BUMN Tak Cukup Hanya Bertahan
BUMN penerima suntikan dana negara tak cukup hanya bertahan. BUMN harus berperan memulihkan ekonomi. Model bisnis baru BUMN di tiga sektor utama digulirkan.
JAKARTA, KOMPAS — Suntikan dana pemerintah dapat membantu badan usaha milik negara bertahan saat pandemi. Namun, tak cukup hanya bertahan, perseroan juga harus menjalankan kewajiban pelayanan publik dengan baik untuk mendorong pemulihan ekonomi di tengah badai resesi.
Pemerintah saat ini sedang merampingkan badan usaha milik negara (BUMN) untuk merestrukturisasi dan memangkas perusahaan yang kontribusinya tidak signifikan, baik secara profit maupun peran sosialnya, bagi publik. Langkah ini dinilai tepat.
Peneliti BUMN Research Group Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LMFEUI), Toto Pranoto, Kamis (4/3/2021), mengatakan, idealnya, pengelolaan BUMN dievaluasi berdasarkan pemetaan portofolio, yakni parameter profit, seperti pendapatan dan aset, serta nilai pelayanan publiknya. Langkah itu tampak mulai ditempuh pemerintah lewat perampingan BUMN dan pembentukan perusahaan induk (holding).
Dari 142 BUMN, pemerintah telah merampingkan jumlah BUMN menjadi 41 perseroan. Jumlah kluster BUMN yang awalnya sebanyak 27 dikurangi menjadi 12 kluster.
Menurut Toto, jumlah BUMN yang lebih sedikit akan mempermudah kontrol dan supervisi serta mendorong tata kelola yang lebih baik. ”Idealnya, ke depan kita bisa mendapatkan BUMN yang positif dari segi profit ataupun dari segi kewajiban pelayanan publiknya, apalagi di tengah pandemi seperti ini,” katanya dalam diskusi daring ”Prospek BUMN 2021 sebagai Lokomotif Pemulihan Ekonomi Nasional” di Jakarta.
Idealnya, ke depan kita bisa mendapatkan BUMN yang positif dari segi profit ataupun dari segi kewajiban pelayanan publiknya, apalagi di tengah pandemi seperti ini.
Riset kajian LMFEUI menunjukkan, kontribusi BUMN pada produk domestik bruto (PDB) sebelum pandemi sebenarnya cukup signifikan. Pada 2019, total aset seluruh BUMN berkontribusi sebesar 55,2 persen terhadap PDB yang sebesar Rp 15.834 triliun.
Sementara total ekuitas BUMN berkontribusi 16,8 persen terhadap PDB dan total pendapatan BUMN menyumbang 15,5 persen terhadap PDB. Kontribusi BUMN yang lebih kecil tampak dari segi laba bersih dan pembelanjaan modal, yang masing-masing hanya menyumbang sebesar 1 persen dan 2,3 persen terhadap PDB.
Kondisi pareto
Meski demikian, lanjut Toto, kontribusi itu hanya disumbangkan segelintir BUMN. BUMN sebenarnya ada dalam kondisi pareto. Artinya, dari ratusan BUMN yang ada, hanya 20-25 perseroan yang memberikan kontribusi besar dari sisi pendapatan maupun aset.
Dari total keseluruhan pendapatan BUMN sebesar Rp 2.456 triliun, sebanyak 78 persen atau Rp 1.913 triliun disumbangkan oleh 20 perusahaan BUMN teratas. Sementara, dari total keseluruhan aset BUMN sebesar Rp 8.739 triliun, sebanyak 86 persen atau Rp 7.542 triliun disumbangkan oleh 20 perusahaan BUMN teratas.
”Ini menunjukkan, sebenarnya masih banyak BUMN yang belum beroperasi secara optimal. Sebagian BUMN yang sudah optimal dan berkontribusi itu umumnya statusnya sudah perusahaan terbuka/Tbk (listed company),” katanya.
Baca Juga: Menanti Gerak Masif BUMN
Toto berharap upaya restrukturisasi dan perampingan BUMN bisa memperkuat postur daya saing BUMN. Jumlah perseroan yang berperan secara sosial dan menguntungkan keuangan negara harus ditingkatkan. Sementara BUMN dengan kondisi keuangan internal tidak sehat dan minim kontribusi publik sebaiknya direstrukturisasi.
