Pinjaman Perusahaan Teknologi Finansial Jadi Asa Baru UMKM
Perusahaan teknologi finansial turut membantu para pelaku UMKM untuk tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19. Ekosistem digital yang dibangun dapat semakin memudahkan pelaku usaha beradaptasi dengan teknologi.
Oleh
Sharon Patricia/Erika Kurnia/M Fajar Marta
·5 menit baca
Di tengah pandemi Covid-19, kinerja industri pembiayaan berbasis digital justru makin meroket. Ekosistem digital yang berkembang pesat selama pandemi dan kemampuan menjangkau masyarakat yang tak tersentuh layanan pembiayaan konvensional membuat industri pembiayaan digital dapat membangkitkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang kesulitan modal. Industri pembiayaan digital pun diharapkan makin berperan dalam mempercepat pemulihan ekonomi.
Salah satu bisnis pembiayaan digital yang tumbuh signifikan selama pandemi adalah teknologi finansial (tekfin) pinjaman antarpihak. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit baru yang disalurkan tekfin pinjaman antarpihak sepanjang tahun 2020 mencapai Rp 74,41 triliun, meningkat 26,5 persen dibandingkan dengan tahun 2019 yang senilai Rp 58,84 triliun.
Kredit yang disalurkan tekfin pinjaman antarpihak memang masih relatif kecil dibandingkan dengan kredit yang disalurkan perbankan. Namun, pertumbuhannya relatif lebih cepat. Berdasarkan posisi (outstanding) kredit, pinjaman yang disalurkan tekfin tumbuh 16,43 persen pada 2020, sementara perbankan justru terkontraksi minus 2,41 persen. Per Desember 2020, jumlah rekening peminjam tekfin mencapai 43,56 juta, tumbuh 134,59 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), saat ini terdapat 146 tekfin anggota AFPI. Rinciannya, 57 tekfin bergerak dalam pembiayaan sektor produktif, 48 tekfin membiayai sektor produktif dan konsumtif, dan 30 tekfin menyalurkan pembiayaan konsumtif. Adapun sisanya menyelenggarakan pembiayan syariah.
Bentuk pembiayaan digital lain yang juga berkembang adalah layanan urun dana berbasis teknologi informasi di pasar modal (securities crowdfunding). Dengan layanan ini, UMKM dapat menawarkan efek saham, obligasi, atau sukuk kepada investor secara urun dana. OJK mencatat total penghimpunan dana layanan crowdfunding hingga akhir 2020 mencapai Rp 185 miliar dengan jumlah pemodal sebanyak 22.341 investor dan jumlah penerbit efek sebanyak 129 unit usaha.
Dukung UMKM
Modalku, salah satu tekfin pinjaman antarpihak, menyalurkan pinjaman Rp 20 triliun sepanjang 2020, meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2019. Pinjaman disalurkan kepada 3,5 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Co-Founder dan COO Modalku Iwan Kurniawan menyampaikan, lebih dari 80 persen pinjaman disalurkan kepada pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya secara daring.
Dari segi industri, sektor perdagangan, baik besar maupun eceran, masih mendominasi portofolio penyaluran pinjaman Modalku, terutama FMCG (Fast Moving Consumers Good), yang merupakan kebutuhan esensial masyarakat. Penyaluran kredit ke industri kesehatan juga tumbuh signifikan.
”Modalku akan terus berinovasi dan melakukan kolaborasi untuk tetap bisa tumbuh secara positif tahun 2021. Kami berharap UMKM bisa terus berjuang melewati masa krisis dan Modalku bisa selalu menjadi fintech (tekfin) terpilih bagi UMKM ataupun mitra kami di Asia Tenggara, khususnya Indonesia,” ujar Iwan beberapa waktu lalu.
Investree, tekfin pinjaman antarpihak lainnya, mencatat penyaluran kredit sebesar Rp 7,44 triliun kepada UMKM pada 2020. Co-Founder dan CEO Investree Adrian Gunadi menyampaikan, pertumbuhan kinerja Investree membuktikan perusahaan fintech P2P lending turut membantu akses pendanaan bagi UMKM yang terdampak pandemi.
Berkat pinjaman dari Investree, 58 persen UMKM yang dibantu mengalami peningkatan pendapatan dan 44 persen UMKM bisa mempertahankan karyawannya selama pandemi.
Kolaborasi
Untuk mengoptimalkan dukungan kepada UMKM, Investree pun meluncurkan layanan Billtree, yaitu e-faktur bagi pelaku usaha. Sejak 2020, Investree juga bermitra dengan Bukalapak untuk memberikan pembiayaan produktif bagi penjual e-dagang di platform Bukalapak.
Kemitraan juga dijalin dengan Gramindo untuk menyalurkan pembiayaan mikro produktif bagi komunitas perempuan di perdesaan. Selain itu, bermitra dengan e-Fishery untuk menyalurkan pinjaman bagi nelayan.
Investree meluncurkan Aiforesee untuk mengembangkan model penilaian kredit, khususnya bagi UMKM. Penilaian nantinya dilakukan dengan mengintegrasikan data internal Investree dan data mitra.
”Tahun 2021, fokus Investree tetap pada ritel produktif dan berkolaborasi dengan ekosistem e-commerce, healthtech, serta startup lain untuk membantu pendanaan ritel produktif. Kolaborasi dilakukan karena kami tidak bisa terjun sendiri untuk memberikan bantuan yang lebih luas bagi UMKM,” ujar Adrian.
Rizky Ardhy Maulana (29), Direktur Utama CV Mina Ceria Nusantara, mengatakan, pihaknya lebih memilih mencari pendanaan melalui tekfin. Menurut dia, tekfin tidak hanya menawarkan pinjaman secara mudah dan cepat, tetapi juga membawa visi yang sejalan dengannya, yakni memberdayakan pelaku usaha mikro dan kecil.
Mina Ceria Nusantara merupakan perusahaan penyedia jasa budidaya udang Vannamei berteknologi intensif dengan sistem patungan. Saat ini ada sekitar 300 petambak di Subang dan Indramayu yang menjadi mitranya.
Pada 2018, Rizky mendapatkan pendanaan dari PT Ammana Fintek Syariah. Besaran pendanaan yang diberikan pada tahap awal Rp 600 juta dan tahap kedua Rp 260 juta.
”Tentunya kami terdampak pandemi karena minat masyarakat untuk berinvestasi di sektor budidaya udang Vannamei berkurang sehingga omzet kami turun sampai 96 persen. Tapi, untungnya pendanaan dari tekfin dilakukan dengan skema bagi hasil sehingga tidak terlalu memberatkan usaha kami,” ujar Rizky.
Terkait dengan keuangan digital, OJK menerbitkan enam fokus kebijakan akselerasi transformasi digital di sektor jasa keuangan. Kebijakan tersebut ialah mendorong inovasi dan akselerasi transformasi digital sektor jasa keuangan; mengembangkan peraturan yang mendukung ekonomi sektor keuangan digital; dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di sektor jasa keuangan seiring dengan perkembangan industri digital.
Selain itu, penguatan riset untuk mendukung inovasi dan transformasi digital sektor jasa keuangan; akselerasi penerapan pengawasan berbasis TI (Suptech) di OJK dan pemanfaatan Regtech oleh lembaga jasa keuangan; serta business process reengineering untuk peningkatan kualitas perizinan, pengaturan, dan pengawasan.