Abdul Halim Iskandar: Modal Pemulihan dari Desa
Dengan modal sumber daya alam, semangat gotong royong dan kekeluargaan, serta badan usaha, desa berpotensi sebagai sumber kekuatan untuk memulihkan perekonomian nasional yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Desa disebut sebagai salah satu kunci penting pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19. Sumber daya alam, semangat gotong royong dan kekeluargaan, serta badan usaha milik desa atau BUMDes menjadi modalnya. Dengan ditopang dana desa untuk bantuan langsung tunai dan program padat karya, desa diharapkan berperan lebih dalam pemulihan ekonomi.
Dari Rp 72 triliun dana desa tahun ini, alokasi untuk program padat karya tunai desa mencapai Rp 37,08 triliun. Jumlah tenaga kerja yang terserap ditargetkan mencapai 4,2 juta orang. BUMDes juga diperkuat menyusul ditetapkan sebagai badan hukum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Meski demikian, sejumlah pekerjaan rumah masih harus dituntaskan agar desa dapat benar-benar menjadi pemain penting program pemulihan ekonomi nasional.
Berikut petikan wawancara Kompas dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar yang dilakukan lewat aplikasi pesan Whatsapp, Kamis (18/2/2021) dan Jumat.
Apa yang membuat desa menjadi bagian potensial dalam pemulihan ekonomi nasional?
Pandemi Covid-19 menyerang dimensi kesehatan dan dimensi ekonomi masyarakat. Namun, justru pada kedua dimensi itulah kekuatan sesungguhnya desa diuji.
Penyandang positif Covid-19 di desa mencapai 32.016 kasus pada 19 Februari 2021. Namun, jumlah ini tergolong sangat sedikit dibandingkan status nasional yang lebih dari 1,26 juta kasus. Ada 703 orang yang dinyatakan positif Covid-19 meninggal di desa dan masih jauh lebih rendah dibandingkan 34.152 kematian di tingkat nasional. Artinya, desa relatif memiliki tingkat kesehatan lebih baik dibandingkan perkotaan.
Situasi ini menjadi modal untuk menjalankan ekonomi lokal sesuai protokol adaptasi kebiasaan baru. Sepanjang pandemi, terbukti pertumbuhan sektor pertanian selalu positif meskipun dengan tingkat pertumbuhan 0,02 persen sampai 2,59 persen (yoy sepanjang triwulan I-IV 2020). Yang juga menarik, nilai tukar petani tidak pernah turun jauh sepanjang pandemi, yaitu di kisaran 100 poin. Jadi, bisa dinyatakan inilah sumber pemulihan ekonomi bagi warga desa, sekaligus menjadi sumber utama pemulihan ekonomi nasional yang berasal dari desa.
Potensi apa yang paling menonjol di perdesaan dan berguna untuk pemulihan ekonomi nasional?
Yang utama ialah yang bersifat alami, yaitu pertanian dalam arti luas, dan kini alam eksotis yang menjadi obyek wisata desa. Berikutnya ialah kekuatan budaya, terutama gotong royong, yang membuat manfaat ekonomi lebih mudah tersebar kepada semua warga desa. Contohnya, warga desa bersedia menolong warga lain yang menganggur untuk turut bekerja dalam padat karya tunai desa (PKTD), menjadi pekerja di BUMDes, berbagi rezeki melalui beragam upacara tradisional di desa, dan sebagainya.
Apa sebenarnya kekuatan utama di perdesaan?
Kekuatan itu tercantum dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Desa Nomor 18, yakni kelembagaan desa yang dinamis dan budaya desa yang adaptif. Kelembagaan-kelembagaan yang dibuat mandiri dari warga berfungsi utama memenuhi kebutuhan warga. Selama ini, kelembagaan desa berhasil menghidupi warga, menjadi kendaraan untuk mengelola ekonomi, sosial, hingga pemerintahan, dengan cara-cara yang paling sesuai bagi setiap desa.
Adapun budaya menyediakan rasa ketenteraman hidup bagi warga sepanjang beraktivitas. Budaya menjadi penting sebagai dasar untuk memaknai seluruh aktivitas warga, termasuk aktivitas pemulihan ekonomi, sehingga warga desa merasakan tindakannya bermakna.