Tak dimungkiri, selama pandemi, kinerja perseroan ikut terdampak. Proyeksi LMFEUI, pendapatan 20 BUMN teratas turun dari Rp 1.913 triliun pada 2019 menjadi Rp 1.847 triliun pada 2020. Dampak terbesar ada pada posisi laba bersih yang turun lebih tajam dari pendapatan, yakni dari Rp 128 triliun pada 2019 menjadi Rp 96 triliun pada 2020.
Toto menilai, meski dukungan dana dari pemerintah dibutuhkan untuk mendukung keberadaan BUMN saat pandemi, BUMN tidak cukup hanya dinilai dari aspek profit saja, tetapi juga harus menjalankan kewajiban pelayanan publiknya dengan baik.
”Oleh karena itu, perlu ada supervisi terhadap pelaksanaan penggunaan modal kerja dan dana penyertaan modal negara (PMN) dengan baik,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah telah memberikan dukungan dana kepada 11 BUMN pada APBN 2020 dalam bentuk dana talangan dan PMN. Pada APBN 2021, pemerintah kembali menyuntikkan dana talangan, PMN, dan penambahan PMN, ke 10 BUMN. Beberapa perseroan mendapat sokongan dana untuk dua tahun berturut-turut, seperti PT PLN (Persero), PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau ITDC, dan PT Hutama Karya (Persero).
Baca Juga: Pelapor dan Saksi Kasus Korupsi Kerap Dikucilkan hingga Diancam
Tiga sektor prioritas
Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury menuturkan, BUMN memiliki peran strategis dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi di tengah pandemi. Namun, bukan hanya memulihkan perekonomian dalam jangka pendek, BUMN juga diharapkan mampu mengembangkan model bisnis baru untuk pengembangan kegiatan ekonomi secara jangka menengah dan panjang.
Ada tiga sektor utama yang menjadi prioritas pemerintah, yakni energi, pangan, dan kesehatan. ”Kami berharap momentum ini benar-benar bisa dimanfaatkan, bukan hanya untuk pulih, melainkan juga menata ulang sektor-sektor primer supaya lebih mandiri. Belakangan ini kita rasakan ketahanan pangan, energi, dan kesehatan itu modal yang sangat penting bagi negara besar seperti Indonesia,” tuturnya.
BUMN juga diharapkan mampu mengembangkan model bisnis baru untuk pengembangan kegiatan ekonomi secara jangka menengah dan panjang. Ada tiga sektor utama yang menjadi prioritas pemerintah, yakni energi, pangan, dan kesehatan.
Pahala mencontohkan, dari sektor energi, pemerintah sedang mengembangkan konsorsium industri baterai kendaraan listrik (Indonesia Battery Corporation/Industri Baterai Indonesia), yang akan melibatkan beberapa perusahaan, seperti PT Inalum (Persero), PT Antam Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Diharapkan, holding itu akan mengembangkan investasi yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
”Dengan demikian, kita memiliki industri baterai yang terintegrasi. Ini menjadi masa depan sektor energi dan terbarukan. Kita tidak hanya punya pasarnya, tetapi juga sumber daya alam yang dibutuhkan untuk produksi,” kata Pahala.
Di bidang kesehatan, pemerintah juga membentuk holding BUMN farmasi. Saat pandemi ini, perseroan farmasi serta rumah sakit dan laboratorium BUMN memainkan peranan penting dalam menjalankan program vaksinasi serta upaya tes dan lacak (testing-tracing). Pemerintah juga telah membentuk holding BUMN pangan, yang akan dipimpin oleh PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero).
Baca Juga: BUMN Karya Ekspansif pada 2021, Pasar Luar Negeri Dijajaki
Sementara dalam webinar ”75 Tahun PLN Menerangi Negeri”, Kamis, PLN berkomitmen meningkatkan rasio elektrifikasi nasional hingga 100 persen. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menyatakan, tantangan yang dihadapi untuk menjangkau 1 persen populasi Indonesia yang belum terlistriki berat.
”Mereka berada di wilayah-wilayah yang tidak terjangkau jaringan PLN dan tidak tersedia sumber energi primer. Diperlukan daya juang luar biasa untuk melistriki wilayah dengan kondisi semacam itu,” ujarnya.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulyana menambahkan, tak mudah mengalirkan listrik ke seluruh wilayah terpencil hingga rasio elektrifikasi terealisasi 100 persen. Kendati target itu tercapai, tantangan berikutnya adalah pasokan listrik itu andal tersedia 24 jam.