Youtube Hasilkan Uang, Pajaknya Wajib Dilaporkan
Media sosial berbagi video Youtube semakin banyak dimanfaatkan masyarakat untuk menghasilkan uang dari monetisasi konten. Penghasilan ini menjadi obyek pajak yang harus dimasukkan dalam daftar aset dalam SPT.
JAKARTA, KOMPAS — Media sosial berbagi video Youtube semakin banyak dimanfaatkan masyarakat untuk menghasilkan uang dari monetisasi konten. Penghasilan ini menjadi obyek pajak yang harus dimasukkan dalam
daftar aset di Surat Pemberitahuan Tahunan atau SPT.
Berdasarkan aturan terakhir, pengguna Youtube yang mengunggah konten video di kanal masing-masing bisa mulai memonetisasi konten jika sudah memiliki 1.000 pengikut (subscriber) dan lebih dari 4.000 jam tayang. Pendapatan dihitung per 1.000 tayangan iklan yang umumnya dihargai 1 dollar Amerika Serikat (AS).
Semakin banyak konten yang dibuat dan ditonton, pendapatan semakin besar. Kreator konten di Youtube atau jamak disebut Youtuber seperti Jefree Star, misalnya, menjadi kaya raya karena mampu mengantongi pendapatan 15 juta dollar AS atau sekitar Rp 210 miliar (kurs Rp 14.000) pada tahun 2020.
Berdasarkan catatan Forbes, Youtuber kecantikan dan gaya hidup itu diketahui memiliki 16,9 juta pengikut dan lebih dari 600 juta penonton, serta 2,4 miliar penayangan. Youtuber cilik seperti Ryan Kaji yang masih berusia 9 tahun juga bisa menjadi miliader. Kanal yang banyak mengulas mainan dan edukasi untuk anak-anak sejak 2015 ini sudah diikuti 41,7 juta orang.
Ryan Kaji dilaporkan memperoleh penghasilan 29,5 juta dollar AS atau sekitar Rp 413 miliar pada tahun 2020. Video-video di kanal Ryan Kaji telah ditonton 12,2 miliar kali pada 2020, bahkan sampai berita ini ditulis pada Rabu (24/2/2021), penontonnya sudah 45,4 miliar.
Tidak hanya mereka yang diikuti jutaan pengikut dan memiliki miliaran jam tayang, Youtuber seperti Adhe Tora, yang baru memiliki sekitar 16.000 pengikut, juga sudah dapat menghasilkan uang. Sejak berkomitmen menjadi pembuat konten blog personal di awal 2018, Tora bergabung dengan salah satu agensi jaringan Multi-Channel (MCN) untuk kreator Youtube.
Baca juga: Penghasilan Youtuber Jadi Potensi Pajak
Tora bergabung dengan agensi tersebut sejak kanalnya baru diikuti 100 orang dan dalam tiga bulan ia diarahkan untuk mengembangkan kanalnya sehingga bisa dimonetisasi, seperti dengan aturan kontrak untuk mengunggah video setidaknya seminggu sekali dan maksimal tiga bulan sekali.
Agensi tersebut kemudian menyalurkan pendapatan dari Youtube setiap bulan kepada Tora dengan sistem bagi hasil sesuai perjanjian. Ini berbeda dengan ketentuan penarikan pendapatan monetisasi Youtube jika dilakukan sendiri.
”Pendapatan bulanan dari Youtube saya sekitar tahun 2018 dan 2019 paling kecil Rp 300.000. Paling besar Rp 1,6 juta, waktu itu karena ada video jalan-jalan ke Ancol dan ulasan layanan pijat yang penontonnya bisa sampai ratusan ribu,” tutur Tora yang juga bekerja tetap sebagai karyawan swasta.
Saat ini, dengan jumlah pengikut lebih dari 16.000 orang, Tora berusaha tidak kehabisan akal untuk mengisi kanal Youtube dengan berbagai konten keseharian seminggu sekali. Setiap bulan, ia bisa menghasilkan pendapatan 50 dollar AS sampai 70 dollar AS.
Pajak penghasilan
Hasil monetisasi Youtube yang dapat menjadi pendapatan diperhitungkan sebagai obyek pajak. Youtuber seperti Tora wajib melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak.
Tora mengakui tidak tahu persis berapa dan cara menghitung pajak yang dikenakan dari penghasilan Youtubenya. ”Setiap tahun, agensi saya memberi surat laporan pajak untuk ditambahkan ke SPT saya. Untuk tahun 2020 juga sudah keluar, tetapi belum saya cek,” ujarnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan, monetisasi Youtube merupakan obyek Pajak Penghasilan (PPh).
”Profesi Youtuber dikelompokkan sebagai jenis pekerjaan bebas, seperti halnya pemain musik, pembawa acara, foto model, pemain sinetron, olahragawan, dan sebagainya," kata Neilmaldrin saat dihubungi secara terpisah.
Untuk menghitung pajak penghasilannya, seorang Youtuber dapat menggunakan beberapa pilihan metode penghitungan PPh Orang Pribadi, yaitu menggunakan mekanisme Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dan
mekanisme penghitungan PPh Orang Pribadi secara umum.
Youtuber dapat menggunakan mekanisme NPPN jika peredaran brutonya tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun. Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang dapat digunakan oleh Youtuber adalah KLU 90002 (kegiatan pekerja seni).
Apabila menggunakan mekanisme tersebut, Youtuber tidak perlu menyelenggarakan pembukuan. Normanya adalah 50 persen (bukan tarifnya). Artinya, penghitungan pajaknya hanya dilakukan 50 persen dari total peredaran brutonya dalam satu tahun.
Baca juga: Ampun Pandemi, Ampun Penguasa Musik Digital
Adapun mekanisme penghitungan PPh Orang Pribadi secara umum berlaku bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Pembukuan maksudnya adalah pencatatan keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya yang setiap tahun harus ditutup dengan membuat laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba.
Penghitungan pajak bagi Youtuber yang menyelenggarakan pembukuan dilakukan menggunakan mekanisme perhitungan biasa sesuai ketentuan tarif Pasal 17 UU PPh. Youtuber yang menggunakan mekanisme ini pajaknya dihitung dari laba tahun berkenaan (penghasilan dikurangi biaya).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan sepanjang Januari-Oktober 2020,
total realisasi PPh Orang Pribadi tercatat Rp 10 triliun, tumbuh 1,18 persen secara tahunan. Secara umum, pada tahun 2020, penerimaan PPh Pasal 25 atau Pasal 29 dari Wajib Pajak Orang Pribadi tumbuh 3,14 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Neilmaldrin menyebutkan, ini merupakan satu-satunya jenis pajak yang masih mampu tumbuh positif di masa pandemi.
Pertumbuhan pajak tersebut lebih baik dibandingkan dengan pos penerimaan pajak karyawan berdasarkan PPh Pasal 21 yang terkontraksi minus 4,58 persen.
”DJP terus mengamati perkembangan transaksi ekonomi digital saat ini, termasuk monetisasi saluran-saluran platform ekonomi digital, seperti Youtube. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, DJP selalu mengimbau dan mengawasi para pelaku ekonomi digital seperti Youtuber untuk melaporkan penghasilannya di dalam SPT Tahunan. Buat yang belum memiliki NPWP, kita minta mereka untuk memiliki NPWP dan melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, beberapa waktu lalu.