BUMN Kluster Pangan Berbenah dan Bergerak
Koloborasi, penggabungan usaha, dan menumbuhkan ekonomi kerakyatan di sektor pangan menjadi prioritas BUMN. Peran ini sangat ditunggu-tunggu para produsen pangan, seperti petani, peternak, dan nelayan.
Pandemi Covid-19 menjadi momen perusahaan-perusahaan badan usaha milik negara bertransformasi. Koloborasi, penggabungan usaha atau holding, dan menumbuhkan ekonomi kerakyatan di sektor pangan menjadi prioritas. Peran ini sangat ditunggu-tunggu para produsen pangan, seperti petani, peternak, dan nelayan.
Penyerapan hasil produksi petani dan peternak oleh badan usaha milik negara (BUMN) berperan strategis bagi pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Di hulu, produsen pangan memperoleh pendapatan, sedangkan di hilir konsumen bisa memenuhi kebutuhannya.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal, akhir pekan lalu, mengatakan, Bulog tetap konsisten dalam menyerap gabah/beras petani dan menyalurkannya kepada masyarakat, baik dengan skema kewajiban pelayanan umum (PSO) maupun komersial. ”Melalui serapan ini, ada aliran dana yang dikelola Bulog ke petani,” katanya saat dihubungi di Jakarta.
Sepanjang 2020, Bulog merealisasikan pengadaan dalam negeri hingga 1,257 juta ton setara beras. Jika dibandingkan, realisasi pengadaan sepanjang 2019 sebesar 1,201 juta ton setara beras.
Bulog juga telah menyalurkan cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 1,027 juta ton untuk operasi pasar, program Sembako Beras 2020 (316.906 ton), dan bantuan sosial beras (450.000 ton). Stok akhir 2020 sebanyak 990.000 ton setara beras.
Bulog tetap konsisten dalam menyerap gabah/beras petani dan menyalurkannya kepada masyarakat, baik dengan skema PSO maupun komersial.
Pada tahun ini, lanjut Awaludin, pembangunan unit penggilingan padi modern di 13 lokasi menjadi fokus Bulog. Setiap lokasi memiliki satu unit pengering, satu unit penggilingan, dan tiga unit silo. Pembangunan fasilitas ini dapat menjaga kualitas gabah yang diserap dari petani serta meningkatkan nilai tambah produk.
Agar penyerapan hasil panen berdampak optimal dalam menjaga kesejahteraan petani dan pemulihan perekonomian nasional, Bulog menguatkan kerja sama dengan kelompok tani serta pelaku usaha yang mengelola gudang, penggilingan, dan pengering. Penguatan ini penting mengingat panen raya di periode dengan curah hujan tinggi menuntut pengelolaan gabah yang cepat agar kualitasnya tidak turun.
Awaludin berharap kebijakan pemerintah bisa lebih terintegrasi antara hulu dan hilir. ”Di hulu, kami ditugaskan untuk menyerap dalam volume besar agar harga di tingkat petani tidak anjlok. Menahan stok yang diserap tersebut membutuhkan dana. Agar stok yang tertahan dapat berkurang, perlu kebijakan penyaluran di sisi hilir,” tuturnya.
Baca juga : Beban Sektor Pertanian Semakin Berat
Menjaga harga dan kemitraan
Pandemi Covid-19 berpengaruh pada pergerakan harga ayam pedaging hidup di tingkat peternak akibat melesunya permintaan di sejumlah kota. Selama ini, harga ayam hidup dan bibit ayam umur sehari (DOC) kerap berfluktuasi.
”Kami berupaya menjaga harga DOC tetap stabil bagi peternak,” kata Direktur Utama PT Berdikari (Persero) Harry Warganegara dalam wawancara khusus, Kamis (18/2/2021).
Menurut Harry, harga DOC itu akan dijaga agar tetap sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Dalam aturan tersebut, harga acuan bibit DOC Rp 5.000-Rp 6.000 per ekor.
Tak hanya menjual DOC dengan harga stabil, perusahaan juga menerapkan skema pembayaran yang tetap memberikan penghasilan kepada peternak mitra. Karena mitra menggunakan pakan dan DOC dari korporasi, perusahaan turut bertanggung jawab menyerap ayam yang telah diproduksi, utamanya ketika harga anjlok.
