Menyusun Kepingan Pemulihan
Hampir setahun dikungkung pandemi Covid-19. Di tengah kegamangan dan ketidakpastian, perlahan-lahan kepingan harapan disatukan dan langkah pemulihan dipercepat. Faktor kesehatan tetap utama.
Nyaris setahun putaran roda ekonomi tersendat akibat pandemi Covid-19. Gamang, bimbang, serba tak jelas, bahkan sempat kalut dialami pelaku usaha di awal-awal pandemi.
Waktu berjalan, sebagian pelaku usaha sudah kembali bergerak dengan penuh perhitungan. Bersama masyarakat, pelaku usaha berinovasi dan beradaptasi dengan situasi. Namun, geliat belum maksimal karena kasus Covid-19 di Indonesia masih terus bertambah. Sampai dengan Minggu (21/2/2021), secara akumulasi ada 1.278.653 kasus positif Covid-19 di Indonesia.
Pandemi Covid-19 menjadi faktor tak terduga dalam perekonomian dunia. Berbagai proyeksi yang disusun sejak akhir 2019 berantakan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3 persen dalam APBN 2020 beberapa kali direvisi tahun lalu.
Pada akhirnya, Indonesia membukukan pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen pada 2020 atau anjlok dibandingkan dengan 2019 yang 5,02 persen. Komponen pengeluaran dalam produk domestik bruto (PDB), yakni konsumsi rumah tangga, yang berperan 57,66 persen dari PDB, tumbuh minus 2,63 persen secara tahunan. Adapun pembentukan modal tetap bruto atau investasi yang menyumbang 31,73 persen terhadap PDB tumbuh minus 4,95 persen. Hanya konsumsi pemerintah tumbuh positif, yakni 1,94 persen secara tahunan yang porsinya hanya 9,29 persen.
Perekonomian Indonesia, yang sangat tergantung pada konsumsi dan investasi, menjadi terpuruk pada saat konsumsi dan investasi melemah akibat pandemi. Ternyata, situasi tak pasti akibat virus korona tipe baru yang merebak membuat masyarakat lebih berhati-hati membelanjakan uang. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan, simpanan masyarakat atau dana pihak ketiga di perbankan Indonesia tumbuh 11,11 persen secara tahunan pada 2020.
situasi tak pasti akibat virus korona tipe baru yang merebak membuat masyarakat lebih berhati-hati membelanjakan uang
Lembaga Penjamin Simpanan merinci, dana pihak ketiga per Desember 2020 sebesar Rp 6.644 triliun yang terdiri dari 350,298 juta rekening. Di seluruh kelompok nilai, simpanan pada Desember 2020 lebih tinggi dibandingkan dengan November 2020. Hanya dana pihak ketiga senilai lebih dari Rp 5 miliar yang nilainya berkurang.
Sebaliknya, pada akhir 2020, kredit perbankan tumbuh minus 2,41 persen secara tahunan. Tumbuh minus artinya cicilan kredit dari debitor ke perbankan terus berjalan, bahkan ada kredit yang sudah lunas. Namun, nilai kredit yang ditarik debitor lebih kecil.
Menurut hasil survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dirilis Bank Indonesia, sebenarnya ada perbaikan indeks pada November dan Desember 2020. Namun, perbaikan indeks tertahan, bahkan merosot, dari 96,5 pada Desember 2020 menjadi 84,9 pada Januari 2021.
Indeks yang menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian tersebut meninggalkan level optimistis—yakni nilai indeks di atas 100—sejak April 2020. Ekspektasi konsumen terhadap kegiatan usaha dan penghasilan serta ketersediaan lapangan kerja melemah dalam enam bulan mendatang. Hal ini, antara lain, akibat penerapan pembatasan sosial, yang akan memengaruhi kegiatan usaha dan penghasilan. Pada hulunya, pembatasan sosial dilakukan untuk mengendalikan penularan kasus Covid-19.
Baca juga: Banyak Ruang untuk Tumbuh
Di atas kertas, ada optimisme perekonomian Indonesia tahun ini akan pulih. Bahkan, ada harapan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus 5,32 persen secara tahunan pada triwulan II-2020 merupakan yang terburuk di masa pandemi. Ada harapan juga tren perbaikan yang ditunjukkan melalui pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 sebesar minus 3,49 persen secara tahunan dan minus 2,19 persen pada triwulan IV-2020, berlanjut. Dalam asumsi makro APBN 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan 5 persen.
Namun, perbaikan indeks tertahan, bahkan merosot, dari 96,5 pada Desember 2020 menjadi 84,9 pada Januari 2021.
Namun, upaya pemulihan juga masih berhadapan dengan situasi yang masih belum stabil. Ada banyak hal yang masih memengaruhi persepsi pasar, misalnya kemajuan program vaksinasi yang dijalankan di Indonesia sejak 13 Januari 2021, penambahan kasus Covid-19, dan kebijakan pemerintah yang berubah-ubah.
