Optimalisasi Pembiayaan UMKM Akan Percepat Pemulihan Ekonomi
Bantuan pembiayaan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah perlu dioptimalkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Selain itu, permintaan terhadap produk UMKM juga perlu didorong.
JAKARTA, KOMPAS — Bantuan pembiayaan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM perlu dioptimalkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Selain itu, permintaan terhadap produk UMKM juga perlu didorong.
Kelesuan ekonomi akibat pandemi telah memengaruhi kinerja lebih dari 90 persen UMKM. Lebih dari 50 persen UMKM bahkan mengalami kebangkrutan. Situasi ini menyebabkan meningkatnya angka pengangguran. Per Agustus 2020, angka pengangguran mencapai 9,77 juta jiwa.
Banyak UMKM yang beradaptasi dengan mengurangi pegawai, menurunkan biaya operasional dan produksi, hingga bermanuver dengan mengganti usaha.
Untuk memulihkan kondisi perekonomian, pemerintah menggagas Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104 Tahun 2020, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71 Tahun 2020, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85 Tahun 2020.
Sejak aturan dikeluarkan, pemerintah telah menggelontorkan dana PEN sebesar Rp 112,4 triliun untuk mendukung UMKM. Pada 2021 ini, pemerintah kembali berkomitmen menyalurkan bantuan dalam bentuk restrukturisasi kredit, penjaminan kredit, subsidi bunga, dan berbagai bantuan produktif.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) Eddy Satriya, yang dihubungi Kompas pada akhir pekan ini, mengatakan, pemangku kepentingan dari lintas kementerian dan lembaga terus mematangkan program anggaran dan evaluasi penyaluran PEN untuk UMKM.
Kemenkop UKM pun telah menyiapkan tiga program transformasi besar. Program itu adalah transformasi usaha informal ke formal, digitalisasi koperasi UMKM, dan mempercepat masuknya UMKM ke rantai pasok nasional dan global.
”Pemulihan ekonomi melalui UMKM ini harus ditangani dari hulu hingga hilir,” ujarnya.
Salah satu bentuk pemulihan di hulu adalah dengan menyalurkan bantuan pembiayaan melalui Bantuan Presiden Produktif untuk Usaha Mikro (BPUM). Pada tahap I, pemerintah menggelontorkan dana untuk 12 juta pelaku UMKM yang masing-masing menerima Rp 2,4 juta.
Pada 2021, BPUM akan dilanjutkan untuk 12 juta pelaku usaha mikro lainnya dengan bantuan sebesar Rp 1,2 juta per penerima.
Salmi Sufraini (43), pelaku usaha mikro Cangcomak (Kacang Coklat Emak) di Jakarta Barat, menjadi salah satu penerima BPUM tahap I. Bantuan senilai Rp 2,4 juta ia gunakan untuk membeli bahan baku produk Cangcomak.
”Sekitar Oktober 2020, saya dapat Banpres. Saya langsung gunakan untuk membeli bahan baku buat menambah stok karena sempat mandek (produksi) akibat kurang modal,” ujarnya.
Untuk meningkatkan penjualan, Salmi juga mengikuti berbagai pelatihan UMKM yang diadakan secara daring. Strategi pemasaran digital menjadi pelatihan yang banyak diikutinya untuk memenangi pasar daring.
Evaluasi
Terkait bantuan pembiayaan bagi UMKM, Eddy mengakui ada kendala dalam penyaluran. Salah satunya karena penyaluran masih bergantung pada perbankan yang cenderung lebih ketat menyalurkan kredit. Kendala lainnya karena minimnya jumlah dan keterjangkauan lembaga keuangan yang ditunjuk.
”Menurut rencana, kami akan menambah bank, mungkin akan ke BPD (Bank Pembangunan Daerah) atau koperasi besar, dan kantor pos yang banyak terdapat di pelosok daerah,” kata Eddy.
Yoyok Pitoyo, Ketua Umum Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (Kopitu), berharap pemerintah bisa segera mengevaluasi kendala yang memperlambat penyerapan dana untuk UMKM.