Baca juga : Kepala Desa dan Pengurus BUMDes Akan Disekolahkan Lagi
Seperti apa kekuatan dana desa sebagai bagian dari pemulihan ekonomi nasional? Sejauh mana efektivitas pengelolaan dana desa tersebut?
Porsi dana desa mencapai 58 persen atau Rp 70 triliun dari APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) seluruh desa yang mencapai Rp 120 triliun. Artinya, dana desa mendominasi APBDes. Lebih dari itu, dana desa khusus diperuntukkan bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, bukan untuk pemerintahan desa, sehingga langsung bermanfaat bagi warga. Pada titik inilah dana desa memiliki peran dalam pemulihan ekonomi, terutama melalui PKTD.
Kementerian Desa PDTT menyarankan desa-desa mengambil skema PKTD ekonomi produktif, diutamakan melalui BUMDes, karena manfaat ekonomisnya lebih langsung dirasakan warga. Hasilnya diindikasikan BPS oleh lebih rendahnya peningkatan pengangguran dan kemiskinan di desa daripada di kota. Di internal Kementerian Desa PDTT juga terukur turunnya KPM (keluarga penerima manfaat) BLT Dana Desa dari rata-rata 105 KPM per desa pada Mei 2020 menjadi 95 KPM per desa pada Desember 2020. Ini disebabkan 10 persen keluarga miskin di desa itu mendapatkan kesempatan kerja rutin di BUMDes ataupun mandiri, dengan pola pengupahan dan permodalan dalam skema PKTD. Upaya ini mencakup kegiatan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, konfeksi, dan pasar.
Bagaimana dengan BUMDes? Skenario seperti apa oleh pemerintah untuk mengoptimalkan peran dan fungsi BUMDes bagi pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan menyejahterakan warga desa?
Saat ini BUMDes adalah satu-satunya peluang terbesar bagi desa untuk meningkatkan pendapatan asli desa. Pemerintah telah menyiapkan peraturan tentang BUMDes yang merekognisi status badan hukum resmi, diregister Kementerian Desa PDTT, lalu mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. BUMDes yang berbadan hukum lebih mudah menjalin kerja sama bisnis dengan entitas bisnis lainnya serta lebih mudah mengakses permodalan dari lembaga keuangan formal.
Selanjutnya, BUMDes perlu melaporkan kinerja bisnis, keuangan, dan kelembagaan tiap bulan Kementerian Desa PDTT. Ini basis pengetahuan untuk melakukan pembinaan, mengembangkan rantai pasok antar-BUMDes ataupun dengan entitas bisnis lain, juga untuk mengatasi persoalan BUMDes sedari awal.
BUMDes Bersama yang berasal dari transformasi eks Unit Pengelola Keuangan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri Perdesaan memiliki kewajiban mengalirkan 15 persen keuntungannya untuk keluarga miskin di kecamatan yang sama. BUMDes lainnya secara mandiri bergerak untuk menyerap tenaga kerja pada unit usahanya sendiri.
Pada tahun 2020, sebanyak 51.134 BUMDes mempekerjakan 189.010 warga desa. Pemulihan ekonomi akan menggerakkan desa, hingga jumlah pekerja diperkirakan meningkat kembali. Saat ini ada 17.428 BUMDes yang melakukan pemasaran secara digital. Tahun ini strategi digitalisasi BUMDes, terutama pada aspek pemasaran, juga berpeluang meningkatkan omzet BUMDes, baik yang memiliki unit usaha produksi fisik, layanan jasa, maupun keuangan mikro.
Baca juga : Pemerintah Dorong BUMDes Jangkau Perbankan
Bagaimana upaya pemerintah untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di perdesaan? Baik itu bagi aparat, pendamping desa, maupun pengurus BUMDes?
Pada semester I-2021, Kementerian Desa PDTT mengintensifkan pelatihan kepada 35.350 pendamping desa. Metodenya campuran offline dan online melalui Akademi Desa 4.0 dengan materi pendataan desa, perencanaan pembangunan desa, implementasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, serta inovasi desa. Pendamping kini juga dipantau tiap hari melalui aplikasi Laporan Harian Pendamping sehingga inovasi ataupun masalah setiap pendamping segera diketahui dan cepat diselesaikan.
