Industri Pangan Lokal Didorong Naik Kelas untuk Bangkitkan Ekonomi
Industri kecil dan menengah di sektor makanan dan minuman didorong naik kelas untuk meningkatkan daya saing global sekaligus membangkitkan ekonomi nasional.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun melakukan berbagai kebijakan dan aksi untuk kepentingan tersebut. Salah satunya dengan menginisiasi program Indonesia Food Innovation (IFI) 2021. Program yang memasuki tahun kedua tersebut diadakan untuk mendorong pelaku industri berinovasi sehingga bisa terus bertahan dan mengembangkan usaha pada situasi serba baru, seperti saat pandemi Covid-19.
Program ini dapat diikuti IKM makanan dan minuman, produsen produk tengah atau akhir yang telah memiliki izin usaha dan edar dengan minimum omzet Rp 25 juta per bulan. Selain pembinaan untuk peserta terpilih, pemenang program bisa mendapatkan program akselerasi lanjutan hingga sertifikasi untuk peningkatan daya saing.
”IFI pada 2021 diharapkan bisa dimanfaatkan IKM di sektor makanan dan minuman untuk mendapat pendampingan dan pembinaan yang tepat dari sisi bisnis maupun teknik produksinya. Jadi, ini akan bisa mengakselerasi IKM menjadi lebih modern, marketable, profitable, dan sustainable,” kata
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih dalam acara Kick Off IFI 2021, Jumat (26/2/2021).
Akselerasi IKM makanan dan minuman di Indonesia penting mengingat sektor ini merupakan yang terbesar di industri nonmigas, dengan persentase produk domestik bruto (PDB) mencapai 6,85 persen dari total PDB nasional. Jumlah IKM tersebut saat ini mencapai 1,86 juta unit usaha atau 43,41 persen dari total unit usaha IKM di Indonesia dan menyerap sekitar 4,11 juta tenaga kerja.
Adapun nilai ekspor industri makanan dan minuman mencapai 31 persen dari nilai ekspor industri pada 2020. Kendati cukup besar, Pelaksana Tugas Direktur IKM Pangan, Barang dari Kayu dan Furnitur Kemenperin Sri Yuniarti mengakui kebutuhan impor juga masih tinggi.
”Ini jadi peluang buat Indonesia. Sumber daya alam yang beragam bisa menjadi substitusi. Di sini peran kami untuk mendorong IKM agar bisa menyubsidi bahan impor,” kata Sri pada kesempatan sama.
Program IFI pun dinilai berperan mendukung IKM pangan yang memberdayakan sumber daya lokal agar naik kelas. Ini seperti dilakukan produsen keju lokal CV Rosalie Kalyana asal Bali, yang menjadi salah satu pemenang di antara 20 peserta IFI 2020. Industri pemilik merek Rosalie Cheese ini menjual keju lokal yang diolah dari susu sapi dan kambing dari Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur.
Pendiri CV Rosalie Kalyana, Ayu Utami Linggih, mengatakan, produk yang paling diminati pasar ialah black and white cheese with coconut ash atau keju asam dengan taburan kelapa kering. Kelapa kering menjadi pengganti vegetable ash (sayuran kering), yang menjadi ciri khas keju buatan Eropa.
”Dengan produk ini, orang menilai ini sebagai keju khas Indonesia. Jadi, saya kira ini bisa mewakili permintaan keju di Indonesia, apalagi keju lokal ini harganya bersaing, tetapi kualitasnya bagus. Tentu ini bisa menjadi substitusi keju impor,” ujar Ayu.
Keikutsertaan usahanya pada program IFI 2020 dinilai memberikan keuntungan. Selain mendapatkan pendampingan, mereka juga berhasil mendapatkan fasilitas sertifikasi, antara lain sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), untuk memastikan sistem manajemen keamanan pangan.
Upaya akselerasi dan pemanfaatan produk lokal diharapkan bisa mempercepat pergerakan perekonomian yang terpuruk selama pandemi. Apalagi, industri makanan dan minuman diprediksi bisa tumbuh 5 hingga 7 persen pada 2021 oleh Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI).
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Piter R Abdullah, dalam keterangan tertulisnya, menganalisis, bisnis di sektor konsumer tetap mampu tumbuh meskipun di tengah makroekonomi tahun 2020 yang sangat menantang.
Mengacu pada rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 15 Januari 2021, kinerja ekspor tercatat minus 2,61 persen, impor minus 17,34 persen dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai 6,09 persen PDB.
”Dalam jangka panjang, industri makanan minuman masih akan terus tumbuh karena menyangkut kebutuhan utama masyarakat. Tahun ini saya perkirakan industri makanan dan minuman akan sedikit lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu seiring harapan pandemi akan mulai mereda,” kata Piter.