Garam Rakyat Menggunung Tak Terserap
Stok garam rakyat menumpuk tak terserap. Di sisi lain, garam impor menyerbu.
JAKARTA, KOMPAS — Stok garam hasil panen yang tidak terserap semakin menumpuk. Keterbatasan lahan untuk menyimpan garam membuat garam yang teronggok di beberapa daerah rusak, bahkan mencair.
Sejumlah daerah kewalahan menampung stok garam yang menggunung karena tak terserap. Di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, sebagian stok garam teronggok karena gudang-gudang penampungan sudah terisi penuh. Akibatnya, sebanyak 400 ton dari 20.716 ton stok garam mencair lagi.
Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sabu Raijua, Lagabus Pian, menyampaikan, jumlah stok garam terus bertambah sejak 2018 karena penyerapan oleh industri dan usaha pengolahan minim. Kapasitas gudang penyimpanan garam yang sekitar 180-200 ton sudah tidak mampu lagi menampung kelebihan stok garam.
Pada 2020, dari total produksi garam 11.799 ton, jumlah garam yang terserap hanya 1.459 ton. Garam yang tidak tertampung di gudang akhirnya disimpan di luar gudang dan ditutupi terpal. Akibatnya, ketika musim hujan, sebagian garam tergerus air hujan dan mencair.
”Awalnya, kami berharap stok garam bisa terserap pembeli pada akhir tahun lalu. Nyatanya tidak. Ketika musim hujan, terpal rusak, gudang rusak. Kami kewalahan,” ujarnya.
Lagabus mengemukakan, garam yang dihasilkan di Sabu Raijua telah memenuhi standar industri dengan dengan kadar NaCl 96,2 persen. Selama ini, hanya ada satu industri makanan dan minuman asal Surabaya, PT SLM, yang rutin membeli garam dari wilayah itu. Dorongan pemerintah pusat untuk menghasilkan garam kualitas I sesuai kebutuhan industri telah dipenuhi, tetapi tidak diimbangi dengan tingkat serapan industri.
Baca Juga: Garam Rakyat di Nusa Tenggara Timur Menumpuk, Pemerintah Diminta Tidak Impor
Lagabus mengatakan telah berulang kali menyampaikan persoalan penyerapan garam yang rendah di wilayahnya kepada Kementerian Perdagangan. Namun, hingga kini, belum ada tindak lanjut. Sementara keran impor garam terus dibuka dengan pertimbangan kualitas garam rakyat masih rendah.
”Hilang harapan kami ketika impor garam dibuka sampai 3,07 juta ton. Jika impor garam terus dilakukan, garam (rakyat) kami tidak akan dilirik lagi. Semakin sulit meyakinkan masyarakat untuk terus berproduksi. Ini soal keberpihakan (kepada rakyat),” katanya.
Awalnya, kami berharap stok garam bisa terserap pembeli pada akhir tahun lalu. Nyatanya tidak. Ketika musim hujan, terpal rusak, gudang rusak. Kami kewalahan.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, stok garam rakyat sampai dengan 9 Maret 2021 mencapai 723.000 ton. Pada 2020, produksi garam sebanyak 1,36 juta ton.
Adapun menurut data Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, kuota impor garam pada 2021 direncanakan 3,07 juta ton. Produksi garam rakyat tahun ini ditaksir 2,1 juta ton, sedangkan kebutuhan industri garam 4,67 juta ton.
Secara terpisah, Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi mengemukakan, pembahasan alokasi impor garam melibatkan rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga setiap akhir tahun di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Baca Juga: Stok Masih Berlimpah, Petani Garam di Karawang Kian Terpuruk
Impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman, khususnya yang digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong Industri, semula berdasarkan rekomendasi menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Kini, disempurnakan dengan mengacu pada neraca komoditas perikanan dan pergaraman yang disusun Menteri Kelautan dan Perikanan.
Persoalannya, lanjut Wahyu, harga impor garam jauh lebih murah dibandingkan dengan garam lokal dan bisa didapatkan dengan cara mudah. Dari hasil tinjauan ke Kebumen, Jawa Tengah, pada akhir pekan lalu, pihaknya menerima keluhan dari Bupati Kebumen bahwa pasar garam konsumsi diserbu garam dapur impor dari India yang dijual di pasar dengan murah atau banting harga.
”Kunci utama melindungi garam rakyat adalah mengontrol importasi agar tidak meluber sampai ke pasar domestik rakyat, merugikan dan mematikan garam rakyat,” katanya.
Wahyu menambahkan, KKP akan fokus pada peningkatan kualitas dan nilai tambah garam rakyat dari aspek hilirisasi, di antaranya bantuan pendampingan riset dan teknologi agar kualitas garam bisa menjawab kebutuhan industri. Upaya lain, pengolahan berupa pemurnian garam dengan mesin pencucian garam (washing plant) serta solusi memperpendek mata rantai penjualan garam, antara lain petani garam bisa menjual langsung produknya ke pasar secara dalam jaringan.
Kunci utama melindungi garam rakyat adalah mengontrol importasi agar tidak meluber sampai ke pasar domestik rakyat, merugikan dan mematikan garam rakyat.
Pada 2020, pemerintah membangun tujuh mesin pencuci garam, yakni di Karawang, Indramayu, Brebes, Pati, Bangkalan, Pasuruan, dan Gresik, dengan kapasitas masing-masing 6.000 ton per tahun. Tahun ini, pembangunan mesin pencucian garam direncanakan 1 unit berkapasitas 30.000 ton per tahun.
Pada akhir pekan lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mendorong peningkatan nilai tambah garam dalam bentuk garam kemasan dan pemanfaatan platform digital untuk menjual garam rakyat. Penjualan garam secara daring dinilai mempermudah penjual dan pembeli sehingga penyerapan garam yang diproduksi bisa lebih maksimal.
”Penjualan lewat daring itu sangat bagus. Kita harus dorong agar tidak ada tengkulak,” ujar Trenggono saat berkunjung ke Desa Tlogopragoto, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, melalui siaran pers.
Baca Juga: Stok Garam Jatim Melimpah 2,9 Juta Ton, Audit Ulang Stok Nasional
Penyerapan garam dinilai belum optimal karena hasil panen hanya dijual ke pabrik-pabrik untuk diolah lagi menjadi garam kemasan. Sementara pabrik juga memiliki keterbatasan dalam mengolah garam.
Sebelumnya, Deputi bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin mengatakan, impor garam tahun ini lebih banyak karena kebutuhan tahun berjalan dan kebutuhan stok tahun depan untuk menjaga kestabilan stok garam industri (Kompas, 12/3/2021).
Hingga kini, lahan produksi garam masih terbatas, yakni sekitar 21.000-22.000 hektar. Sementara produksi garam nasional cenderung fluktuatif karena bergantung pada faktor iklim. Di sisi lain, investasi industri yang membutuhkan bahan baku garam cenderung meningkat setiap tahun. Keterbatasan produksi dan kapasitas lahan garam nasional mendorong impor garam sebagai penyangga.