Merintis Kendaraan Listrik, Belajarlah dari China, AS, dan Norwegia
Indonesia punya potensi besar untuk mengembangkan kendaraan listrik secara masif. Kuncinya hanya satu, butuh dukungan dan kesungguhan dari pemerintah untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik itu sendiri.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemahaman publik mengenai manfaat pemakaian kendaraan listrik di Indonesia sangat penting bagi pengembangan kendaraan tersebut. Ekosistem kendaraan listrik perlu diciptakan dan didukung lewat pemberian insentif, pembangunan infrastruktur yang terpadu, serta menggalakkan penelitian dan pengembangan.
Indonesia punya potensi besar untuk menciptakan ekosistem itu. Indonesia bisa belajar dari Pemerintah China, Amerika Serikat (AS), dan Norwegia.
Demikian yang mengemuka dalam webinar ”Mengembangkan Ekosistem Kendaraan Lisrik di Indonesia: Pelajaran dari Pengalaman AS, Norwegia, dan China” yang diselenggarakan Institute for Essential Services Reform (IESR), Selasa (23/2/2021). Webinar tersebut mengupas hasil kajian IESR yang ditanggapi oleh Asisten Deputi Industri Maritim dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi M Firdaus Manti, Direktur Utama PT Wika Industri Manufaktur Muhammad Saryamto, dan staf pengajar Teknis Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Alief Wikarta.
Dalam kajian yang disampaikan periset IESR di bidang teknologi energi dan kendaraan listrik, Idoan Marciano, kendaraan listrik di China, AS, dan Norwegia tumbuh pesat lantaran dukungan penuh pemerintah. Pemerintah di negara itu menerapkan pembatasan penjualan kendaraan bermotor yang berbahan bakar minyak. Pada saat yang sama, insentif diberikan dan infrastruktur dibangun dengan pesat.
”Sejumlah pajak untuk pembelian kendaraan listrik dihapuskan, serta pendanaan dan subsidi pembangunan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) digelontorkan oleh pemerintah di negara-negara tersebut. Aspek seperti inilah yang bisa ditiru Indonesia untuk mengembangkan kendaraan listrik secara masif,” kata Idoan.
Pemerintah di negara itu menerapkan pembatasan penjualan kendaraan bermotor yang berbahan bakar minyak. Pada saat yang sama, insentif diberikan dan infrastruktur dibangun dengan pesat.
Aspek lain yang penting dan dilakukan di tiga negara tersebut, lanjut Idoan, adalah sosialisasi yang masif dari pemerintah mengenai manfaat pemakaian kendaraan listrik. Publik diberi akses seluas-luasnya untuk belajar dan tahu tentang kendaraan listrik. Selain itu, promosi kendaraan listrik di berbagai media massa juga digencarkan.
Firdaus mengemukakan, kendaraan listrik di Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Tak hanya kendaraan bermotor, kapal, pesawat terbang, dan kereta api di sejumlah negara bahkan sudah menggunakan tenaga listrik. Indonesia punya potensi besar untuk menumbuhkembangkan ekosistem kendaraan listrik.
”Energi fosil yang suatu saat akan habis, masalah lingkungan, serta pengaruh neraca perdagangan minyak bisa menjadi faktor pendorong untuk terus mengembangkan kendaraan listrik di Indonesia. Apalagi, Indonesia punya modal bahan tambang yang menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik,” ujarnya.
Sementara Alief berpendapat, berkaca dari China, AS, dan Norwegia dalam pengembangan kendaraan listrik, peran pemerintah sangat penting. Namun, pemerintah tidak bisa bertindak sendirian dan butuh dukungan sektor swasta, industri, dan akademisi untuk kepentingan penelitian dan pengembangan. Edukasi kepada publik tentang manfaat kendaraan listrik dibandingkan dengan kendaraan konvensional berbahan bakar minyak juga diharuskan.
Pemerintah juga tak bisa bertindak sendirian dan butuh dukungan sektor swasta, industri, dan akademisi untuk kepentingan penelitian dan pengembangan. Edukasi kepada publik tentang manfaat kendaraan listrik dibanding kendaraan konvensional berbahan bakar minyak juga diharuskan.
Sementara itu, Samyarto mengatakan, untuk mengembangkan kendaraan listrik di Indonesia bisa dimulai dari kendaraan bermotor roda dua. Pasalnya, jenis kendaraan ini adalah yang paling banyak dipakai di Indonesia. Selain itu, dari sisi harga juga lebih terjangkau dibandingkan dengan kendaraan listrik roda empat.
”Harga motor listrik di Indonesia sudah bisa bersaing dengan sepeda motor berbahan bakar minyak. Apalagi, sekitar 85 komponen untuk sepeda motor listrik bisa dipenuhi di dalam negeri. Saya yakin apabila pemerintah mendukung penuh pengembangan kendaraan listrik, industrinya akan tumbuh pesat,” kata Samyarto.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan sebanyak 15 juta kendaraan listrik, yang terdiri dari 2 juta unit roda empat dan 13 juta unit roda dua, beroperasi di Indonesia pada 2030. Target tersebut dapat menghemat impor BBM setara 77.000 barel per hari. Penghematan impor tersebut juga berhasil menghemat devisa senilai 1,8 miliar dollar AS dan menurunkan emisi gas karbon sebanyak 11,1 juta ton.
”Rencana tersebut akan diperkuat dengan membangun infrastruktur berupa SPKLU di 2.400 titik dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) di 10.000 titik sampai 2025,” kata Arifin.