Kulkas di Rumah Warga Segeram Seiring Hadirnya Listrik
”Cahaya” Segeram semakin terang dan tak lagi bikin geram. Masyarakatnya bisa memiliki kulkas untuk menyimpan ikan hasil tangkapan. Pendampingan tetap diperlukan. Jangan sampai warga Segeram kembali lagi ke titik nol.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
Sekitar 1,5 tahun lalu, deru genset yang mengalirkan energi pada penerang ruangan terdengar di sekitar bangunan sekolah yang berdiri di Kampung Segeram, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Senter berada dalam genggaman menyoroti jalan yang akan ditapaki.
Namun, kehadiran listrik pada akhir 2020 ibarat membungkam dengung mesin pembangkit itu. ”Bersama sejumlah rekan dari Bakti Nusantara, kami melobi orang-orang yang bertanggung jawab pada listrik di daerah melalui media sosial. Ada yang bilang, tak mungkin kampung kami mendapatkan listrik. Namun, kami tak menyerah,” kata Heru Diwan Arpas, salah satu tokoh masyarakat Segeram, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (24/2/2021).
Upaya itu berhasil membuat PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menoleh ke Segeram pada awal 2020. Setelah survei lapangan ke Segeram, pembangunan infrastruktur wilayah yang masih terkategori sebagai daerah tertinggal, terpencil, dan terdepan (3T) itu dimulai.
Aliran listrik itu melonggarkan pengeluaran penduduk setempat yang berjumlah 36 kepala keluarga. Sebelumnya, Heru menceritakan, warga mesti merogoh sekitar Rp 10.000 per hari untuk membeli bahan bakar demi menyalakan genset di rumahnya. Listrik hanya menyala pada pukul 05.00-22.00. Kini, kebutuhan untuk listrik yang menyala selama 24 jam sekitar Rp 1.000 per hari.
Ketika bergantung pada genset, warga mesti menyusuri perairan ke kecamatan Sedanau dengan mengendarai pong-pong, perahu motor sederhana yang menjadi alat angkut sehari-hari. Waktu tempuh perjalanan pulang-pergi berkisar 2 jam.
Ada yang bilang, tak mungkin kampung kami mendapatkan listrik. Namun, kami tak menyerah.
Tantangan infrastruktur
Ingatan akan Segeram seakan menembus kembali ruang dan waktu. Ketika berkunjung pada September 2019, Kampung Segeram memiliki satu set pembangkit listrik tenaga surya terpusat yang terdiri dari 27 panel dengan daya total 5.400 watt. Pada saat itu, panel surya tersebut tak berfungsi karena rusak tersambar listrik.
Jalan darat yang tak beraspal menjadi tantangan untuk membawa infrastruktur listrik ke Segeram. Untuk mencapai Segeram, kendaraan bermotor mesti melewati jalan berpasir yang rawan membuat ban selip.
Setelah jalan berpasir, satu ruas jalan tanah yang hanya cukup untuk satu kendaraan roda empat siap menyambut. Sejumlah lokasi pun dihubungkan dengan jembatan kayu.
Saat membawa tiang listrik, Heru menuturkan, truk yang mengangkut berhenti di persimpangan jalan beraspal yang menuju Segeram. Karena truk tidak dapat lewat, mobil bak terbuka menggantikannya membawa tiang-tiang listrik itu. Ada sekitar 200 tiang listrik. Setiap hari, ada dua tiang listrik yang dibawa.
VP Public Relations PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Arsyadany G Akmalaputri mengisahkan, petugas harus menggunakan mobil kabin ganda atau motor trail untuk menjangkau dan membawa material ke Segeram.
Di Segeram, PLN membangun jaringan tegangan menengah (JTM) sepanjang 9,14 kilometer sirkuit (kms), jaringan tegangan rendah sepanjang 2,5 kms, serta dua trafo yang masing-masing berkapasitas 25 kilovolt ampere.
Kulkas dan komunikasi
Upaya menembus akses Segeram yang membikin geram itu tak sia-sia. ”Cahaya” di Segeram berhasil menyala lebih terang dan bisa dihadirkan setiap saat. Tak hanya cahaya lampu, bagi Heru, perbedaan paling menonjol karena kehadiran listrik adalah kulkas.
”Sekarang, mayoritas warga sudah memiliki kulkas. Sebelumnya, sulit bagi kami untuk punya kulkas. Mau tidak mau, kami harus habiskan hasil pancingan ikan di hari yang sama, ” katanya.
Kehadiran kulkas membuat warga dapat menyimpan hasil tangkapan ikan, bahkan menjualnya. Anak-anak di Segeram juga dapat menikmati jajanan es. Selain itu, sejumlah warga juga membeli mesin cuci dan tak lagi mencuci pakaian di sumur.
Kehadiran kulkas membuat warga dapat menyimpan hasil tangkapan ikan, bahkan menjualnya. Anak-anak di Segeram juga dapat menikmati jajanan es.
Tak cukup berhenti di situ. Aliran listrik di Segeram bergandengan dengan datangnya sinyal telekomunikasi. Heru menyebutkan, masyarakat sering berbelanja pangan segar dengan mengirim teks lewat aplikasi berkirim pesan. Sebaliknya, warga juga menjual hasil tangkapan melalui forum jual-beli di media sosial.
Menurut Sayed Fauzan, dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Maritim Raja Ali Haji sekaligus sukarelawan Bakti Nusantara, kehadiran listrik membuat Segeram dapat ikut melangkah dalam arah gerak maupun pembangunan negara.
Apalagi, pemerintah tengah mengarahkan penyelenggaraan pendidikan secara dalam jaringan serta perekonomian digital akibat pandemi Covid-19. Kedua teknologi itu membutuhkan listrik.
Pada Agustus-September 2019, Bakti Nusantara menggelar serangkaian kegiatan sosial di Segeram. SMP Negeri 3 Satu Atap di Segeram yang telah dibangun juga turut diresmikan.
Agung Wicaksono, sukarelawan Bakti Nusantara, menilai, listrik menjadi kebutuhan dasar yang mesti dipenuhi bagi warga Segeram. Bakti Nusantara akan berupaya menjaga jalinan komunikasi dengan warga Segeram dan pemerintah daerah setempat.
”Jangan sampai warga Segeram kembali ke titik nol. Dalam proses berkembangnya, daerah di wilayah 3T mesti terus dibimbing hingga mencapai titik mereka dapat berdaya secara mandiri,” katanya saat dihubungi, Kamis (25/2/2021).
Dengan hadirnya listrik di Segeram, Arsyadany berharap, produktivitas masyarakat setempat meningkat. Dengan demikian, listrik dapat menjadi penggerak perekonomian warga dan menaikkan taraf hidup mereka.
Listrik masih menjadi fondasi mutlak cita-cita Indonesia dalam menguatkan pendidikan, ekonomi daerah, dan perekonomian digital. Agar langkah daerah 3T lain dapat seirama dengan harapan itu, pembangunan infrastruktur listrik harus terwujud, apapun tantangannya.