Data usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM yang akurat diperlukan agar intervensi bagi segmen usaha ini di masa pandemi Covid-19 lebih cepat dan tepat.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Bayangkan 63 juta lebih orang yang pada saat bersamaan menuntut diberi pekerjaan. Tidak terbayang kesulitan yang dihadapi untuk memenuhi keinginan mereka. Apalagi, ketika kondisi perekonomian sedang tidak bagus seperti sekarang.
Pada titik ini, apresiasi pantas diberikan kepada pelaku 63,8 juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Mereka berupaya mencari rezeki dengan membuka usaha secara mandiri. Selain berperan menyerap sekitar 97 persen dari total pekerja, UMKM juga menyumbang hingga 57 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Para pelaku UMKM membela negeri ini di medan ekonomi. Siapakah sebenarnya para patriot ekonomi ini? Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM memberi kriteria tiap segmen usaha tersebut. Kriteria segmen usaha mikro, antara lain, memiliki omzet maksimal Rp 300 juta. Adapun omzet usaha kecil Rp 300 juta-Rp 2,5 miliar dan usaha menengah Rp 2,5 miliar-Rp 50 miliar.
Menggunakan kriteria ini, diperoleh data umum jumlah usaha mikro di Indonesia sebanyak 63.350.222 unit (96,68 persen), usaha kecil 783.132 unit (1,22 persen), dan usaha menengah 60.702 unit (0,09 persen). Di luar ketiga segmen tersebut, yakni 5.500 unit usaha (0,01 persen), masuk kategori usaha besar dengan omzet di atas Rp 50 miliar.
Para pelaku UMKM membela negeri ini di medan ekonomi.
Belakangan, sebagai turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021. PP ini mengatur tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.
Berdasarkan PP 7/2021 itu, kriteria omzet usaha mikro diubah menjadi maksimal Rp 2 miliar, usaha kecil beromzet Rp 2 miliar-Rp 15 miliar, dan usaha menengah Rp 15 miliar-Rp 50 miliar. Konfigurasi UMKM berubah.
Mengacu kriteria terbaru, usaha mikro menjadi 63.955.369 unit (99,62 persen). Sementara usaha kecil menjadi 193.959 unit (0,30 persen) dan usaha menengah 44.728 unit (0,07 persen).
Meski demikian, data tersebut merupakan data umum UMKM pada 2018. Selain belum dimutakhirkan, data itu juga belum dilengkapi detail nama dan alamat pelaku usaha di tiap segmen.
Pandemi Covid-19 dalam setahun terakhir memberi banyak pelajaran berharga, salah satunya perihal ketersediaan data yang akurat dan selalu diperbarui. Keberadaan data penting untuk mengintervensi atau membantu UMKM.
Salah satu buktinya, upaya membantu sektor usaha mikro yang terkena dampak pandemi—berupa hibah produktif—terkendala data nama dan alamat penerima yang tidak lengkap. Perlu waktu dan pendekatan untuk memperoleh data nama dan alamat calon penerima yang akan diberi Bantuan Presiden produktif usaha mikro pada 2020.
Ketersediaan data yang akurat sangat penting, terutama pada saat krisis yang memerlukan penanganan cepat dan tepat. Pemanfaatan waktu emas yang berharga dalam setiap krisis dioptimalkan untuk menyelamatkan pihak terdampak.
Ketersediaan data yang akurat sangat penting, terutama pada saat krisis yang memerlukan penanganan cepat dan tepat.
Berbeda dengan krisis moneter dan krisis keuangan sebelumnya, pada krisis akibat pandemi Covid-19 kali ini UMKM menjadi sektor yang paling terdampak. Dukungan yang tepat dan cepat bagi UMKM yang menanggung dampak pandemi diberikan dengan menimbang jumlah, kontribusi, dan tekanan yang mereka hadapi.
Kerap disebutkan, di tengah tekanan akibat pandemi Covid-19, pemulihan UMKM menjadi kunci pemulihan ekonomi nasional. Alhasil, daya tahan UMKM mesti ditopang karena akan menentukan ketahanan ekonomi negeri ini dalam melintasi pandemi. Data menjadi faktor penting dan utama untuk menopang daya tahan. (C Anto Saptowalyono)