Adaptasi Membuat Merek Lokal Bertahan di Masa Pandemi
Sejumlah merek lokal bisa bertahan selama pandemi Covid-19 karena punya niat beradaptasi dalam situasi sulit. Hal ini mesti disadari pelaku usaha saat minat produk lokal mulai tumbuh.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Adaptasi model bisnis dan produk membuat merek lokal bertahan meski dalam situasi pandemi Covid-19. Kemampuan ini perlu disadari dan dimiliki pelaku usaha untuk merebut konsumen saat merek besar sedang turun di pasar dalam negeri.
Topik itu mengemuka dalam diskusi daring bertajuk "Adu Eksistensi Brand Lokal di Tengah Pandemi", Sabtu (20/2/2021) sore. Hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu, CEO M Bloc Market Handoko Hendroyono, Founder & Executive Chairperson Javara Helianti Hilman, Co-Founder & CEO of Burgreens and Green Butcher Helga Angelina, dan Kepala Desk Ekonomi Harian Kompas Dewi Indriastuti.
Kendati berlangsung dalam diskusi daring, para pembicara hadir bersama di M Bloc Space Jakarta. Diskusi hasil kerjasama Harian Kompas dan M Bloc Market, ini dipandu oleh Brand Communication Manager Harian Kompas Tarrence Palar.
Handoko menyampaikan, adaptasi pada model bisnis serta inovasi produk adalah dua aspek yang membuat merek lokal tetap berdaya saing. Sejumlah pelaku usaha mencoba hal baru yang relevan dengan situasi sekarang dan mereka terbukti bisa bertahan.
"Dari yang saya lihat, pelaku usaha yang berusaha beradaptasi, justru makin banyak inovasi yang muncul. Intinya, mereka yang melakukan sesuatu adalah (pihak) yang bisa bertahan. Banyak yang tidak berbuat sesuatu, akhirnya hanya terpaku pada kebijakan pemecatan, downsizing, dan semacamnya," ujar Handoko.
Upaya adaptasi itu salah satunya dilakukan oleh Burgreens, bisnis produk makanan vegetarian asal tanah air. Co-Founder & CEO Burgreens Helga Angelina mengatakan, angka penjualan usahanya sempat turun hingga 80 persen saat awal-awal pandemi. Kondisi itu membuatnya terpaksa beradaptasi dengan sejumlah model bisnis baru.
Helga berdamai dengan strategi diskon produk selama pandemi. "Dulu saya selalu takut kalau kasih diskon, citra mereknya terkesan berkualitas rendah. Tapi setahun ini saya belajar kalau dengan hitungan diskon yang pas, kita bisa meningkatkan volume penjualan. Hal ini juga memberi kesempatan buat pelanggan baru jadi berminat untuk beli," ujarnya.
Pelaku usaha yang berusaha beradaptasi, justru makin banyak inovasi yang muncul. Intinya, mereka yang melakukan sesuatu adalah (pihak) yang bisa bertahan.
Saat tiga bulan pertama pandemi, Helga juga berinisiatif menjual produk daging olahan dari tumbuhan (nabati) untuk dijual langsung ke konsumen. Siasat ini dilakukan sebagai langkah "kepepet" saat penjualan sedang turun drastis.
Dari langkah darurat itu, Helga justru menemukan peluang bagus lewat penjualan produk daging nabati itu. "Akhirnya kami berpikir kanal distribusi produk daging nabati ke restoran lain," ucap dia. Bisnis tersebut belakangan menjadi produk baru yang dia namai Green Butcher.
Sebelumnya, pada awal Februari lalu, hasil survei Firma riset konsumen YouGov Indonesia bersama Perusahaan jasa keuangan, Visa, menemukan tren minat konsumen pada produk lokal. Survei yang dijalankan yang dijalankan selama 19-23 November 2020, ini menunjukkan bahwa muncul tren peminatan konsumen kepada produk lokal selama pandemi ini.
Survei melibatkan 2.146 responden berusia 18 tahun ke atas di Indonesia. Hasilnya, responden punya kecenderungan membeli produk lokal dengan pertimbangan harga serta manfaat yang didapat. Selain itu, konsumen punya kecenderungan membeli secara daring.
Handoko pun menilai perlunya kolaborasi sesama pelaku usaha untuk bertahan di masa pandemi. M Bloc Space yang mendukung industri kreatif, ini sebagai contoh, akhirnya membuat M Bloc Market yakni gerai grosir dengan produk lokal terkurasi.
"Perum Peruri (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia) memberikan dua gudang bekas percetakan uang untuk gerai penjualan produk lokal. Ini sebenarnya selangkah lebih maju setelah banyak merek lokal ada di pakaian dan kopi. Nah, sekarang ada grocery store yang seluruhnya menjual merek lokal terkurasi," jelas Handoko.
Menurut dia, peran gerai grosir semacam ini dapat mendukung produk lokal untuk masuk ke ranah penjualan ritel. Selama ini, produk UMKM yang bagus masih sulit masuk ke supermarket secara luas. Keberadaan gerai ini semacam memberi kesempatan untuk produk lokal.