Keberadaan LPI Diharapkan Jawab Problem Pembiayaan
Kolaborasi yang diwadahi Lembaga Pengelola Investasi diharapkan dapat menjawab problem keterbatasan anggaran pembiayaan infrastruktur. Kebutuhan anggaran 2020-2024 diperkirakan mencapai Rp 6.445 triliun.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterbatasan anggaran pemerintah menjadi salah satu tantangan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Alternatif pembiayaan dan kolaborasi yang diwadahi Lembaga Pengelola Investasi atau LPI diharapkan dapat menjawab permasalahan tersebut.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, kebutuhan pembiayaan infrastruktur di Indonesia untuk jangka waktu 2020-2024 mencapai Rp 6.445 triliun. Berbagai sumber pembiayaan diharapkan dapat dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Pembiayaan dari pemerintah diperkirakan Rp 2.385 triliun atau 37 persen dari total kebutuhan. Sementara pembiayaan dari pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD Rp 1.353 triliun atau 21 persen.
”Pembiayaan terbesar, yakni 42 persen, untuk membangun infrastruktur berasal dari sektor swasta dalam negeri ataupun luar negeri. Nilainya Rp 2.707 triliun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam webinar bertema Potensi Sovereign Wealth Fund dalam Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Indonesia, Rabu (3/3/2021).
Sri Mulyani menuturkan, pembentukan LPI merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan daya tarik ekonomi Indonesia. Upaya itu juga memberikan pilihan kepada para investor untuk berinvestasi.
”Para investor bisa berinvestasi melalui saham, surat berharga, atau melakukan investasi melalui BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal),” katanya.
Para investor juga dapat berkolaborasi atau bermitra dengan mitra lokal. Pembentukan LPI merupakan salah satu upaya pemerintah mendiversifikasi instrumen investasi. LPI diharapkan melengkapi kemampuan pemerintah untuk berkolaborasi di bidang penanaman modal dalam bentuk ekuitas atau non-utang.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menambahkan, pembentukan LPI adalah suatu langkah yang kreatif. ”LPI ini mengawinkan dana lokal Rp 75 triliun untuk menarik dana Rp 200 triliun lebih,” katanya.
Bagi investor asing, menurut Budi Karya, LPI akan memberikan kepastian. LPI juga dapat mencegah asimetri informasi yang dapat berdampak pada mahalnya biaya transaksi dalam berinvestasi di Indonesia.
Pembentukan LPI melengkapi kemampuan pemerintah untuk berkolaborasi di bidang penanaman modal.
Menurut Budi Karya, dibutuhkan waktu dan upaya besar untuk mendapatkan kepercayaan asing melalui kunjungan ke luar negeri dan sebagainya. ”Dengan adanya INA (Indonesia Investment Authority/LPI) ini, saya pikir, ada langkah strategis mengumpulkan dana. Dan, (dana) ini bisa disebar untuk menstimulasi kegiatan-kegiatan di Indonesia,” ujarnya.
Pembangunan infrastruktur, kata Budi, tetap menjadi prioritas pemerintah seperti tertuang dalam rencana pembangunan jangka 2020-2024. Saat ini sejumlah proyek strategis nasional terancam tertunda akibat pandemi Covid-19.
Kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur mesti tepat waktu, tetapi kini dihadapkan pada kapasitas finansial pemerintah dan BUMN yang kian terbatas karena pandemi. ”Maka, inilah yang menjadi alasan atau urgensi pembentukan INA. Sumber pembiayaan alternatif dibutuhkan,” kata Budi Karya.
Direktur Investasi LPI Stefanus Ade Hadiwidjaja menuturkan, ada beberapa sektor investasi yang akan dievaluasi LPI dalam jangka pendek dan menengah. ”Salah satu fokus, sektor yang paling penting, adalah infrastruktur. Sektor ini membutuhkan belanja modal besar dan memiliki dampak besar berganda,” katanya.
Ade menuturkan, sektor infrastruktur ini mencakup jalan tol, bandar udara, dan pelabuhan laut. Selain itu, ada pula sektor infrastruktur digital, seperti pusat data, serat optik, dan menara telekomunikasi. Berikutnya adalah sektor logistik. Di lapis kedua, ada sektor pelayanan kesehatan, energi terbarukan, dan pengelolaan sampah.
Senior Infrastructure Finance Specialist, Infrastructure Finance, PPP, and Guarantees Practice World Bank Group Jeffrey John Delmon mengatakan, ada beberapa aspek yang mesti diperhatikan terkait pengelolaan dana investasi strategis.
Kajian awal dan studi kelayakan bernilai penting untuk memahami hambatan atau kesenjangan pembiayaan jangka panjang. Keterbatasan anggaran pemerintah merupakan salah satu tantangan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Alternatif pembiayaan dan kolaborasi yang diwadahi dalam LPI diharapkan dapat ikut menjawab permasalahan tersebut.
Sementara itu, Widyaiswara Ahli Utama Kementerian Perhubungan Umiyatun Hayati Triastuti menuturkan, tantangan pembiayaan infrastruktur berkaitan dengan karakteristiknya yang padat modal, berdurasi jangka panjang, dan berisiko tinggi.