Sejajar Badan Hukum Lain, Peran BUMDes Diharapkan Makin Kuat
BUMDes menjadi institusi baru di Indonesia dengan lahirnya PP Nomor 11/2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Dengan status badan hukumnya, BUMDes diharapkan semakin lincah untuk mendongkrak kekuatan ekonomi perdesaan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran badan usaha milik desa atau BUMDes diharapkan kian kuat menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Peraturan tersebut menegaskan bahwa BUMDes menjadi institusi baru berbadan hukum yang sejajar dengan badan hukum lainnya, seperti koperasi, yayasan, atau perseroan. Ada persoalan kapasitas sumber daya manusia agar aturan dalam PP tersebut berjalan semestinya.
Sekretaris Jenderal Forum BUMDes Indonesia Rudy Suryanto menyambut baik lahirnya PP tersebut. Menurut dia, lahirnya PP tentang BUMDes akan menyelesaikan segala polemik mengenai status hukum BUMDes. Sebelumnya, peran BUMDes seakan termarjinalkan, seperti tak bisa mengakses pinjaman ke bank, tidak dilibatkan dalam urusan strategis di perdesaan, yaitu penyaluran pupuk bersubsidi atau produk-produk BUMN, lantaran belum berbadan hukum.
”Dalam program pemulihan ekonomi nasional yang nilainya ratusan triliun rupiah pun, BUMDes tak pernah dilibatkan karena ada polemik mengenai status hukum BUMDes itu sendiri. Jadi, dengan lahirnya PP ini, masalah kelembagaan bisa selesai,” kata Rudy saat dihubungi dari Jakarta, Senin (22/2/2021).
Dalam PP tersebut, untuk mendapat status hukum, pemerintah desa harus mendaftarkan BUMDes kepada Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) melalui sistem informasi desa yang terintegrasi dengan sismten di Kementerian Hukum dan HAM. Selanjutnya, Kementerian Hukum dan HAM akan menerbitkan sertifikat yang menegaskan status hukum BUMDes tersebut. Anggaran dasar BUMDes ditetapkan melalui musyawarah desa yang merupakan forum tertinggi di tingkat desa.
Untuk mendapat status hukum, pemerintah desa harus mendaftarkan BUMDes kepada Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melalui sistem informasi desa yang terintegrasi dengan sismten di Kementerian Hukum dan HAM.
Dalam hal modal, dalam Pasal 39 disebutkan bahwa seluruh atau sebagian besar modal BUMDes dimiliki oleh desa. Modal BUMDes terdiri dari penyertaan modal desa; penyertaan modal masyarakat desa; dan bagian dari laba usaha yang ditetapkan dalam musyawarah desa untuk menambah modal. Dana desa yang bersumber dari APBN bisa digunakan sebagian untuk memperkuat modal BUMDes.
”Peneguhan status hukum BUMDes bisa menjadi sumber kekuatan ekonomi baru dari desa. Kami tunggu tindak lanjut pemerintah untuk membimbing BUMDes sebagai pemain utama di perdesaan. Saat ini ada lebih dari 51.000 BUMDes di seluruh Indonesia,” kata Rudy.
Kendati menjadi angin segar bagi BUMDes, lanjut Rudy, ada pekerjaan tak kalah berat menyusul terbitnya PP tersebut. Pasalnya, harus ada penyesuaian peraturan desa agar sejalan dengan yang diatur dalam PP tentang BUMDes tersebut. Dalam Pasal 75 disebutkan bahwa BUMDes yang telah ada sebelum PP terbit wajib menyesuaikan PP ini selambatnya setahun sejak PP diundangkan pada 2 Februari 2021.
Sementara itu, menurut Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar, BUMDes menjadi salah satu peluang terbesar untuk menambah pendapatan asli desa (PADes). Apalagi, dengan disahkannya BUMDes sebagai badan hukum, usaha untuk mendapat akses permodalan dari lembaga keuangan menjadi lebih mudah. BUMDes juga akan lebih fleksibel menjalin kerja sama dengan pihak lain.
”BUMDes juga menjadi motor pemulihan ekonomi di tingkat desa. Pada 2020, sebanyak 51.134 BUMDes mempekerjakan 189.010 warga desa,” kata Abdul Halim.
Usaha untuk mendapat akses permodalan dari lembaga keuangan menjadi lebih mudah. BUMDes juga akan lebih fleksibel menjalin kerja sama dengan pihak lain.
Abdul Halim menambahkan, strategi pemasaran digital membantu memperluas pangsa pasar lini usaha yang dijalankan BUMDes. Saat ini tercatat ada 17.428 BUMDes yang melakukan pemasaran secara digital. Meluasnya pangsa pasar diperkirakan dapat meningkatkan omset BUMDes tersebut.
Sebelumnya, dalam konferensi pers sejumlah menteri terkait UU Cipta Kerja, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan bahwa dengan diberikannya status badan hukum pada BUMDes, ia percaya BUMDes akan semakin memberi manfaat yang lebih besar bagi masyarakat desa. Hal lain yang tak kalah penting adalah BUMDes akan lebih mudah mengakses dana pinjaman ke bank.
Tahun ini, pemerintah pusat mengalokasikan dana desa sebanyak Rp 72 triliun untuk 74.961 desa. Dari jumlah dana desa tersebut, sebanyak Rp 37,08 triliun dialokasikan untuk program padat karya tunai desa (PKTD). Program ini diharapkan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 4,2 juta orang. Selain untuk PKTD, dana desa dialokasikan untuk bantuan langsung tunai senilai Rp 29,16 triliun dan pembiayaan pencegahan Covid-19 Rp 5,76 triliun.