”Hambatan seperti itu akhirnya membuat banyak pelaku UMKM yang lari ke peminjaman fintek (finansial teknologi), rentenir, atau lembaga keuangan lain yang justru memberikan bunga yang tinggi,” kata Yoyok.
Mediasi antara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga diperlukan. Ini dalam rangka merancang ulang Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Bidang Perekonomian 15 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Permenko Nomor 8 Tahun 2020 tentang Perlakuan Khusus Bagi Penerima KUR Terdampak Pandemi Covid-19.
Dari kebijakan tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendelegasikan delapan bank untuk menyalurkan KUR super mikro. Total plafon yang diajukan mencapai Rp 11,1 triliun. Sebagian besar diajukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dengan nilai Rp 10 triliun.
Sepanjang 2020, BRI telah menyalurkan KUR Super Mikro sebesar Rp 8,66 triliun kepada sekitar 985.000 pelaku usaha yang menjadi nasabah Ultra Mikro (UMi). Adapun total debitor UMKM yang mendapat pembiayaan dari BRI sepanjang 2020 mencapai 11,8 juta orang. Jumlah ini ditargetkan kembali bertambah pada 2021.
”Bank Himbara dan perbankan lain perlu memiliki payung hukum untuk mendistribusikan dana PEN secara lebih meluas, mencakup para pelaku UMKM yang terdampak Covid-19. Lalu, keterlibatan wadah-wadah UMKM di Indonesia, seperti Kopitu, dalam pendampingan berkelanjutan,” ujarnya.
Terkait restrukturisasi kredit perbankan ke debitor yang terdampak pandemi Covid-19, OJK mencatat nilainya mencapai Rp 971 triliun atau 18 persen dari total kredit perbankan. Restrukturisasi dilakukan terhadap 7,6 juta debitor UMKM dan korporasi.
”Kebijakan restrukturisasi kredit diperpanjang hingga Maret 2022. Dalam hal dilakukan restrukturisasi berulang selama periode relaksasi, debitor tidak dikenai biaya yang tidak wajar atau berlebihan,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam konferensi virtual, awal Februari 2021.
Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menilai, program-program bantuan pembiayaan dan keuangan untuk UMKM harus dilanjutkan karena pandemi Covid-19 belum dapat dijamin kapan akan selesai kendati vaksinasi sudah didistribusikan.
”Stimulus-stimulus ini harus tetap dilaksanakan pada 2021. Lalu, untuk pelaku UMKM, harus lebih cermat lagi melihat peluang usaha produktif yang sesuai agar sesuai kriteria penerima bantuan dan bisa ikut menggerakkan perekonomian,” ujarnya.
Dorong permintaan
Selain pembiayaan, keran permintaan juga perlu didorong untuk mengoptimalkan bisnis UMKM.
Selain memanfaatkan saluran penjualan daring, permintaan juga perlu didorong dengan belanja pemerintah. Hal ini salah satunya sudah diimplementasikan melalui program Pasar Digital (PaDi) UMKM yang menghubungkan UMKM dengan perusahaan-perusahaan badan usaha milik negara.
Sejak diluncurkan pada Agustus 2020 hingga akhir Januari 2021, total transaksi melalui PaDi UMKM mencapai Rp 11,4 triliun. Kemitraan yang diawali oleh sembilan BUMN itu diharapkan turut mempercepat pemulihan ekonomi.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira, menilai, solusi menghubungkan BUMN dengan UMKM sangat bagus. BUMN harus menetapkan semacam preferensi kepada pelaku usaha UMKM untuk ikut lelang khusus, dengan syarat yang berbeda.
”Yang terlibat tentunya harus benar-benar UMKM, jangan sampai perusahaan besar yang bikin PT atau CV baru lantas mengatasnamakan UMKM. Kemudian jika UMKM menghadapi kendala dalam masuk ke sistem pengadaan, misalnya terkait kualitas atau spesifikasi barang yang belum memenuhi standar, BUMN berperan melakukan pendampingan,” katanya.
Kerja sama itu diharapkan membuat UMKM bisa naik kelas dan produknya layak berkompetisi di rantai pasok BUMN.