Pemerintah menyatakan lobi investasi dengan Tesla masih terus dilakukan.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Negosiasi pemerintah dengan produsen kendaraan listrik asal Amerika Serikat, Tesla, masih pasang surut. Tesla dikabarkan lebih memilih India sebagai lokasi menanamkan modal daripada Indonesia. Namun, pemerintah membantah kabar tersebut.
”Tidak ada yang hengkang, kalau hengkang itu, kan, sudah tiba lalu pergi. Tidak, ini masih berproses. Dalam negosiasi bisnis, pasang surut itu biasa. Dunia belum berakhir, masih jalan terus,” kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers secara dalam jaringan di Jakarta, Rabu (24/2/2021).
Pemerintah sudah menerima proposal Tesla pada 4 Februari 2021 dan memulai negosiasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Dalam negosiasi bisnis, pasang surut itu biasa. (Bahlil Lahadalia)
Perusahaan yang dipimpin Elon Musk itu disebut tidak hanya akan berinvestasi untuk membuka pabrik ekosistem kendaraan listrik, tetapi juga menawarkan kerja sama untuk membangun energy storage system (Kompas, 5 Februari 2021). Namun, kabar terbaru, Tesla ternyata memilih Karnataka, India, untuk membangun pabrik mobil listriknya pada tahun ini.
Bahlil mengatakan, lobi-lobi investasi biasanya memakan waktu lama. Ia mencontohkan ketika bernegosiasi dengan perusahaan kendaraan listrik asal Korea Selatan, LG.
”Sama saja dengan negosiasi saya dengan LG saat itu yang pasang surutnya juga tinggi, satu tahun lebih baru clear,” katanya.
Kendati dalam kondisi pasang surut, pemerintah optimistis berbagai kemudahan berusaha yang disiapkan lewat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja akan menarik Tesla untuk berinvestasi.
Bahlil menambahkan, selain Tesla, perusahaan kendaraan listrik lain juga sedang dalam tahap penjajakan untuk berinvestasi.
”Kami di BKPM biasanya tidak akan ngomong kalau masih dalam penjajakan. Setelah sudah pasti, baru kita mainkan barang itu. Akan tetapi, kalau ditanya ada, memang ada. Kalau ditanya yang mana, ada norma dan kesepakatan di komunikasi awal yang harus kami patuhi, jadi belum bisa disampaikan,” kata Bahlil.
Berdasarkan catatan BKPM, empat pabrik yang bergerak di ekosistem kendaraan listrik tertarik berinvestasi di Indonesia. Pertama, Contemporary Amperex Technology Co (CATL) yang berencana membangun industri baterai terintegrasi senilai 5,2 miliar dollar AS. Menurut rencana, CATL akan memulai pembangunan pabrik sel baterai pada 2024. Kedua, investasi LG untuk industri baterai terintegrasi dengan nilai investasi 9,8 miliar dollar AS.
Ketiga, BASF yang berencana membangun industri prekursor dan katoda. Keempat, Tesla, yang akan membuat ekosistem industri mobil listrik. Namun, nilai investasi Tesla belum diketahui, demikian pula terkait pabrik apa yang akan dibangun di Indonesia.
Belum siap
Kajian Manufacturing and International Trade Update oleh Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) pada Februari 2021, keputusan Tesla memilih India ketimbang Indonesia adalah bukti jika Indonesia belum mampu menunjukkan komitmen dalam menegakkan prinsip ESG (environmental, social, governance).
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, sebagai negara terpilih, India menunjukkan bahwa salah satu pertimbangan utama Tesla dalam berinvestasi adalah komitmen suatu negara dalam menegakkan aspek lingkungan, sosial, dan pemerintahan yang sehat.
Selain prinsip ramah lingkungan, prinsip ESG juga mengedepankan kesejahteraan buruh. Daya tarik berupa ketersediaan bahan mentah yang berlimpah dan sejumlah insentif usaha seperti yang ditawarkan pemerintah belum cukup meyakinkan Tesla.
”Sebagai perusahaan yang terdepan mengampanyekan ekonomi hijau, Tesla tentu perlu memastikan bisnisnya dijalankan sesuai prinsip ramah lingkungan. Indonesia terbukti belum siap untuk investasi berkualitas,” kata Andry.
Salah satu pertimbangan utama Tesla dalam berinvestasi adalah komitmen suatu negara dalam menegakkan aspek lingkungan, sosial, dan pemerintahan yang sehat.
Kondisi itu bisa semakin bertentangan setelah Undang-Undang Cipta Kerja diberlakukan. Sejumlah pasal yang memberi kemudahan dan kelonggaran bagi investor dinilai berpotensi merusak kelestarian lingkungan, memunculkan konflik sosial di tengah masyarakat khususnya terkait pengadaan tanah, serta menggerus hak dan kesejahteraan buruh.
”Dari aspek rantai pasok sampai kesejahteraan buruh, Indonesia masih tertinggal jauh di belakang standar praktik ESG paling mendasar,” kata Andry.