Inflasi kembali melemah pada Februari 2021. Permintaan masyarakat, akibat konsumsi yang masih rendah, menjadi penyebabnya.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inflasi Februari 2021 kembali melambat. Hal ini menunjukkan konsumsi masyarakat masih anjlok, setahun sejak kasus Covid-19 diumumkan di Indonesia pertama kali pada 2 Maret 2020.
Pada Maret-Desember 2020, inflasi bulanan tertinggi terjadi pada Desember, yakni 0,45 persen. Pada periode itu bahkan terjadi deflasi, yakni pada Juli, Agustus, dan September.
Namun, pada Januari 2021, inflasi kembali turun, yakni 0,26 persen. Kemudian, turun lagi pada Februari 2021 menjadi 0,1 persen.
Menurut data Badan Pusat Statistik, inflasi Februari 2021 juga lebih rendah dibandingkan dengan Februari 2020 yang sebesar 0,28 persen.
Secara tahunan, inflasi juga melambat. Pada Februari 2021, inflasi tahunan 1,38 persen atau lebih rendah daripada Januari 2021 yang sebesar 1,55 persen.
Kepala BPS Suhariyanto dalam keterangan pers secara daring di Jakarta, Senin (1/3/2021), mengatakan, berdasarkan komponennya, inflasi pada Februari 2020 didorong inflasi inti sebesar 0,11 persen. Sementara inflasi komponen yang harganya diatur pemerintah 0,21 persen dan komponen yang harganya bergejolak deflasi 0,01 persen.
Komponen inti dan komponen yang harganya diatur pemerintah memberi andil pada inflasi Februari 2021 masing-masing 0,07 persen dan 0,03 persen. Sementara komponen yang harganya bergejolak karena deflasi tidak memberi andil apa pun terhadap inflasi nasional.
Suhariyanto mengatakan, inflasi yang melambat menunjukkan daya beli masyarakat dan permintaan domestik masih lemah akibat efek pandemi yang belum reda. Suplai barang-barang komoditas tetap terjaga, tetapi sisi permintaan terus menurun. Hal ini menunjukkan konsumsi rumah tangga yang masih lemah.
”Sampai akhir Februari 2021, dampak pandemi masih terus membayangi perekonomian. Hal ini perlu kita waspadai karena pandemi terus-menerus akan membuat mobilitas berkurang, roda ekonomi melambat, pendapatan menurun, dan permintaan melemah,” kata Suhariyanto.
Inflasi yang melambat menunjukkan daya beli masyarakat dan permintaan domestik masih lemah akibat efek pandemi yang belum reda.
Adapun menurut kelompok pengeluaran, inflasi umum dipengaruhi kenaikan harga cabe rawit dan ikan segar. Sebaliknya, beberapa komoditas menahan inflasi karena harganya merosot, seperti harga daging ayam ras, telur ayam ras, dan emas perhiasan.
Dari 90 kota yang dipantau, 56 kota mengalami inflasi, sedangkan 34 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Mamuju (1,12 persen) karena efek bencana gempa bumi, kenaikan harga ikan, dan kenaikan tarif angkutan udara. Sementara deflasi tertinggi di Gunungsitoli (1,55 persen) karena penurunan harga cabe merah, ikan, cabe rawit, dan daging ayam ras.
Dari 90 kota yang dipantau, 56 kota mengalami inflasi, sedangkan 34 kota mengalami deflasi.
Indikator lain
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, tingkat inflasi sejalan dengan beberapa indikator lain yang menunjukkan permintaan dan konsumsi masyarakat yang masih lemah. Ia mencontohkan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dirilis Bank Indonesia yang masih menurun pada bulan Januari 2021 di angka 84,9, akibat menurunnya ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan mendatang.
Indeks Penjualan Riil (IPR) yang dirilis BI juga menunjukkan kinerja penjualan eceran pada Januari 2021 menurun akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali, serta faktor cuaca dan bencana alam.
”Jadi, jelas masalahnya masih di seputar permintaan yang lemah, apalagi melihat komponen inflasi inti pada Februari 2021 juga masih rendah,” kata Faisal.
Pemulihan kondisi permintaan tetap bergantung pada keberhasilan penanggulangan pandemi Covid-19. Meski demikian, Faisal memprediksi inflasi akan meningkat pada triwulan II-2021 karena faktor bulan Ramadhan dan Lebaran. Namun, kondisi itu situasional.
”Kuncinya tetap pada penanganan pandemi. Asal pandemi bisa ditekan, lewat kombinasi vaksinasi, peningkatan 3T (penelusuran erat, pengetesan, dan perawatan), serta pembatasan kegiatan yang tegas, pada triwulan III-2021, semoga tingkat konsumsi masyarakat secara permanen bisa kembali lebih sehat,” kata Faisal.
Kuncinya tetap pada penanganan pandemi.
Tim ekonom Bank Central Asia dalam rilisnya menyebutkan, inflasi yang melambat pada Februari sesuai perkiraan. Bahkan, Kepala Ekonom BCA David Sumual menyebutkan, inflasi inti yang terus merosot sejak kasus Covid-19 pertama kali diumumkan di Indonesia hingga kini bukan hal yang mengejutkan.