Investor mulai mencari aset yang memberikan imbal hasil lebih tinggi di tengah situasi suku bunga rendah.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren penurunan suku bunga deposito diprediksi membuat dana kelolaan reksa dana pasar uang akan merosot. Memasuki periode pemulihan ekonomi, pemilik reksa dana uang mulai mengalihkan dana ke aset lain yang semula dinilai lebih berisiko.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, nilai aktiva bersih (NAB) atau total dana kelolaan industri reksa dana per akhir Februari 2021 sebesar Rp 571,74 triliun. Jumlah ini menyusut sekitar 0,8 persen dibandingkan dengan NAB per akhir Januari 2021 yang sebesar Rp 572,2 triliun.
Secara rinci, penurunan jumlah paling dalam terjadi pada dana kelolaan reksa dana pasar uang, yakni 7,6 persen. Berikutnya, dana kelolaan reksa dana terproteksi turun 0,8 persen.
Sebaliknya, dana kelolaan reksa dana aset global justru tumbuh 13,4 persen dan dana kelolaan reksa dana sukuk tumbuh 8,9 persen. Adapun dana kelolaan reksa dana saham tumbuh 2,5 persen, pendapatan tetap tumbuh 2 persen, dan campuran tumbuh 1 persen.
Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai, dana kelolaan reksa dana pasar uang menyusut karena pindah ke kelas aset lain. Perpindahan dana itu dipicu tren penurunan suku bunga pada produk keuangan.
”Dana dari aset pasar uang pindah ke aset pendapatan tetap dan reksa dana saham. Hal ini sebenarnya wajar karena reksa dana pasar uang kerap dijadikan tempat parkir aman untuk dana investasi,” ujarnya, Kamis (11/3/2021).
Dana kelolaan saham tumbuh karena terdorong penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang otomatis menaikkan valuasi reksa dana saham.
Dana kelolaan reksa dana pasar uang menyusut karena pindah ke kelas aset lain.
Sementara reksa dana pendapatan tetap menarik bagi investor karena harganya sangat murah.
”Di tengah penurunan suku bunga, harga obligasi malah ikut turun, yang terlihat dari imbal hasil obligasi yang naik. Banyak yang memanfaatkan momentum untuk membeli saat sedang murah,” ujarnya.
Dalam konferensi pers virtual, Rabu, Direktur Mandiri Manajemen Investasi Endang Astharanti mengungkapkan, tahun ini reksa dana pasar uang masih akan tumbuh meskipun tidak sesignifikan tahun lalu. Sebab, tahun ini investor mulai kembali ke aset berisiko seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi.
Tahun ini, tambah Astharanti, reksa dana berbasis saham akan mendorong pertumbuhan dana kelolaan perusahaan. Sementara pertumbuhan dana kelolaan reksa dana pendapatan tetap diperkirakan tidak setinggi yang berbasis saham.
”Kelas aset yang naik cukup signifikan adalah reksa dana saham yang berbasis offshore. Hal ini didorong pasar global yang rally pada paruh kedua tahun lalu sehingga membuat investor mendiversifikasi portofolio mereka ke reksa dana saham,” katanya.
Tahun ini investor mulai kembali ke aset berisiko seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi.
Reksa dana pasar uang merupakan penopang pertumbuhan dana kelolaan Mandiri Manajemen Investasi tahun lalu. Di masa pandemi Covid-19, pasar beralih ke aset yang lebih konservatif, salah satunya reksa dana pasar uang.
Pertumbuhan NAB reksa dana pasar uang Mandiri Manajemen Investasi pada 2020 di atas 50 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan industri yang sekitar 36 persen. Pada 2020, Mandiri Manajemen Investasi menghimpun dana kelolaan reksa dana Rp 49,3 triliun.
Astharanti menyebutkan, tahun ini perusahaan menargetkan dana kelolaan yang dihimpun sebesar Rp 67,6 triliun.
Sementara itu, melalui keterangan tertulis, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Afifa mengatakan, dana kelolaan reksa dana tumbuh 66,2 persen menjadi Rp 49,4 triliun pada akhir Desember 2020. Pertumbuhan ini didorong tata kelola perusahaan yang baik, jaringan distribusi yang kuat, inovasi produk dan layanan, serta edukasi keuangan.