Efisiensi pelabuhan menjadi salah satu kunci utama dan berperan penting dalam menurunkan biaya logistik. Biaya logistik di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Efisiensi di pelabuhan, termasuk dalam proses pemanduan dan penundaan kapal, berperan penting dalam menurunkan biaya logistik. Biaya proses tersebut di pelabuhan Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan di pelabuhan negara-negara Asia Tenggara.
Berdasarkan data Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pemilik Pelayaran Indonesia (INSA), biaya pandu dan tunda kapal berukuran 17.068 tonase kotor (gross registered tonnage/GRT) dari saat kapal masuk hingga keluar pelabuhan di Indonesia mencapai 4.707 dollar AS. Rinciannya, biaya pandu 901 dollar AS dan biaya tunda 3.806 dollar AS.
Sebagai perbandingan, biaya pandu dan tunda kapal berukuran sama di pelabuhan Singapura 2.141 dollar AS dan di pelabuhan Manila (Filipina) 2.370 dollar AS. Adapun biaya proses tersebut di Pelabuhan Laem Chabang, Thailand, 1.953 dollar AS dan di Pelabuhan Ho Chi Minh, Vietnam, 3.103 dollar AS.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Gunung Hutapea mengatakan, biaya logistik di Indonesia masih cukup tinggi. Porsinya sekitar 23 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional.
”Biaya logistik di Indonesia ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan di Malaysia yang hanya sekitar 13 persen,” kata Gunung pada seminar dalam jaringan bertema ”Upaya Menurunkan Biaya Logistik dari Sisi Pandu Tunda” di Jakarta, Selasa (9/3/2021).
Menurut Gunung, persoalan biaya logistik di Indonesia yang tinggi harus segera diselesaikan, terutama pada masa pandemi Covid-19. Efisiensi pelabuhan menjadi salah satu kunci utama dan berperan penting dalam menurunkan biaya logistik. Percepatan layanan di pelabuhan, termasuk layanan pandu tunda, diperlukan untuk menurunkan biaya logistik.
”Pelaksanaan jasa pemanduan dan penundaan mesti mendapat perhatian karena merupakan pemberian jasa pelayanan pertama dan terakhir bagi kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan,” kata Gunung.
Biaya logistik di Indonesia masih cukup tinggi. Porsinya sekitar 23 persen dari produk domestik bruto nasional.
Pemanduan dan penundaan berkaitan dengan kegiatan pandu membantu nakhoda melalui pemberian saran dan informasi tentang kondisi perairan, pelabuhan, dan alur pelayaran setempat. Tujuannya, menavigasi pelayaran yang aman dan lancar untuk keselamatan kapal dan lingkungan.
Ruang lingkup kegiatan pemanduan juga mencakup jasa penundaan, yakni mendorong, menarik, menggandeng, mengawal, dan membantu kapal berolah gerak.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kemenhub Umar Aris menyampaikan, secara normatif, pemanduan dan penundaan berada pada rezim keselamatan. ”Tidak ada kompromi. Berapa pun, asal untuk keselamatan, (proses pemanduan dan penundaan) ini harus dibiayai,” katanya.
Meski demikian, muncul tantangan untuk mengkaji efisiensi proses pemanduan dan penundaan. Komponen-komponen seperti waktu tunggu, peralatan, dan sumber daya manusia perlu diidentifikasi dan diinventarisasi untuk mengetahui hal tersebut.
Presiden Indonesian Maritime Pilots Association (Inampa) Pasoroan Herman Harianja mengatakan, persoalan pemanduan dan penundaan berkaitan dengan keamanan dan keselamatan pelayaran. Regulasi internasional dan nasional mengatur proses ini.
Selain itu, kegiatan ini berkaitan dengan aspek orang, infrastruktur, suprastruktur, peralatan, sistem, dan unit pendukung. ”Ketika pemanduan dan penundaan diserahkan kepada BUP (Badan Usaha Pelabuhan) atau entitas bisnis, yang berlaku adalah untung rugi. Namun, saya juga tidak setuju kalau kemudian diartikan bahwa pelabuhan harus menaikkan tarif setinggi-tingginya,” ujar Pasoroan.
Tepat waktu
Deputy General Manager Pelayanan Kapal Pelabuhan Cabang Tanjung Priok Kapten Teddy Gunawan menekankan, pihaknya harus selalu menjaga kinerja pandu agar memberikan pelayanan tepat waktu. Hal ini ditempuh dengan menjaga waktu tunggu sesuai target otoritas pelabuhan maupun PT Pelindo II (Persero).
Menurut Teddy, upaya ini adalah salah satu kiat mengefisienkan biaya bagi kegiatan kapal di pelabuhan. Langkah berikutnya, menyediakan sumber daya manusia pemanduan yang memenuhi kualifikasi persyaratan sehingga dapat melaksanakan tugas pemanduan secara selamat, efektif, dan efisien.
Langkah ini, lanjut Teddy, ditunjang sarana dan prasarana pemanduan yang sesuai tren kunjungan kapal dan kebutuhan pengguna jasa. Terakhir adalah penerapan Marine Operating System (MOS), yakni layanan yang mendukung efisiensi dan efektivitas operasional pemanduan dan penundaan. Layanan memiliki fasilitas pendukung untuk perencanaan, penjadwalan, pencatatan, serta permintaan dan eksekusi kerja melalui peranti bergerak.
Langkah berikutnya adalah menyediakan sumber daya manusia pemanduan yang memenuhi kualifikasi persyaratan sehingga dapat melaksanakan tugas pemanduan secara selamat, efektif, dan efisien.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Maritim dan Kepelabuhanan DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Harry Sutanto menyebutkan, filosofi penyusunan tarif mencakup berbagai aspek, yakni kepentingan pelayanan umum serta kepentingan kelancaran dan kesinambungan pelayanan. ”Filosofi berikutnya adalah peningkatan mutu layanan, pengembalian investasi, dan pengembangan usaha,” kata Harry.