Bali dan NTT Berharap Minuman Lokal Tetap Dikelola dan Dipertahankan
Provinsi Bali dan NTT memiliki kekhasan lokal, termasuk minuman mengandung alkohol warisan budaya, yang di antaranya bagian dari upacara adat.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA/KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pencabutan aturan investasi untuk industri minuman keras warisan budaya lokal dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal ditanggapi Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Adi Wiryatama dengan permintaan agar pemerintah pusat memperhatikan kekhasan budaya lokal. Beberapa minuman beralkohol yang diproduksi di Bali memiliki kaitan erat dengan adat dan tradisi Bali, selain menjadi sumber kehidupan masyarakat.
”Beberapa jenis minuman beralkohol, misalnya arak dan brem, juga dipergunakan dalam ritual upacara adat dan keagamaan di Bali,” kata Wiryatama ketika dihubungi Kompas, Rabu (3/3/2021). Perpres baru itu khusus mengatur investasi untuk produksi minuman beralkohol di Bali, NTT, Papua, dan Sulawesi Utara.
Sebelum terbit Perpres No 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, Gubernur Bali Wayan Koster sudah menerbitkan Peraturan Gubernur Bali No 1/2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Distilasi Khas Bali. Pergub yang disahkan pada 29 Januari 2020 dan diumumkan Rabu (5/2/2020) itu menjadi regulasi tata kelola mulai bahan baku, produksi, distribusi, hingga pengendalian dan pengawasan serta pemanfaatan aneka minuman hasil fermentasi dan atau distilasi yang menjadi produk lokal Bali.
Dalam Pergub Bali No 1/2020 diatur pelindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan minuman hasil fermentasi dan atau distilasi khas Bali yang meliputi tuak Bali, brem Bali, arak Bali, dan produk artisanal serta brem dan arak Bali untuk upacara keagamaan. Tuak dan brem merupakan minuman mengandung alkohol yang dihasilkan melalui proses fermentasi. Adapun arak dibuat dengan cara distilasi nira mayang kelapa atau nira lontar. Arak Bali mengandung alkohol hingga 40 persen.
Ketika menyosialisasikan pergub Bali tentang tata kelola minuman itu di Denpasar, Koster mengatakan arak, brem, dan tuak menggunakan bahan baku lokal di Bali dan diproses secara tradisional oleh petani krama (masyarakat) Bali. Selain digunakan dalam upacara keagamaan, minuman beralkohol produk lokal Bali itu juga bernilai ekonomi karena dapat dikonsumsi.
Khas lokal
Lebih lanjut Wiryatama mengatakan, Bali sebagai daerah pariwisata dan destinasi internasional juga memerlukan produk minuman beralkohol untuk dikonsumsi wisatawan yang datang ke Bali. Keberadaan minuman beralkohol lokal yang diproduksi di Bali oleh masyarakat setempat akan mengurangi impor minuman beralkohol sehingga turut menjaga perolehan devisa dari pariwisata.
”Justru produk lokal, termasuk minuman beralkohol yang diproduksi di Bali ini, seharusnya diperkuat dan dikelola sehingga minuman lokal mampu bersaing dengan minuman beralkohol impor,” kata Wiryatama kepada Kompas, Rabu (3/3/2021). Ia menambahkan, pemerintah seharusnya membuat regulasi yang mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat, termasuk usaha produksi minuman beralkohol lokal, sehingga usaha masyarakat di daerah itu menjadi resmi atau legal.
”Dengan membuat regulasi yang memberikan peluang usaha masyarakat kecil tersebut menjadi usaha yang legal, pemerintah lebih mudah mengawasi dan juga menindak apabila produsen melanggar peraturan,” ujar Wiryatama.
Di Nusa Tenggara Timur, Wakil Ketua DPRD NTT Inche Sayuna mengatakan, pemda dan DPRD masih menunggu penjelasan lanjutan dari pemerintah terkait pencabutan itu. Apakah masih ada kebijakan khusus bagi empat provinsi itu atau dengan pembatalan tersebut sudah dianggap tidak ada lagi.
”Sebagai anggota DPRD, kami berharap pemerintah bisa mengkaji lagi kebijakan itu, khusus untuk empat provinsi yang telah disebutkan dalam perpres,” ujarnya.
Inches berharap masih ada celah menerapkan kebijakan itu. Bisa saja empat provinsi itu diberi kesempatan menerbitkan pergub sebagai turunan dari UU Cipta Kerja untuk melegalkan miras di daerah mereka, termasuk NTT, dengan syarat dan ketentuan yang ketat.