Sejumlah perushaan perbankan telah melakukan persiapan untuk transformasi dan konversi layanan dari bank konvensional menuju bank digital. Sejalan dengan ini, otoritas menyiapkan regulasi untuk memayungi bisnis baru ini.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan telah menampung masukan dari masyarakat, pelaku usaha, dan asosiasi terkait dalam penyusunan peraturan bank digital. Regulasi yang memayungi gerak bisnis bank digital menjadi sangat vital mengingat perkembangan zaman menuntut perbankan berinovasi dan bertransformasi ke sektor digital.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto, Jumat (19/2/2021), mengatakan, regulasi tentang bank digital saat ini masih dalam penggodokan dengan melibatkan hampir semua pengawas industri, lembaga lain, dan departemen lain. Dalam pembahasannya, OJK tetap menampung masukan dari masyarakat dan pelaku usaha dalam mematangkan regulasi yang ditargetkan rilis pada pertengahan 2021.
Secara garis besar akan terdapat dua skema dalam pendirian bank digital, yakni investor akan menyampaikan perizinan kepada OJK untuk pendirian bank baru dengan konsep bisnis digital secara penuh, serta transformasi dan konversi bisnis dari bank sebelumnya menjadi bank digital.
”Aturan terkait pendirian bank digital baru secara penuh dari nol akan dibuat khusus. Sementara pengaturan bank transformasi akan dilakukan secara prinsipal dan tidak ada aturan terperinci sepanjang bank memenuhi aspek manajemen risiko,” ujar Anung saat dihubungi di Jakarta.
Secara garis besar akan terdapat dua skema dalam pendirian bank digital, yakni investor akan menyampaikan perizinan kepada OJK untuk pendirian bank baru dengan konsep bisnis digital secara penuh, serta transformasi dan konversi bisnis dari bank sebelumnya menjadi bank digital.
Implementasi bisnis bank digital merupakan salah satu pilar yang termaktub dalam Roadmap (Peta Jalan) Pengembangan Perbankan Indonesia 2020-2025. Sejauh ini, lanjut Anung, skema transformasi bisnis dari bank konvensional menjadi bank digital lebih populer ketimbang mendirikan bank digital baru dari nol.
Contohnya, terdapat Bank Artos yang bertransformasi menjadi Bank Jago untuk menjalani bisnis bank digital. Selain itu, terdapat pula Bank Royal yang diakuisisi oleh PT Bank Central Asia Tbk untuk dijadikan Bank Digital BCA. Belakangan, induk bisnis e-dagang Shopee mengakuisisi Bank Kesejahteraan Ekonomi untuk dikonversi menjadi bank digital.
Anung menjelaskan, definisi dari bank digital bukan sekadar layanan keuangan berbasis internet. Lebih dari itu, bank digital mencakup keseluruhan layanan perbankan, seperti administrasi rekening, otorisasi transaksi, pengelolaan keuangan, dan pembukaan atau penutupan rekening, yang dapat dilakukan di mana saja tanpa perlu mendatangi kantor cabang.
”Untuk itu, menjalani bisnis keuangan digital yang sekompleks itu diperlukan regulasi yang prudent (berhati-hati) dan berkesinambungan, dengan kesiapan mitigasi untuk mengantisipasi risiko-risiko digital,” ujarnya.
Untuk pendirian bank digital, salah satu persyaratannya yang ada dalam rancangan regulasi ialah memiliki modal Rp 10 triliun untuk pendirian bank baru. Adapun syarat modal bank konversi terbagi dua, yakni minimal Rp 3 triliun untuk bank yang berdiri sendiri dan minimal Rp 1 triliun untuk bank yang merupakan bagian dari satu grup perbankan.
”Namun, rancangan yang ada masih bisa saja berubah. Ini prosesnya masih panjang karena harus meminta pendapat dari industri, asosiasi, dan masih perlu pembahasan di internal. Kami upayakan regulasi sudah ada ketika bank digital beroperasi,” kata Anung.
Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim mengatakan, Bank Digital BCA dapat sepenuhnya menjalankan bisnis perbankan digital paling lama pada akhir semester I-2021. Saat ini perusahaan terus melakukan proses perubahan bisnis anak usaha ini agar siap bersaing di dunia bank digital nasional.
”Kami tengah menguji coba Bank digital BCA secara internal. Kami akan luncurkan semester pertama tahun ini,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menyampaikan, OJK banyak menerima investor dari luar negeri yang memiliki keinginan untuk mengambil alih beberapa bank. Namun, OJK juga mencermati apakah pemilik nantinya memiliki visi pengembangan perbankan nasional.
”Kami ingin investor yang datang bisa menjadikan bank lebih kuat dan berdaya tahan serta memberikan kontribusi terhadap perekonomian. Dari situ, OJK tidak ingin gegabah dalam menerima investor baru dan melakukan berbagai kajian,” ujarnya.
OJK banyak menerima investor dari luar negeri yang memiliki keinginan untuk mengambil alih beberapa bank.
Stimulus kredit/pembiayaan
Di samping membuat payung hukum baru di tengah perkembangan perbankan nasional, OJK juga melanjutkan upaya-upaya mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digagas pemerintah. Salah satunya adalah mengeluarkan aturan relaksasi penurunan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) terhadap kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor dan kepemilikan rumah.
Dalam keterangan resminya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, OJK telah mengeluarkan berbagai relaksasi kebijakan prudensial sektor jasa keuangan secara temporer untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih cepat. Terbaru, OJK memberikan stimulus kepada perbankan dan lembaga pembiayaan di segmen kredit atau pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor, rumah, dan sarana-prasarana kesehatan.
Di segmen kredit kepemilikan kendaraan bermotor, misalnya. OJK menurunkan ATMR menjadi 50 persen dari sebelumnya 100 persen. Perbankan yang memenuhi kriteria profil risiko 1 dan 2 dimungkinkan untuk memberikan uang muka kredit kendaraan bermotor sebesar 0 persen.
Sementara untuk perusahaan pembiayaan (multifinance), lanjut Wimboh, OJK menurunkan ATMR menjadi 25 persen-50 persen dari sebelumnya 37,5 persen-75 persen untuk pembiayaan multiguna. ”Bagi perusahaan pembiayaan yang memenuhi kriteria tingkat kesehatan tertentu dimungkinkan untuk memberikan uang muka pembiayaan kendaraan bermotor sebesar 0 persen,” katanya.
Upaya ini merupakan tindak lanjut sinergi kebijakan komite stabilitas sistem keuangan (KSSK). Stimulus ini adalah bagian dari paket kebijakan terpadu (KSSK) untuk meningkatkan pembiayaan dunia usaha serta mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat.
Sebelumnya, mulai 1 Maret hingga 31 Desember 2021, BI melonggarkan ketentuan uang muka (DP) kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0 persen untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru. Pada periode waktu yang sama, BI juga turut melonggarkan rasio pinjaman atau pembiayaan terhadap nilai atau loan to value/financing to value (LTV/FTV) untuk kredit atau pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen.
Kebijakan ini berlaku untuk semua jenis properti, mulai dari rumah tapak, rumah susun, hingga ruko atau rukan. BI juga mensyaratkan, bank penyalur kredit atau pembiayaan harus memenuhi kriteria rasio kredit bermasalah (NPL) atau rasio pembiayaan bermasalah (NPF) di bawah 5 persen.