Swastanisasi perusahaan pelat merah dapat mendorong BUMN menjadi lebih sehat dan kompetitif. Namun, pelaksanaannya harus ekstra hati-hati agar tidak mengganggu sektor yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah memprivatisasi sejumlah perseroan yang memiliki pendapatan kecil perlu disikapi secara selektif dan saksama. Swastanisasi badan usaha milik negara jangan sampai menyentuh sektor-sektor strategis yang menyangkut kepentingan publik dan hajat hidup orang banyak.
Peneliti BUMN Research Group Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LMFEBUI), Toto Pranoto, Senin (8/3/2021), mengatakan, swastanisasi perusahaan pelat merah pada dasarnya dapat mendorong BUMN menjadi lebih sehat dan kompetitif. Namun, pelaksanaannya harus ekstra hati-hati agar tidak mengganggu sektor yang berkaitan dengan kepentingan publik.
”Langkah privatisasi ini tentu membutuhkan telaah yang lebih komprehensif dan saksama agar dampaknya pada jangka panjang tidak sampai merugikan kepentingan publik atau kepentingan nasional,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.
Swastanisasi perusahaan pelat merah pada dasarnya dapat mendorong BUMN menjadi lebih sehat dan kompetitif. Namun, pelaksanaannya harus ekstra hati-hati agar tidak mengganggu sektor yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Toto mencontohkan kasus pelepasan sebagian besar saham PT Indosat Tbk pada 2002 ke perusahaan Singapura yang berkembang menjadi sengketa karena dianggap sebagai industri yang relatif strategis.
Ada pula sejumlah pengalaman privatisasi BUMN di negara lain yang menunjukkan bahwa ketika sektor strategis yang penting bagi hajat hidup diambil alih oleh swasta, dampaknya dapat merugikan masyarakat. Itu karena swasta cenderung akan mengejar keuntungan, berbeda dengan BUMN yang juga bertanggung jawab melayani publik.
BUMN, lanjut Toto, harus tetap memegang sektor strategis yang berkaitan dengan kepentingan publik dan hajat hidup banyak orang. Kontribusi BUMN tidak hanya dilihat dari pendapatan atau keuntungannya, tetapi juga kewajibannya untuk melayani publik (public service obligation).
”Pelaksanaannya harus dilakukan dengan transparan, dengan tata kelola yang baik dan informasi yang terbuka ke publik. Kenapa perusahaan-perusahaan tertentu yang didivestasi, itu harus jelas parameternya,” katanya.
Toto menambahkan, jika dilakukan dengan hati-hati, perampingan dan divestasi BUMN akan membantu mendorong tata kelola yang lebih bersih. Sebab, mayoritas BUMN sebenarnya saat ini dalam kondisi pareto. Dari ratusan BUMN yang ada, hanya 20-25 perseroan yang sebenarnya berkontribusi besar dari sisi pendapatan ataupun aset.
Kajian LMFEBUI menunjukkan, dari total keseluruhan pendapatan BUMN pada 2019 sebesar Rp 2.456 triliun, sebanyak 78 persen atau Rp 1.913 triliun disumbangkan oleh 20 perusahaan BUMN teratas. Sementara dari total keseluruhan aset BUMN sebesar Rp 8.739 triliun, sebanyak 86 persen atau Rp 7.542 triliun disumbangkan oleh 20 perusahaan BUMN teratas.
”Mengingat kondisi pareto itu, pemerintah memang harus merampingkan sejumlah BUMN agar pengawasan dan pemonitoran terhadap tiap perseroan bisa lebih baik,” katanya.
Garda terdepan
Sementara Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pemerintah saat ini sedang menyiapkan rencana swastanisasi perusahaan pelat merah yang pendapatannya di bawah Rp 50 miliar. Namun, rencana itu masih dalam tahap persiapan karena harus dibicarakan dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Rencana tersebut masih sejalan dengan rencana pemerintah melakukan restrukturisasi dan perampingan BUMN. Sejauh ini, pemerintah sudah memangkas jumlahnya dari 142 BUMN menjadi 41 BUMN.
Pemerintah saat ini sedang menyiapkan rencana swastanisasi perusahaan pelat merah yang pendapatannya di bawah Rp 50 miliar.
Terkait rencana swastanisasi itu, Erick mencontohkan perusahaan air minum atau perusahaan pemasok aspal untuk kontraktor BUMN.
”Perusahaan yang revenue-nya kecil lebih baik dijadikan saja sektor swasta, karena itu sudah ada pasar yang jelas, nilai transaksi yang jelas. Tinggal dari segi payung hukum saja disiapkan. Ini supaya BUMN bisa menjadi garda terdepan yang bersaing dengan asing. Untuk apa BUMN mengurusi yang kecil-kecil. BUMN itu terjun di usaha yang besar,” ujar Erick.
Menanggapi rencana privatisasi BUMN, Direktur Keuangan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Donny Arsal mengatakan, untuk sementara ini, swastanisasi dan merger anak usaha akan sulit dilakukan untuk Jasa Marga dan anak usahanya. Pasalnya, tiap anak usaha pengelola jalan tol sudah terikat dengan konsesi tiap ruas jalan tol.
”Sebetulnya kita tidak akan melakukan restrukturisasi karena sesuai dengan aturan undang-undang, satu konsesi jalan tol itu dikelola oleh satu entitas legal, jadi ini sudah spesifik. Setiap anak usaha itu melekat ke konsesinya masing-masing,” ucap Donny.