Menteri KP: Semua Kebijakan Harus Ramah Lingkungan
Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah mengevaluasi peraturan yang mengizinkan kembali penggunaan alat tangkap cantrang. Ke depan, semua kebijakan di sektor tersebut akan mengarah kepada kerangka ramah lingkungan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah mengevaluasi peraturan yang mengizinkan kembali penggunaan alat tangkap cantrang. Sejak akhir 2020, nelayan tradisional di Natuna, Kepulauan Riau, dan Masalembu, Jawa Timur, berulang kali melakukan protes menolak legalisasi cantrang yang dinilai akan berdampak buruk terhadap kelestarian lingkungan.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono di Batam, Selasa (9/3/2021), mengatakan, pihaknya masih mengevaluasi Peraturan Menteri KP Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI dan Laut Lepas. Evaluasi itu khususnya dilakukan terhadap bagian yang mengizinkan kembali penggunaan cantrang.
”Semuanya akan mengarah kepada ramah lingkungan. Jadi, hal-hal yang merusak lingkungan akan kami hindari,” kata Wahyu seusai meresmikan Kapal Patroli Perikanan Hiu 16 dan Hiu 17 di Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Batam.
Permen KP No 59/2020 diterbitkan pada 18 November 2020 atau tujuh hari sebelum Edhy Prabowo menjadi tersangka kasus suap perizinan budidaya lobster oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Peraturan itu dibuat untuk merevisi Permen KP No 71/2016 yang melarang penggunaan cantrang, dogol, dan pukat hela dasar udang yang tergolong sebagai alat tangkap aktif.
Dalam Pasal 23 Ayat (4) Permen KP No 59/2020 disebutkan, kapal cantrang berukuran di atas 30 gros ton kembali diizinkan beroperasi di Jalur Penangkapan Ikan III WPP 712 Laut Jawa dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di WPP 711, Laut Natuna Utara, Kepri.
Hal itu kemudian memantik protes nelayan tradisional yang bermukim di sekitar Laut Natuna Utara, yakni Kepulauan Anambas dan Natuna. Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri menilai penggunaan cantrang akan memicu penangkapan ikan berlebih karena alat tangkap itu tidak selektif. Cantrang juga dinilai akan mengakibatkan kerusakan karang yang menjadi rumah ikan.
”Kapal cantrang ingin beroperasi di Laut Natuna karena wilayah tangkap mereka di Laut Jawa sudah overfishing, ikannya habis. Jika penggunaan cantrang dibiarkan di Laut Natuna, lama-lama perairan kami juga akan overfishing,” ujar Hendri.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mencatat, penolakan terhadap cantrang juga dilakukan oleh nelayan tradisional di Pulau Masalembu, Jawa Timur. Terakhir, pada 27 Februari lalu, mereka mengadakan pawai di laut untuk memprotes Permen KP No 59/2020. Sama seperti di Kepri, mereka juga tidak ingin kelestarian laut rusak karena cantrang.
Jika Wahyu memang serius mengarahkan semua kebijakan kepada kerangka ramah lingkungan, seharusnya ia dapat sekalian mencabut Permen KP No 59/2020. (Parid Ridwanuddin)
Adapun di Natuna, konlik antarnelayan pecah saat warga di Pulau Serasan menangkap satu kapal cantrang asal Pati, Jawa Tengah, pada 4 Desember 2020. Kapal cantrang itu baru dilepas setelah pemiliknya bersedia membayar ganti rugi sebesar Rp 60 juta. Penangkapan serupa hampir terulang saat 11 kapal cantrang dari Pati kembali terpantau beroperasi di perairan Pulau Serasan pada 27 Februari.
Menanggapi hal itu, Menteri Wahyu mengatakan, tiga dari 11 kapal cantrang tersebut sudah ditangkap PSDKP dua minggu lalu. ”Pengawasan kami, selain menjaga kekayaan laut, juga sekaligus menjaga penangkapan ikan yang izinnya tidak sesuai. Kalau izinnya di luar Natuna, tetapi mereka menangkap di sana, akan ditindak,” ucapnya.
Sebelumnya, dalam pertemuan bersama sejumlah perwakilan nelayan Kepri di Jakarta, Menteri Wahyu menegaskan Permen KP No 59/2020 belum diberlakukan karena masih dalam proses evaluasi. Oleh karena itu, kapal cantrang dari pantai utara Jawa sampai saat ini belum diberikan izin untuk beroperasi di Laut Natuna Utara.
Deputi Pengelolaan Pengetahuan Kiara, Parid Ridwanuddin, menilai, apabila Wahyu memang serius mengarahkan semua kebijakan kepada kerangka ramah lingkungan, seharusnya ia dapat sekalian mencabut Permen KP No 59/2020. Selain itu, Wahyu juga diharapkan mencabut Permen KP No 12/2020 tentang Pengelolaan Lobster yang mengizinkan ekspor benih lobster.