Bilebante dan Gotong Royong Menghijaukan Desa
Di tengah pandemi, desa-desa di sejumlah daerah terus menjaga kebersamaan. Seperti Desa Bilebante di Lombok Tengah, NTB, yang mengajak warganya untuk bergotong royong menanam pohon.
Di tengah pandemi, kebersamaan warga dalam membangun desa harus terus dijaga. Itu juga yang didorong Desa Wisata Hijau Bilebante lewat kegiatan penghijauan dengan mengajak warganya bergotong royong menanam pohon.
Sepeda motor bak roda tiga yang membawa ratusan bibit pohon berhenti di gerbang Dusun Karang Baru, Desa Bilebante, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jumat (12/2/2021) sekitar pukul 08.30 Wita. Melihat itu, warga yang telah menunggu bergeges mendekat.
Dibantu aparat desa, termasuk satuan polisi pamong praja (satpol PP), TNI, dan sejumlah mahasiswa, warga menurunkan bibit-bibit pohon itu. Kemudian, mereka membawa bibit-bibit itu ke sejumlah titik di kiri dan kanan jalan kampung.
Baca juga : Desa Wisata di Lombok Buka Kembali dengan Penerapan Protokol Kesehatan
Warga terlihat antusias melakukan hal itu. Termasuk saat menanam. Semua dikerjakan dengan penuh semangat mulai melepas polybag, memasukkan bibit dengan sisa tanah yang masih melekat ke dalam lubang tanam, hingga menimbunnya kembali dengan tanah dan menancapkan dua kayu pelindung.
Tidak hanya orang tua, anak-anak juga tak kalah semangat. Seperti pengalaman baru, setiap selesai menanam satu pohon, mereka akan menanam pohon berikutnya. Begitu seterusnya hingga kegiatan itu berakhir pukul 10.00 Wita.
”Jangan cuma ditanam, ya. Harus tanggung jawab juga dijaga dan dirawat biar tumbuh subur,” kata Syamsul KH, anggota satpol PP yang ikut menemani anak-anak.
Baca juga : Desa di Lombok Tengah Kembangkan Desa Wisata
Suasana serupa juga terlihat di titik penanaman pohon lainnya di Bilebante seperti di Lapangan Umum Bilebante dan Dusun Tapon Barat. Seperti di Karang Baru, warga di dua titik itu saling bergotong royong.
Mereka saling membagi tugas. Ada yang menyiapkan lubang tanam, mengangkut pohon, menanam, hingga bagian menyiram. Bagi yang tak bisa ke lapangan, terutama ibu-ibu, berkumpul di balai desa atau balai dusun untuk menyiapkan penganan ringan yang disantap warga seusai menanam pohon.
Gotong royong
Penanaman pohon jambalang dikenal juga dengan nama duwet dan jambu monyet itu, sebenarnya merupakan salah satu program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik 2021 Universitas Mataram di Bilebante.
Jangan cuma ditanam ya. Harus tanggung jawab juga dijaga dan dirawat biar tumbuh subur. (Syamsul)
Menurut Ketua KKN Tematik Unram 2021 Desa Wisata Hijau (DWH) Bilebante Galih Ardiansyah, mereka melihat bahwa salah satu program yang cocok dilaksanakan di Bilebante yang merupakan desa wisata adalah penanaman pohon. Di samping program-program lain yang untuk mendukung desa wisata seperti pembuatan sistem pembayaran digital dan digitalisasi brosur tanaman obat-obatan di Bilebante.
Baca juga : Pasar Pancingan Desa Wisata Hijau Bilebante
Meski program KKN, penanaman sekitar 700 bibit pohon itu memang tidak hanya dilakukan mahasiswa, tetapi semua pihak merasa ingin mengambil bagian.
”Ini memang menjadi salah satu modal kami. Warga di Karang Baru memang selalu antusias setiap kali ada kegiatan gotong royong,” kata Wawan Harianto (32), salah satu warga Karang Baru.
Menurut Wawan, dukungan itu muncul karena kesadaran masyarakat bahwa program dari desa juga untuk kebaikan bersama. Termasuk penghijauan.
”Desa kami memang sudah hijau. Tetapi ini juga akan menambah hijau terutama di pinggir jalan. Hal yang tak kalah penting adalah semakin banyak pohon, akan menambah serapan air ketika musim hujan. Sehingga ini menjadi langkah antisipasi terjadinya banjir,” kata Wawan.
