RCEP dan INA Turut Topang Kelanjutan Proyek Strategis Nasional
Pembangunan infrastruktur akan membantu pemerataan ekonomi sekaligus meningkatkan investasi. Pemerintah berkomitmen akan terus menyeimbangkan antara pemulihan ekonomi dan penanganan kesehatan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berkomitmen melanjutkan proyek strategis nasional hingga 2024 yang terdiri dari 201 proyek dan 10 program dengan nilai total investasi sebesar Rp 4.817,7 triliun. Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau RCEP dan Indonesia Investment Authority atau Lembaga Pengelola Investasi milik Pemerintah Indonesia akan turut menjadi penopangnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, di tengah pandemi Covid-19, pemerintah tetap berkomitmen melanjutkan pembangunan infrastruktur melalui proyek strategis nasional dengan target bisa rampung sebelum 2024. ”Pembangunan infrastruktur ini akan membantu pemerataan ekonomi sekaligus meningkatkan investasi,” ujarnya dalam MNC Group Investor Forum 2021 yang berlangsung secara virtual, Selasa (2/3/2021).
Untuk mempercepat pengerjaan proyek strategis nasional, pemerintah akan memanfaatkan perjanjian RCEP. RCEP ini akan turut memberikan manfaat akses pasar yang lebih luas.
RECP merupakan kemitraan ekonomi komprehensif regional Asia yang disepakati oleh 15 negara, yakni 10 negara ASEAN bersama China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Kemitraan ini mencakup kerja sama di bidang perdagangan barang dan jasa serta investasi.
Di tengah pandemi Covid-19, Indonesia tetap berkomitmen melanjutkan pembangunan infrastruktur melalui proyek strategis nasional dengan target bisa rampung sebelum 2024.
Selain itu, lanjut Airlangga, pemerintah juga akan memanfaatkan akses penanaman modal asing langsung (foreign direct investment/FDI) yang semakin terbuka karena kehadiran Indonesia Investment Authority (INA) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) milik Pemerintah Indonesia. Pada tahun ini, sedikitnya akan ada dana investasi asing senilai 9,5 miliar dollar AS yang akan dikelola oleh INA yang berasal dari empat lembaga investasi global.
Keempat lembaga tersebut adalah United States International Development Finance Corporation (US DFC) dari Amerika Serikat, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dari Jepang, Caisse de depot et placement du Québec (CDBQ) dari Kanada, serta APG-Netherland dari Belanda.
”Ekonomi akan terdorong oleh percepatan investasi proyek-proyek pendukung pemerintah. Selain itu, penyerapan tenaga kerja dapat tercipta melalui proyek ini,” katanya.
Pada tahun ini, sedikitnya akan ada dana investasi asing senilai 9,5 miliar dollar AS yang akan dikelola oleh INA yang berasal dari empat lembaga investasi global.
Menurut Airlangga, percepatan belanja pemerintah dilakukan salah satunya melalui program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) yang anggarannya tahun ini sebesar Rp 699,43 triliun. Fokus penyerapan anggaran akan diarahkan pada lima bidang, yakni kesehatan Rp 176,3 triliun, perlindungan sosial Rp 157,41 triliun, program prioritas Rp 125,06 triliun, insentif usaha Rp 53,86 triliun, serta dukungan UMKM dan pembiayaan korporasi Rp 186,81 triliun.
Ia memastikan, pemerintah akan terus menyeimbangkan antara pemulihan ekonomi dan penanganan kesehatan selama pandemi Covid-19 masih berlangsung karena kedua hal ini saling berkaitan. Pasalnya, penanganan pandemi yang baik akan mampu memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk melakukan konsumsi.
”Kita tetap harus menjaga keseimbangan antara penanganan pandemi serta mendorong pemulihan ekonomi. Pemerintah akan fokus memulihkan kepercayaan konsumen dengan mempercepat vaksinasi,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan, terdapat tiga ”kartu as” yang bisa diandalkan para pemangku kebijakan untuk mengejar pemulihan ekonomi tahun ini. Ketiga ”kartu as” itu adalah intervensi kesehatan melalui program vaksinasi, penguatan daya tahan masyarakat dan dunia usaha melalui bauran kebijakan ekonomi, serta reformasi struktural di tengah pandemi Covid-19.
”Kesehatan merupakan bidang yang harus diintervensi sesegera mungkin melalui vaksinasi gratis. Selain itu, perlu ada perbaikan fasilitas kesehatan dan kesiapan peralatannya,” ujarnya.
Selain itu, program perlindungan sosial diberikan kepada 40 persen masyarakat termiskin dan kelompok rentan. Program tersebut di antaranya adalah Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Bantuan Sosial Tunai, Bantuan Langsung Tunai Dana Desa, serta Kartu Prakerja.
Adapun dukungan keberlanjutan dunia usaha diberikan dengan fokus utama UMKM. Namun, beberapa korporasi juga akan mendapat dukungan begitu pula akan ada program prioritas untuk mendukung penciptaan lapangan kerja.
Terkait dengan reformasi struktural, Suahasil menilai, Indonesia harus bisa keluar dari pandemi dengan lingkungan ekonomi yang berbeda dari sebelumnya. Reformasi struktural tersebut akan dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk menjawab tantangan pembangunan nasional, seperti pembukaan lapangan pekerjaan dan pemberdayaan UMKM.
Dihubungi secara terpisah, ekonom makroekonomi dan pasar keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesi Teuku Riefky mengingatkan, pemulihan kesehatan merupakan kunci utama agar investasi bisa mengalir lancar. Masalah kesehatan ini menjadi risiko utama yang membayangi prospek investasi.
”Indonesia harus bisa menangani isu kesehatan dengan baik. Jika belum tertangani secara optimal, selera investor terhadap Indonesia akan menurun dan mencari tempat alternatif investasi lain,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Riefky, fokus pemerintah untuk mendorong sektor manufaktur perlu lebih gencar dilakukan. Sektor manufaktur ini tidak hanya akan menarik investasi langsung dalam jangka pendek, tetapi juga membantu Indonesia lolos dari jerat pendapatan menengah dalam jangka panjang.