Meski Pandemi Covid-19, Industri Ini Tetap Bersemi
Berseminya sejumlah industri di tengah ancaman resesi akibat pandemi merupakan berkah terselubung atau blessing in disguise. Potensi itu harus dioptimalkan untuk memulihkan produktivitas dan kebangkitan ekonomi nasional.
Di balik kontraksi tinggi kinerja dunia industri sebagai implikasi pandemi Covid-19 yang menyelimuti setahun belakangan ini, terdapat sektor usaha yang tumbuh signifikan. Meski tak bermekaran, mereka tetap bersemi dan menebarkan semangat kebangkitan dari resesi ekonomi.
Industri yang mencatatkan pertumbuhan signifikan tersebut, antara lain, produsen bata ringan. Direktur Komersial PT Superior Prima Sukses Henrianto, salah satu produsen bata ringan di Jatim, mengatakan kinerja perusahaannya tumbuh 9 persen sepanjang 2020. SPS merupakan produsen bata ringan merek Blesscon.
”Sempat khawatir di kuartal pertama karena ada pandemi Covid-19. Namun, terus berupaya lebih keras menjaga performa produksi dan serapan pasar demi agar bisnis tetap tumbuh,” ujar Henrianto, Minggu (28/2/2021).
Kekhawatiran itu cukup berasalasan karena kondisi ekonomi secara makro terkontraksi sangat dalam di berbagai bidang usaha. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07 persen (c-to-c) dibandingkan tahun sebelumnya. Dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan sebesar 15,04 persen.
Baca juga: Dampak Ekonomi Covid-19
Sementara itu, dari sisi pengeluaran, hampir semua komponen terkontraksi. Namun, komponen ekspor barang dan jasa menjadi komponen dengan kontraksi terdalam sebesar 7,07 persen. Adapun impor barang dan jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar 14,71 persen.
Henrianto mengatakan, agar bisa tetap bertumbuh positif, upaya mempertahankan kualitas produk saja tidak cukup. Kualitas produk itu harus terus ditingkatkan. Upaya tersebut juga dibarengi dengan mempertahankan performa produksi secara optimal.
”Tak kalah penting, perusahaan harus meningkatkan level layanan dan memperluas jaringan distribusi untuk menjangkau segmen pasar yang lebih besar,” kata Henrianto.
Sasaran pasar yang lebih besar dengan lingkup yang lebih luas diperlukan untuk menciptakan keseimbangan market baru. Itu terjadi karena industri properti dan konstruksi mengalami pukulan berat akibat sejumlah proyek pemerintah dan swasta banyak tertunda.
Tak kalah penting, perusahaan harus meningkatkan level layanan dan memperluas jaringan distribusi untuk menjangkau segmen pasar yang lebih besar. (Henrianto)
Agar kinerja penyerapan pasar terus terjaga, produsen baja ringan fokus menggarap end user atau pengguna ritel. Untuk mendekati segmen pasar ini, perusahaan berusaha memastikan ketersediaan produk di setiap lini distribusi seperti toko bangunan. Pengiriman cepat ke konsumen juga menjadi strategi menaikkan level layanan.
Baca juga: Pemerataan Ekonomi Tertahan Pandemi Covid-19
Henrianto mengatakan, buah dari usahanya itu, bata ringan produksi pabrik Blesscon di Jatim sebanyak 1,1 juta meter kubik per tahun, seluruhnya terserap pasar. Produksi itu dihasilkan dari dua pabrik yang berlokasi di Kabupaten Mojokerto dengan kapasitas 400.000 meter kubik per tahun dan pabrik di Lamongan dengan kapasitas 700.000 meter kubik per tahun.
Performa kinerja yang baik di tengah ancaman resesi ekonomi itu bahkan menjadi pijakan bagi perusahaan yang mengklaim memimpin pasar bata ringan di Jatim sejak 2018 ini melakukan ekspansi ke Provinsi Jawa Tengah. Februari ini mereka membuka pabrik ketiga dengan dua line produksi di Kabupaten Sragen.