Berbagai hal itu memengaruhi persepsi pasar, yang tecermin dalam sejumlah hal, antara lain gejolak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Misalnya, pada saat akumulasi kasus Covid-19 menyentuh 1 juta kasus, IHSG memerah karena pelaku pasar khawatir pembatasan sosial berskala besar akan diberlakukan lagi sehingga mengancam kinerja emiten.
Awal langkah
Pemulihan seperti apa yang dituju pemerintah dan bermula dari mana?
Bank Indonesia telah memetakan sektor ekonomi prioritas yang produktif dan aman, serta berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) dan ekspor. Ada enam sektor prioritas pertama yang menyumbang 16,8 persen PDB.
Keenam sektor itu adalah industri makanan dan minuman; industri kimia, farmasi, dan obat tradisional; kehutanan dan penebangan kayu; serta tanaman hortikultura. Ada juga tanaman perkebunan dan pertambangan bijih logam.
Adapun prioritas kedua terdiri dari 15 sektor ekonomi yang aman dan produktif dengan kontribusi 21,6 persen terhadap PDB. Pembukaan kegiatan ekonomi bisa diawali dari dua kelompok sektor prioritas tersebut sehingga dampaknya terhadap PDB akan signifikan.
Perlakuan dalam pemberian kredit atau pembiayaan juga bisa disesuaikan dengan kondisi sektor-sektor ekonomi. Misalnya, sektor yang kinerjanya masih berpotensi tumbuh dengan risiko penularan Covid-19 medium akan berbeda dengan sektor yang berpotensi tumbuh tetapi memiliki risiko penularan Covid-19 tinggi.
Lagi-lagi, pertimbangan dalam menentukan langkah pemulihan bukan soal PDB semata. Namun, tetap menyentuh asal mula krisis ekonomi, yakni krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19.
Baca juga: Peta Pertumbuhan
Pandemi bagi sebagian orang telah meruntuhkan bangunan ekonomi yang sudah dibangun bertahun-tahun. Namun, pandemi juga memunculkan peluang dan model kerja baru. Seorang pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengaku, pandemi memaksanya lebih kreatif demi bertahan. Kini, bukan hanya bertahan, usahanya justru berkembang pesat karena ia memanfaatkan peluang yang muncul di masa pandemi.
Pandemi bagi sebagian orang telah meruntuhkan bangunan ekonomi yang sudah dibangun bertahun-tahun. Namun, pandemi juga memunculkan peluang dan model kerja baru.
Namun, ada juga pihak yang mesti dibantu karena pendapatannya merosot, bahkan hilang sama sekali. Selama pandemi, setidaknya ada tambahan 2,56 juta penganggur dan 24,03 juta orang yang pendapatannya berkurang. Mereka perlu ditopang agar bisa konsumsi rumah tangga tetap berjalan.
Adapun konsumsi kelompok menengah-atas dipacu, antara lain, dengan cara meyakinkan mereka bahwa pandemi Covid-19 terkendali. Selama pandemi belum terkendali, konsumsi belum akan jor-joran. Padahal, kelompok ini sudah menyimpan hasrat untuk membelanjakan uang, setidaknya untuk berlibur dan mencari suasana baru, setelah dikungkung pandemi selama hampir setahun.
Hal tak kalah penting adalah menyiapkan diri untuk bergerak lebih cepat saat kondisi mulai pulih, misalnya soal infrastruktur. Menyadari keterbatasan dana untuk membangun infrastruktur, Indonesia membentuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2020 tentang LPI, pemerintah menyuntikkan modal secara bertahap hingga Rp 75 triliun per akhir 2021 sebagai modal awal. LPI juga menjaring investor yang akan menempatkan dana mereka, kemudian merealisasikan nilai tambah dari dana kelolaan tersebut melalui proyek di berbagai sektor, antara lain infrastruktur.
Namun, lagi-lagi, perlu strategi tepat untuk menentukan proyek apa saja yang akan dibiayai dana kelolaan LPI. Sebagaimana investasi, yang menurut pemerintah optimistis diraih seiring pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, bukan hanya nilainya yang jadi patokan, melainkan manfaatnya bagi masyarakat Indonesia. Investasi bukan hanya menempatkan Indonesia sebagai ”negara yang menarik”, melainkan juga bisa dinikmati masyarakat melalui serapan tenaga kerja.
Pandemi merupakan momentum untuk memperbaiki banyak hal, termasuk untuk mereformasi struktural perekonomian Indonesia. Kemudian, memulihkan diri ke arah yang lebih baik dibandingkan dengan sebelum pandemi. Hal yang tak kalah penting adalah pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan lingkungan.
Mengutip pendiri dan chairman Forum Ekonomi Dunia, Klaus Schwab, pandemi Covid-19 merupakan momentum memformat ulang perekonomian negara dan dunia menjadi lebih baik dan bernilai.