Hadapi Pandemi, Indonesia Pilih Jalan Tengah
Indonesia menempuh cara menjaga keseimbangan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Mengutamakan penanganan wabah atau fokus pada pemulihan ekonomi adalah pilihan yang sulit dilakukan. Pemerintah memastikan tetap menjaga keseimbangan penanganan wabah Covid-19 dan pemulihan ekonomi pada tahun ini.
Meski demikian, pemulihan ekonomi Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19 juga bergantung pada kondisi global.
Hal itu mengemuka dalam webinar ”Kebangkitan Ekonomi Pascapandemi” yang diselenggarakan PARA Syndicate, lembaga kajian kebijakan publik, Rabu (10/3/2021). Narasumber webinar adalah Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima, Rektor Unika Atma Jaya A Prasetyantoko, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Fransiscus Welirang, dan Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jemmy Kartiwa Sastraatmadja.
Menurut Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 Raden Pardede, yang menjadi pembicara kunci, Pemerintah Indonesia tengah belajar mengatasi pandemi Covid-19. Sebab, di era modern, Indonesia belum pernah mengalami krisis kesehatan. Beberapa negara yang pernah mengalami krisis kesehatan relatif lebih siap menghadapi pandemi Covid-19.
”Dalam menghadapi pandemi Covid-19, setiap negara punya cara masing-masing. Keseimbangan penanganan wabah dan pemulihan ekonomi adalah cara yang ditempuh Pemerintah Indonesia. Kita tidak bisa memilih salah satu. Ini adalah jalan tengahnya,” kata Raden.
Program pemulihan ekonomi terus digencarkan sambil melaksanakan program vaksinasi secara masif. Target vaksinasi oleh pemerintah diharapkan bisa rampung dalam 12 bulan. Sejalan dengan itu, program perlindungan sosial dan dukungan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tetap diberikan.
Keseimbangan penanganan wabah dan pemulihan ekonomi adalah cara yang ditempuh Pemerintah Indonesia.
Baca juga : Pertumbuhan Sektor Pertanian Berlanjut Tahun Ini
Pada 2020, perekonomian Indonesia terkontraksi 2,07 persen. Adapun tahun ini, pemerintah, dalam APBN 2021, menargetkan perekonomian tumbuh 5 persen.
Mengutip worldometers.info, total kasus Covid-19 di Indonesia per Rabu (10/3/2021) sebanyak 1.398.578 kasus, dengan kasus aktif sebanyak 144.213 kasus.
Aria Bima menyebutkan, anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional tahun ini sebesar Rp 699,43 triliun, yang difokuskan pada masalah kesehatan, perlindungan sosial, insentif usaha, serta pemberdayaan UMKM. Pemerintah juga mendorong BUMN menjadi penggerak penanganan pandemi Covid-19 dan menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi. Inovasi BUMN sangat diharapkan, setidaknya untuk menahan laju pengangguran.
”Apa kunci sukses negara lain menghadapi pandemi? Sebagai contoh, China. Apabila kita belajar dari China, faktor kuncinya adalah kepemimpinan yang kuat, pemulihan berfokus pada rakyat, memobilisasi seluruh pemangku kepentingan, seperti BUMN, swasta, organisasi masyarakat, dan tentara, serta kolaborasi antara provinsi yang makmur dan provinsi yang miskin. Semua bisa disinergikan oleh kepemimpinan yang kuat,” ujar Aria.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada Agustus 2020 ada 9,77 juta penganggur di Indonesia. Jumlah ini bertambah 2,67 juta orang dibandingkan dengan Agustus 2019.
Menurut data BPS, pandemi Covid-19 berdampak pada 29,12 juta penduduk usia kerja. Dari jumlah itu, sebanyak 2,56 juta orang menjadi penganggur.
Aria menambahkan, segmen UMKM paling terpukul dampak pandemi. Sebagian tak beroperasi, bahkan menghentikan karyawan. Ada juga UMKM yang kehabisan modal operasional.
Menurut Fransiskus Welirang, UMKM di Indonesia bisa dilibatkan lebih dalam, khususnya di sektor pangan. UMKM punya peluang besar pada rantai pangan dalam negeri. Ia mencontohkan, peran yang bisa diambil UMKM untuk meminimalkan kerugian pascapanen adalah melalui teknologi pengemasan dan penyimpanan.
”Untuk meminimalkan food losses dan food waste, UMKM dapat berperan dalam hal peningkatan kualitas dan keamanan pangan, serta peningkatan nilai tambah. Tentu ini harus berkolaborasi dengan industri besar,” katanya.
Inovasi BUMN sangat diharapkan demi, setidaknya, menahan laju pengangguran.
Baca juga : Transaksi Ekonomi Pulih, Pendapatan Komisi Bank Melejit
Digitalisasi industri
Sementara Prasetyantoko menekankan, pemerintah masih menjadi aktor penting dalam pemulihan ekonomi nasional, antara lain melalui kebijakan fiskal dan moneter. Salah satunya, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 3,5 persen. Namun, kebijakan penurunan suku bunga tersebut menjadi dilematis akibat pulihnya ekonomi negara maju lebih cepat.
”AS adalah salah satu negara yang pulih lebih cepat dan berpotensi menaikkan kembali suku bunga mereka. Dengan demikian, dampaknya di Indonesia adalah tak bisa lagi menahan rendah suku bunga yang ada karena mau tidak mau harus menyesuaikan,” kata Prasetyantoko.
Selain kebijakan fiskal dan moneter, lanjut Prasetyantoko, ada faktor lain yang belum banyak dioptimalkan, yaitu kebijakan industri. Arah industri di masa pandemi Covid-19 berkutat pada dua isu utama, yaitu pemanfaatan digitalisasi yang pesat dan industri berbasis ramah lingkungan. Pemulihan ekonomi di banyak negara saat ini telah berbasis green economy, sedangkan di Indonesia belum optimal.
Di sektor tekstil dan produk tekstil, menurut Jemmy, neraca perdagangan sejak 201 hingga 2020 masih surplus. Namun, pertumbuhan di sektor ini pada awal 2021 cenderung melambat lantaran kebijakan pembatasan jam operasi toko ritel. Sektor tekstil dan produk tekstil mempekerjakan 3,9 juta orang di seluruh Indonesia.
Baca juga : Stimulus dan Investasi Tekan PHK