Direktur Produksi PT SPS Hendra Widodo mengatakan, satu line produksi telah beroperasi sedangkan satu line lainnya sedang proses pembangunan. Seluruh line produksi ditargetkan beroperasi November nanti dengan kapasitas 1,6 juta meter kubik per tahun. Ekspansi ini mengukuhkan Blesscon sebagai produsen bata ringan terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi total 2,7 juta meter kubik per tahun.
Kehadiran industri bata ringan di Jateng ini diharapkan mampu menyuntikkan semangat kebangkitan bagi industri properti dan konstruksi disana. Setidaknya pelaku industri properti dan konstruksi, serta masyarakat memiliki lebih banyak pilihan produk bahan bangunan berkualitas. Harganya lebih terjangkau karena biaya distribusinya lebih rendah dibandingkan harus mengambil dari pabrik di Jatim.
Bagi pemerintah daerah setempat, kehadiran investasi baru tentunya diharapkan menghadirkan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap pengangguran terbuka di wilayahnya. Sekretaris Daerah Sragen Tatag Prabawanto mengatakan, daerahnya dulu dikenal sebagai salah satu produsen tekstil karena banyak pabrik beroperasi.
Baca juga: Tahun 2021 Antara Pandemi dan Pemulihan Ekonomi
Meski demikian, kini situasinya sudah berubah. Banyak pabrik tekstil yang tidak mampu lagi mempertahankan usahanya. Hal itu berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran terbuka di Sragen. Dia berharap kehadiran Blesscon bisa menyerap para pekerja yang kehilangan pekerjaannya.
”Lebih dari itu, Blesscon diharapkan menjadi daya tarik bagi investor lain untuk menanamkan modalnya di Sragen. Harapannya, sektor industri yang padat karya,” kata Tatag Prabawanto, yang berkomitmen mempermudah layanan perizinan.
Ekspor tisu
Pertumbuhan kinerja secara signifikan juga dilaporkan oleh produsen tisu PT Sun Paper Source. Angka ekspor sister company PT Sopanusa ini tercatat tumbuh 6 persen selama Januari-Desember 2020. Namun, secara bulanan, kinerja ekspor selama Desember naik 9 persen dibandingkan November. Performa kinerja itu menjadi modal kuat perusahaan untuk mengisi target peningkatan ekspor nasional 2021.
Tumbuhnya kinerja ekspor perusahaan yang mengklaim sebagai produsen tisu terbesar di Asia Tenggara yang ada di Jatim ini berkontribusi positif terhadap kinerja ekspor Provinsi Jatim untuk kategori industri kertas atau karton. BPS Jatim menyebutkan ekspor industri kertas/karton naik 23,02 persen (m-to-m) yakni dari 62,83 juta dollar Amerika Serikat (AS) pada November menjadi 77,29 juta dollar AS pada Desember 2020.
Direktur Komersial PT Sun Paper Source Jovita Christin Wijaya mengatakan, kondisi tahun lalu penuh tantangan karena pasar lesu diawal pandemi Covid-19. Namun, mulai April permintaan meningkat meski tak seperti biasanya.
”Selama ini Sun Paper Source lebih banyak mengekspor tisu dalam bentuk bahan setengah jadi berupa gulungan tisu besar atau jumbo rolls yang akan diproses sendiri oleh manufaktur di negara tujuan,” ujar Jovita.
Meski demikian, selama pandemi permintaan produk siap pakai atau tisu yang sudah dipotong, dilipat, dan dikemas, justru meningkat. Menyikapi hal itu, perusahaan pun menambah kapasitas produksi di segmen tisu siap pakai. Peluang itu dimanfaatkan untuk memperbesar segmen pasar tisu siap pakai tanpa mengurangi volume ekspor jumbo rolls.
Pandemi Covid-19 rupanya turut memengaruhi kebiasaan masyarakat dalam penggunaan tisu. Selain itu, pandemi membuat permintaan tisu tinggi karena masyarakat semakin sadar pentingnya menjaga kebersihan personal. Tisu dipakai untuk menutup saat bersin dan batuk, menambah filter atau lapisan pada masker, hingga mengeringkan tangan sehabis cuci tangan.