Setelah diserap, ayam itu akan disimpan dalam bentuk karkas beku di fasilitas penyimpanan dingin. Ada pula yang diolah menjadi bakso, sosis, dan chicken nugget.
”Penyimpanan dingin, baik dalam bentuk karkas maupun olahan, berdampak signifikan terhadap kualitas daging dan memberi nilai tambah pada produk hasil peternak mitra,” ujarnya.
Penyimpanan dingin, baik dalam bentuk karkas maupun olahan, berdampak signifikan terhadap kualitas daging dan memberi nilai tambah pada produk hasil peternak mitra.
Baca juga : Mendapat Tekanan Ganda, Peternak Rakyat Terancam Bangkrut
Harry menekankan, perusahaan menjalani alur tersebut bukan hanya karena penugasan BUMN. Sebagai BUMN, Berdikari tidak boleh merugi. Namun, kalaupun untung, setiap pihak, termasuk peternak rakyat, juga mesti memperoleh keuntungna juga.
Oleh karena itu, Berdikari menghimpun peternak dengan pola kemitraan wilayah. Di tiap wilayah, terdapat integrator skala daerah yang telah memiliki akses ke kelompok peternak, rumah potong, dan kanal penjualan.
Agar dapat semakin optimal dalam menjalankan perannya, perusahaan membutuhkan suntikan modal. ”Apabila memperoleh modal kerja sekitar Rp 0,5 triliun, kami dapat menjadi semacam Perum Bulog khusus perunggasan. Dengan demikian, fungsi stabilisasi harga dapat semakin kuat,” ujarnya.
Perikanan dan kelautan
Sejumlah BUMN yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan juga menargetkan pertumbuhan usaha terus berlanjut meski di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Sejumlah strategi disiapkan untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Perum Perikanan Indonesia (Perindo), yang pada Maret 2021 ini ditargetkan ”naik kelas” menjadi perseroan, tengah dipersiapkan merger dengan PT Perikanan Nusantara (Persero) atau Perinus menjadi holding BUMN Perikanan bernama PT Perikanan Indonesia (Persero). Di masa pandemi, BUMN perikanan mencatat peningkatan kinerja seiring tren kebutuhan pangan produk perikanan masyarakat yang meningkat.
Direktur Operasional Perum Perindo Raenhat Tiranto Hutabarat mengemukakan, Perindo tetap menargetkan pertumbuhan meski pandemi Covid-19 terus berlanjut. ”Perubahan badan hukum Perindo menjadi perseroan dan penggabungan usaha dengan Perinus akan efektif mendorong pertumbuhan bisnis. Kami optimistis untuk (kinerja) tahun ini,” ujarnya melalui siaran pers.
Baca juga : Program Terobosan Perikanan Butuh Kejelasan
Kendati begitu, lanjut Raenhat, ekspor belum optimal akibat imbas pandemi. Perekonomian nasional juga belum pulih. Namun, peluang masih terbuka untuk pasar dalam negeri, terutama meningkatnya kebutuhan rumah tangga.
Pasar lokal untuk segmen menengah ke atas membutuhkan produk ikan ”berkelas”, seperti salmon, irisan daging (filet) patin, udang, dan cumi. Sementara itu, pasar segmen menengah ke bawah mencari komoditas yang harganya lebih murah, seperti pindang ikan yang bersumber dari tuna, tongkol, cakalang, dan laying.
”Meskipun pasar hotel, restoran, dan kafe menurun karena pembatasan-pembatasan, kebutuhan rumah tangga masih cukup tinggi. Perindo harus menangkap peluang ini,” katanya.
Tahun ini, Perindo menargetkan jumlah kemitraan dengan jaringan nelayan, koperasi nelayan, dan pembudidaya semakin meluas. Penyerapan ikan ditargetkan meningkat 151,51 persen secara tahunan, dari 5.143 ton pada 2020 menjadi 12.917 ton pada 2021. Jumlah kemitraan budidaya ditargetkan meningkat 217,6 persen dari 551 mitra pada 2020 menjadi 1.750 mitra tahun ini.