Selain itu, Kementerian Desa PDTT menggagas afirmasi kepada kepala desa, perangkat desa, pengurus BUMDes, dan pendamping desa untuk menyetarakan pengalaman, pengetahuan terpendam mereka, juga hasil kerja dan prestasi selama ini menjadi konversi SKS (satuan kredit semester) pada program studi terpilih di sejumlah perguruan tinggi.
Dirancang dimulai Agustus 2021, melalui rekognisi pembelajaran lampau ini, mereka tinggal menempuh kekurangan perkuliahan, tidak harus di kampus, tetapi menjalankan tugas lapangan sembari bekerja. Tujuannya ialah agar mereka merefleksikan pengalaman dan pengetahuannya secara ilmiah, mengalami perubahan pola pikir menjadi lebih rasional, terampil memanfaatkan data dan informasi, serta mampu merencanakan pemberdayaan masyarakat yang lebih dinamis. Di ujung kegiatan ini, mereka layak memperoleh gelar D-4, S-1, bahkan sampai S-2.
Dari 18 SDG’s Desa, bagian mana yang paling mendesak untuk diprioritaskan? Dan, apa upaya pemerintah untuk mengentaskan desa tertinggal?
SDGs Desa nomor 1, yaitu desa tanpa kemiskinan, perlu diprioritaskan. Alasannya adalah setelah diuji pada 2020, pencapaian tujuan ini paling banyak memengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lainnya. Selain itu, pencapaian tujuan SDGs Desa pada level desa jauh lebih mudah dan lebih rasional. Rilis BPS menunjukkan ada 15,51 juta penduduk miskin perdesaan. Jika dibagi 74.961 desa saat ini, target penurunan per desa ialah 207 orang miskin, atau 43 keluarga.
Desa Tanpa Kemsikinan harus tercapai pada 2030 atau 10 tahun lagi sehingga tiap tahun desa harus mengentaskan 21 orang atau 4 keluarga miskin. Target tahunan sekecil ini tentu tidak sulit bagi desa, misalnya dengan bedah rumah, keikutsertaan sebagai pegawai BUMDes, mengikuti PKTD infrastruktur produktif, dan diikuti permodalan BUMDes.
Adakah program transmigrasi menjadi bagian dari program pemulihan ekonomi nasional?
Kawasan transmigrasi strategis untuk pemulihan ekonomi nasional dalam aspek ketahanan pangan. Hal itu disebabkan cakupan lahan pertanian yang sangat luas, yaitu 1,8 juta lahan pertanian di dalam 3,2 juta luas wilayah transmigrasi. Yang penting dicatat, dalam wilayah yang luas itu, ada para petani yang sudah terbiasa melakukan produksi usaha tani secara intensif, sangat responsif terhadap inovasi pertanian, teknologi baru, dan infrastruktur pendukung. Khusus untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ada 9.507 lahan transmigrasi di Kalimantan Tengah yang diintesifkan guna menjaga cadangan pangan seraya meningkatkan ekonomi transmigran.
Hal apa yang paling sulit menjadi Menteri Desa PDTT?
Pada awalnya, langsung terbayang kesulitannya ialah mengelola wilayah kecil-kecil dan dalam jumlah besar, yaitu ada 74.961 desa, sekaligus kondisinya yang sangat beragam. Desa-desa itu mencakup 741 keragaman suku bangsa yang berarti ratusan keragaman budaya lokal, juga dengan 1.141 bahasa ibu yang berbeda-beda.
Namun, kini telah ditemukan resepnya. Pertama, menggunakan teknologi informasi sebagai internet of things (IoT) untuk mencatat rincian aspek-aspek pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat sehingga bisa menciptakan sistem peringatan dini kalau ada masalah di desa serta menjalankan pembangunan desa secara beragam bagi satu per satu desa. Wujudnya berupa rekomendasi membangun yang berbeda-beda bagi setiap desa.
Kedua, bersamaan dengan itu, mengubah pola pikir agregasi atau akumulasi desa-desa menjadi berpikir mikro berupa pengambilan data, analisis, rumusan kebijakan yang cocok untuk entitas setiap desa itu sendiri. Sebentar lagi akan tersusun garis kemiskinan tiap desa, nilai tambah ekonomi setiap desa, hingga rincian by name by address warganya yang membutuhkan bantuan pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya.
Baca juga : Tata Kelola BUMDes Perlu Dibenahi