menerima penghasilan sebesar Rp 600.000 per orang.
Program padat karya yang biasanya hanya sehari, sengaja diperpanjang durasinya menjadi tiga hari agar upah yang diterima nilainya lebih signifikan. Dengan upah yang besar, harapannya masyarakat berpenghasilan rendah yang terdampak pandemi ini memiliki keleluasaan keuangan untuk modal membuka usaha kecil-kecilan.
Pantauan Kompas, sebanyak 75 orang warga Sidoarjo yang mengikuti program padat karya memiliki latar belakang pekerjaan beragam. Ada yang sehari-hari menjadi tukang parkir, kuli bangunan, dan ojek daring. Meski beragam, mereka dipersatukan oleh situasi yang sama yakni kehilangan pekerjaan akibat terkontraksinya ekonomi Sidoarjo sebagai implikasi pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari setahun.
Salah satu peserta Dawung (56) asal Desa Gemurung, Gedangan mengaku bekerja sebagai kuli bangunan. Upahnya di kisaran Rp 100.000 hingga Rp 110.000 per hari. Namun, setahun belakangan pekerjaan jarang menghampirinya. Kalaupun ada pekerjaan, waktunya tidak lama.
“Lebih banyak menganggur daripada bekerja. Oleh karena itulah, saat ada yang menawari pekerjaan disini, langsung berangkat. Soal upah urusan belakangan,” ujar Dawung.
Sidoarjo merupakan daerah yang sektor ekonominya terdampak pandemi Covid-19 paling parah di Provinsi Jatim. Pertumbuhan ekonomi Sidoarjo 2020 terkontraksi lebih dari 3 persen. Pertumbuhan ekonomi itu lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Jatim terkontraksi 2,39 persen.