Raenhat menambahkan, upaya mendorong pemulihan ekonomi dari sektor perikanan membutuhkan peningkatan daya saing dalam rantai pangan. Rencana penggabungan Perindo dengan Perinus akan memperkuat lini usaha penangkapan.
”Karena kami akan merger Perinus, kami akan memperluas area penangkapan di wilayah pengelolaan perikanan di timur Indonesia,” ujarnya.
Perindo juga berencana mengoptimalkan penyerapan ikan dari mitra nelayan dan pembudidaya untuk produk-produk yang sesuai target pasar. Selain itu, akan ada tambahan pengelolaan empat pelabuhan perikanan hingga 2024. Beberapa pelabuhan milik pemerintah yang sedang dijajaki untuk dikelola Perindo ada di Natuna-Makassar, Benoa, dan Bitung.
Perindo juga berencana mengoptimalkan penyerapan ikan dari mitra nelayan dan pembudidaya untuk produk-produk yang sesuai target pasar. Selain itu, akan ada tambahan pengelolaan empat pelabuhan perikanan hingga 2024.
Sepanjang tahun lalu, sejumlah lini bisnis hulu-hilir perusahaan juga meningkat. Lini bisnis itu mencakup penangkapan ikan, budidaya, pabrik pakan, jasa penyediaan air, bahan bakar minyak, gudang pendingin (cold storage), perdagangan, dan pasar ikan modern.
”Meski demikian, ada juga penurunan kinerja di lini bisnis tertentu. Salah satunya adalah tambat labuh. Penurunan lini bisnis ini tengah dikaji oleh lembaga independen untuk pengelolaannya,” kata Raenhat.
Baca juga : Penguatan Kelembagaan Petani Garam untuk Gairahkan Produksi
Secara terpisah, Corporate Secretary Perum Perindo Boyke Andreas mengemukakan, perubahan badan hukum Perindo menjadi persero ditargetkan pada Maret 2021. Adapun penggabungan Perindo dengan Perinus dijadwalkan tuntas pada Juni 2021. Perindo ditunjuk sebagai perusahaan induk (holding) BUMN Perikanan.
Integrasi BUMN Perikanan antara Perindo dan Perinus tertuang dalam surat arahan pemegang saham atau pemilik modal tentang pembentukan holding BUMN Industri Pangan No S-1131/MBU/12/2020. Perubahan badan hukum Perindo bertujuan agar negara dapat melakukan pengalihan saham penyertaan modal negara ke dalam modal BUMN yang menjadi induk.
Perum Perindo menargetkan sasaran usaha pasca-penggabungan dalam lima tahun ke depan, yakni pendapatan Rp 10,20 triliun dengan laba Rp 1,06 triliun dan total aset Rp 5,87 triliun.
Perum Perindo merupakan anggota dari BUMN kluster pangan. Adapun BUMN kluster pangan dipimpin PT RNI (Persero) dengan anggota kluster, antara lain, Perum Perikanan Indonesia, PT Berdikari (Persero), BGR Logistic, PT Garam (Persero), PT Perikanan Nusantara (Persero), PT Pertani (Persero), PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), dan PT Sang Hyang Seri (Persero).
Sementara itu, Direktur Utama PT Garam Achmad Didi Ardianto menargetkan produksi garam sebesar 400.000 ton pada tahun ini dengan asumsi musim panen normal sebanyak 17 siklus panen. Garam itu seluruhnya dialokasikan untuk konsumsi dan industri pangan.
”Tantangan utama lebih di penyerapan pasar yang diperkirakan turun atau melambat 25-30 persen dari serapan normal,” katanya.
Ia menambahkan, PT Garam berupaya memastikan ketersediaan garam konsumsi dari pasokan garam lokal dengan mendongkrak serapan garam nasional. Harapannya, bila masyarakat hanya membeli garam konsumsi berbahan baku lokal, perekonomian petani garam akan terangkat dan bertahan di saat pandemi ini.
PT Garam juga sudah bekerja sama dengan koperasi perani garam untuk kerja sama produksi, yakni dua koperasi di wilayah Sumenep, Madura. Serapan garam rakyat dilakukan secara berkelanjutan, pemasaran terus dibenahi, serta pengembangan produk-produk baru di segmen non-edible salt atau garam nonkonsumsi.