Pertumbuhan Ekonomi ASEAN Topang Pasar Penerbangan
Pasar penerbangan di Asia Tenggara potensial bertumbuh. Hal ini ditopang oleh pertumbuhan berbagai aspek fundamental di negara-negara kawasan tersebut.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan fundamental Asia Tenggara yang tetap kuat menopang perkembangan pasar industri penerbangan di kawasan tersebut. Pertumbuhan ekonomi dan kelas menengah, kecenderungan masyarakat bepergian, liberalisasi, dan pembangunan infrastruktur menjadi penghela.
Boeing, pabrikan pesawat terbang, memperkirakan, pengiriman pesawat terbang baru ke Asia Tenggara dalam periode 2020-2029 sebanyak 1.590 unit. Pengiriman pesawat terbang baru pada periode 2020-2039 diperkirakan 4.400 unit. Pesawat lorong tunggal (single aisle) menjadi penghela utama daya tahan pasar di industri penerbangan dalam jangka panjang.
”Lima dari 10 negara terbesar penambah kapasitas maskapai di Asia Pasifik dalam satu dekade terakhir adalah dari Asia Tenggara,” kata Vice President of Commercial Marketing for The Boeing Company Darren Hulst pada temu media secara virtual, Kamis (25/2/2021).
Secara berurutan, kelima negara Asia Tenggara tersebut adalah Indonesia, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Adapun lima negara Asia Pasifik lainnya yang masuk 10 besar meliputi China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Australia.
Hulst menuturkan, Asia Pasifik memimpin pertumbuhan industri penerbangan penumpang hingga masa mendatang. Hingga 2039, kawasan ini mewakili 55 persen populasi dunia dan 44 persen produk domestik bruto dunia (meningkat 8 persen dari saat ini).
Pengiriman 41 persen pesawat lorong tunggal dan 45 persen pesawat berbadan lebar pun menuju kawasan Asia Pasifik dalam 20 tahun mendatang. Hingga 2039, Asia Pasifik menyumbang 39 persen dari total penerbangan dunia atau meningkat 39 persen dari posisi sekarang.
Jumlah kelas menengah di Asia Tenggara meningkat sekitar 60 juta rumah tangga dalam 15 tahun terakhir. Sementara dalam 15 tahun ke depan diperkirakan ada tambahan lagi sekitar 70 juta rumah tangga kelas menengah. ”Pertumbuhan kelas menengah di Asia Tenggara ini berpotensi mendukung pertumbuhan perjalanan lewat udara,” kata Hulst.
Menurut tinjauan Boeing, pasar dalam jangka pendek bergantung pada penawaran, permintaan, dan regulasi. Hal yang menjadi isu bagi konsumen saat ini adalah menyangkut aspek kesehatan, kepercayaan diri, dan keterjangkauan.
Sementara itu, dari sisi maskapai berupa keputusan penerbangan, tenaga kerja, dan modal. Adapun di sisi pemerintah menyangkut isu keberlanjutan, regulasi perjalanan, dan infrastruktur.
Hulst menambahkan, produk serbaguna dari Boeing ikut mendukung pemulihan pasar penerbangan. Produk ini mencakup pesawat lorong tunggal, pesawat berbadan lebar, dan pesawat angkut atau kargo (freighter).
Secara terpisah, ekonom transportasi dan energi Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Alloysius Joko Purwanto, mengatakan, kinerja penerbangan internasional di masa pandemi Covid-19 bergantung pada kebijakan setiap negara. ”Situasi masih sulit ketika banyak negara menutup penerbangan internasional ke wilayahnya,” ujarnya.
Joko menuturkan, kebijakan travel bubble (gelembung perjalanan) dipengaruhi keberhasilan pengendalian Covid-19 di suatu negara. Kemampuan mengendalikan kasus Covid-19 mendasari kepercayaan dan kesepakatan dua atau lebih negara untuk membuka gelembung atau koridor yang memudahkan perjalanan bagi penduduknya tersebut. ”Bagi Indonesia ini juga sulit karena kasus positif Covid-19 masih tinggi,” katanya.
Joko menuturkan, probabilitas penularan dapat diperhitungkan dengan memperhatikan angka kasus positif Covid-19 hingga Desember 2020, jumlah penduduk, dan volume penerbangan sebelum pandemi. ”Jika berdasarkan hal itu, hanya ada beberapa negara di ASEAN yang bisa membuat travel bubble relatif aman. Perhitungan saya (gelembung perjalanan) hanya bisa untuk Vietnam, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, dan Laos,” ujar Joko.
Berbeda dengan Singapura, Joko menuturkan, negara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina, memiliki potensi penerbangan domestik. Penerbangan domestik ini setidaknya masih dapat digarap maskapai. ”Dibandingkan dengan awal pandemi dulu, terlihat ada tren pemulihan di penerbangan domestik,” katanya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) Faik Fahmi, melalui siaran pers, Rabu (24/2/2021), menuturkan, pihaknya menyambut baik rencana pemerintah menggunakan alat deteksi Covid-19, yakni GeNose C-19, di bandara pada 1 April 2021.
”Hal ini merupakan sentimen positif bagi sektor aviasi. Layanan tes Covid-19 dengan harga terjangkau berpotensi meningkatkan pergerakan penumpang pesawat udara,” kata Faik.