Dosen Pembimbing Lapangan KKN Tematik Unram 2021 DWH Bilebante, Diswandi, menambahkan, jenis pohon yang ditanam adalah multipurpose tree species (MTS). Artinya, pohon-pohon itu tidak hanya bermanfaat secara ekologi seperti mencegah banjir, tetapi juga bermanfaat secara ekonomi.
Baca juga : Program Padat Karya Pariwisata di Bali Menyasar 177 Desa Wisata
Ketua Kelompok Sadar Wisata DWH Bilebante Pahrul Azim menambahkan, selain bagian dalam mendukung pengembangan desa wisata, gotong royong tersebut sekaligus mengajak masyarakat untuk sama-sama bertanggung jawab terhadap alam.
”Kami ingin meningkatkan rasa cinta masyarakat pada alam. Karena kalau kita mencintai alam, alam juga akan mencintai kita,” kata Pahrul.
Di sisi lain, upaya itu juga untuk mendorong kebersamaan masyarakat dalam menghadapi pandemi. Apalagi, seperti di tempat lain, DWH Bilebante juga ikut terdampak pandemi, yakni menurunnya kunjungan wisatawan.
Tambang galian
Semangat gotong royong memang menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan Bilebante sebagai desa wisata. Jauh sebelum menjadi desa wisata, Bilebante yang berada sekitar 29 kilometer tenggara Mataram (ibu Kota NTB) adalah pusat tambang galian C. Kegiatan itu berlangsung di sejumlah titik dengan luasan hingga puluhan hektar.
Baca juga : Desa Wisata di Lombok Buka Kembali dengan Penerapan Protokol Kesehatan
”Miris mendengar Bilebante. Dulu disebut desa berdebu,” tutur Kamarudin, Ketua Badan Keamanan Desa (BKD) Bilebante.
Setelah lebih dari 15 tahun, tambang galian C itu akhirnya terhenti pada 2010. Apalagi pemerintah daerah setempat mengeluarkan kebijakan yang melarang kegiatan tersebut.
Sejak tahun itu, geliat usaha mulai muncul di Bilebante. Misalnya industri pengolahan rumput laut. Itu menjadikan Bilebante sebagai salah satu pusat kegiatan pelatihan industri tersebut. Berbagai tamu dari luar NTB datang untuk belajar ke Bilebante.
Pada 2014, desa wisata mulai diinisiasi ditandai dengan terbentukya Pokdarwis. Warga mulai menyediakan rumah sebagai homestay untuk tempat menginap peserta pelatihan industri. Saat ini, sudah ada 17 homestay di Bilebante.
Baca juga : Manfaatkan Komunikasi untuk Mendorong Pemulihan Pariwisata
Pada 2017, DWH Bilebante diresmikan dan terus berjalan hingga saat ini. Berbagai atraksi bisa dinikmati wisatawan yang datang kesana. Mulai dari paket sepeda, pasar pancingan, kebun herbal, dan lainnya.
Miris mendengar Bilebante. Dulu disebut desa berdebu (Kamarudin)
DWH Bilebante saat ini menjadi salah satu desa wisata penyangga kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika. Di tengah pandemi, berbagai persiapan dilakukan pemerintah desa untuk menyambut even besar itu. Tentunya dengan terus melibatkan masyarakat.
”Semangat gotong royong, semangat kekeluargaan telah lama ada di Bilebante. Baik itu untuk menjaga dan membangun desa,”kata Pahrul.
Menurut Pahrul, seiring dimulainya desa wisata, semangat gotong royong itu semakin besar. Itu diwujudkan lewat keikutsertaan warga lewat kegiatan Jumat Bersih, Gerakan 30 Menit Menyapu Halaman Rumah dan Jalan Raya.
”Gerakan gotong royong ini akan semakin menunjang pengembangan desa wisata Bilebante. Apalagi, sinergi itu muncul dari semua lembaga di tingkat desa, termasuk dari luar, seperti hari ini Mahasiswa KKN Unram dan Universitas Qamarul Huda Badaruddin Bagu,” kata Pahrul.
Diswandi yang juga Sekretaris Pusat Kajian Wisata Unram mengatakan, dalam mengembangkan desa wisata, gotong royong adalah modal penting.
”Gotong royong merupakan satu modal sosial yang sudah jarang bisa ditemui di kota. Modal sosial semacam gotong royong dan kepercayaan sangat bagus untuk mendukung tercapainya pembangunan di desa, termasuk dalam membangun desa wisata. Oleh karena itu, harus terus digiatkan” kata Diswandi.