Penggarapan pasar ekspor membutuhkan kolaborasi dan gerak cepat semua pihak. Peran diaspora mesti dioptimalkan untuk mengenalkan dan menjual produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) domestik di pasar luar negeri.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Diaspora atau para perantau asal Indonesia di sejumlah negara dinilai berpotensi mendukung ekspor produk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Mereka dapat berperan, antara lain, dalam mengenalkan dan menjual produk buatan Indonesia di pasar negara setempat.
Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang juga Kepala Sekolah Ekspor Handito Joewono menuturkan, dulu pembicaraan terkait ekspor selalu dikaitkan dengan hubungan bisnis ke bisnis antara eksportir besar antarnegara. Produk yang diekspor pun melalui jalur-jalur distribusi sebelum sampai ke konsumen.
”Saat ini mulai ada pergeseran di konsumen seluruh dunia. Teknologi digital membuka pola konsumer ke konsumer, jadi enggak lewat perantara lagi,” kata Handito ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (7/3/2021).
Terkait hal tersebut, menurut Handito, perlu dibuka ruang seluas-luasnya bagi para produsen—termasuk UKM—Indonesia untuk menjual langsung produknya kepada konsumen di luar negeri. Diaspora dalam hal ini berperan penting, semisal bertindak sebagai penjual kembali produk Indonesia.
”Diaspora haruslah menempatkan diri dan ditempatkan sebagai reseller produk Indonesia. Mereka dapat menjual ke teman-temannya di pasar sana dengan memanfaatkan marketplace lokal. Inilah yang sekarang menjadi tren,” kata Handito.
Pada pertengahan Februari 2021 lalu dicanangkan kolaborasi sejumlah pihak untuk mengakselerasi pencetakan 500.000 eksportir baru Indonesia tahun 2030. Dalam kerangka tersebut, sebanyak 100.000 eksportir di antaranya digadang dari diaspora.
Sekolah Ekspor pun sedang menyiapkan pembekalan untuk ekspor melalui marketplace. ”Kami menargetkan sampai Agustus 2021 nanti ada 1.000 UKM yang on-boarding di marketplace internasional, yakni marketplace yang produk di dalamnya bisa dibeli oleh konsumen di luar negeri,” kata Handito.
Sebelumnya, Duta Besar Indonesia untuk Republik Korea Umar Hadi mengatakan, pelaku UMKM di Indonesia dapat bermitra dengan pelaku usaha Indonesia yang ada di Korea Selatan. Jalinan hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk memasarkan produk Indonesia di Korea Selatan.
”Pada tahun 2019 kami membentuk Apinkor atau Asosiasi Pengusaha Indonesia di Korea,” kata Umar pada seminar dalam jaringan bertema ”Export Revolution: Goodbye Ekspor Konvensional, Langkah Strategis Menduniakan Produk UMKM Indonesia”, Kamis (4/3/2021), yang digelar Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (Kopitu).
Umar menuturkan, terbuka kemungkinan bagi Kopitu dan Apinkor untuk membangun semacam kemitraan strategis. ”Anggota Kopitu punya produk yang diproduksi di Indonesia dan ada pengusaha Indonesia di Korea yang bisa memasarkan produk tersebut di sini,” kata Umar.
Di Korea Selatan ada sekitar 800 orang Indonesia yang menikah dengan orang Korea. Usaha mereka beragam, termasuk membuka warung atau restoran Indonesia yang jumlahnya mencapai puluhan unit.
Ada pula orang Indonesia yang menikah dengan orang Korea dan kemudian menjadi importir barang-barang konsumsi dari Indonesia. Barang-barang konsumsi tersebut untuk memasok masjid-masjid Indonesia.
”Sebagai informasi, di seluruh penjuru Korea Selatan ini ada 60 lebih masjid Indonesia. Masjid-masjid ini didirikan para pekerja migran. Di setiap masjid pasti ada koperasi yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari, mulai makanan, minuman, hingga obat-obatan,” kata Umar.
Ketua Umum Kopitu Yoyok Pitoyo mengatakan, kinerja ekspor Indonesia kalah dari beberapa negara tetangga di Asia Tenggara. ”Hasil intelijen pemasaran Kopitu memperlihatkan beberapa negara kompetitor sudah gercep (bergerak cepat) memenetrasi pasar, seperti membuka restoran dan toko di negara yang sudah punya pasar, yakni diasporanya,” katanya.
Sementara itu, menurut Yoyok, Indonesia masih menggunakan paradigma lama. ”Para UMKM diarahkan untuk ekspor tetapi melalui sistem konvensional dengan tahapan-tahapan yang rumit,” katanya.
Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi, Minggu (7/3/2021), mengatakan, pembenahan rantai pasok dari hulu hingga hilir diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk UMKM. Kolaborasi pelaku usaha di sentra UMKM dibutuhkan untuk meningkatkan skala ekonomi produksi.
Penyedia jasa logistik juga mesti mengefisienkan proses penanganan logistik. ”Rantai pasok beberapa komoditas yang panjang harus diperpendek,” kata Setijadi.