Permintaan tisu di masa pandemi semakin beragam. Apabila sebelumnya mayoritas pesanan didominasi tisu wajah atau facial tissue, kini permintaan merambah tisu toilet, tisu napkin, tisu untuk handuk tangan atau hand towel, hingga recycled tissue.
Jovita optimistis peluang pasar tisu masih terbuka lebar meski pandemi telah berhasil diperangi. Alasannya, tisu telah menjadi bagian dari tatanan kehidupan baru masyarakat. Perilaku penggunaan tisu menjadi bagian dari upaya membangun kebiasaan hidup bersih dan sehat.
Dalam menjawab tantangan pasar yang semakin berkembang, Sun Paper Source terus berinovasi dengan menciptakan produk hygiene. Perusahaan yang pabriknya berada di Sukoanyar ini juga melakukan penetrasi pasar dalam negeri. Sun Paper Source menargetkan produksi 150.000 ton kertas tisu per tahun, mayoritas melayani permintaan ekspor di 80 negara di dunia.
Industri kecil menengah
Selain industri besar, angin segar juga bertiup pada industri kecil dan menengah atau IKM. Dalam kerangka memberikan stimulus percepatan kebangkitan ekonomi, Pemprov Jatim mendorong pengadaan barang dan jasa pemerintahan daerah melalui IKM dan UMKM atau usaha mikro kecil menengah.
Dalam kurun waktu dua bulan atau hingga 23 Februari lalu tercatat nilai transaksi pengadaan barang dan jasa sebesar Rp 1,1 miliar. Transaksi itu dilakukan melalui program Jatim Bejo, akronim dari Jawa Timur Belanja Online. Program Jatim Bejo mengoptimalkan marketplace atau toko daring untuk pengadaan barang dan jasa Pemprov Jatim.
Transaksi senilai Rp 1,1 miliar itu berasal dari 759 pesanan barang dengan kontribusi tertinggi berupa makanan dan minuman. Adapun jumlah pelaku UMKM yang terdaftar sebagai penyedia barang dan jasa dalam marketplace Jatim Bejo mencapai 638 penyedia.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan guna mengoptimalkan pemberdayaan pelaku UMKM sekaligus mendorong percepatan internalisasi dan pengintegrasian perubahan budaya kerja menuju digitalisasi pihaknya telah menerbitkan surat edaran tertanggal 23 Februari lalu. Organisasi perangkat daerah diminta melaksanakan program tersebut.
Mantan mensos ini juga meminta kepada pemerintah kabupaten dan kota di wilayahnya menyukseskan program tersebut dalam upaya menstabilkan ekonomi usaha rakyat. Dari 38 kota dan kabupaten belum semua bersedia. Beberapa daerah yang telah bergabung dalam program ini, antara lain, Kabupaten Gresik, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Sidoarjo, Lamongan, Probolinggo, Kota Malang, Kota Madiun, Kota Kediri, dan Kota Batu.
Meski bertujuan memberdayakan UMKM, proses pengadaan barang dan jasa tetap menerapkan prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, berdaya saing tinggi, dan akuntabel. Oleh karena itu, pendampingan terhadap pejabat pembuat komitmen, pejabat pengadaan, penyedia dan penyelanggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE), terus dilakukan.
Beriringan dengan pendampingan tersebut, pemda diminta membina pelaku UMKM penyedia barang dan jasa agar produk yang dihasilkan berkualitas. ”Dengan belanja dari UMKM sendiri, penggunaan produk lokal meningkat signifikan. Kesempatan berusaha semakin terbuka lebar,” ujar Khofifah.
Berseminya sejumlah industri di tengah ancaman resesi akibat pandemi merupakan berkah terselubung atau blessing in disguise. Potensi itu harus dioptimalkan dengan dukungan berbagai pihak terutama para pemangku kepentingan agar mampu memberikan efek domino bagi percepatan kebangkitan ekonomi nasional.