Pasca-Brexit, Indonesia Siap Dongkrak Ekspor ke Inggris
Masyarakat Inggris tertarik dengan produk teh, kopi, dan kakao yang berorientasi pada kelestarian alam dan ekonomi hijau serta memiliki tutur cerita di baliknya. Indonesia berpeluang memanfaatkan fasilitas GSP Inggris.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasca-Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa, Indonesia hendak mendongkrak ekspor teh, kakao, dan kopi ke Inggris. Untuk merealisasikannya, Indonesia mesti mengatasi tantangan daya saing dengan negara kompetitor yang berupa sertifikasi berorientasi kelestarian lingkungan, kesinambungan kuantitas ekspor, dan variasi rasa yang ditawarkan.
Direktur Pengembangan Produk Ekspor Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Olvy Andrianita mengatakan, Indonesia berpeluang menguatkan ekspor kopi, teh, dan kakao ke Inggris pasca-Brexit.
”Kami menargetkan ekspor kopi, teh, dan kakao tak lagi berupa barang mentah, tetapi produk olahan sesuai dengan arah transformasi,” katanya dalam pertemuan bisnis virtual di Jakarta, Kamis (18/2/2021) sore.
Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris merangkap Irlandia dan Organisasi Maritim Internasional (IMO) Desra Percaya menyatakan, masyarakat Inggris tertarik dengan produk teh, kopi, dan kakao yang berorientasi pada kelestarian alam dan ekonomi hijau serta memiliki tutur cerita di baliknya. Indonesia juga tengah fokus pada pemberlakuan kebijakan uji tuntas (due diligence) oleh Pemerintah Inggris terhadap komoditas pertanian yang diimpor.
”Peninjauan produk komoditas ini penting untuk memastikan dampaknya pada komoditas unggulan Indonesia,” katanya.
Masyarakat Inggris tertarik dengan produk teh, kopi, dan kakao yang berorientasi pada kelestarian alam dan ekonomi hijau serta memiliki tutur cerita di baliknya.
Selain pemberlakuan kebijakan due diligence, ekspor sejumlah komoditas andalan Indonesia ke Inggris juga penuh tantangan. Oleh karena itu, Indonesia perlu menyiapkan produk-produk potensial yang memenuhi persyaratan Inggris.
Atase Perdagangan London Rizalu Akbar mengemukakan, daya saing produk teh, kopi, dan kakao Indonesia perlu ditingkatkan lagi agar mampu bersaing dengan produk-produk lain di pasar Inggris. Salah satunya adalah dengan mengurangi penggunaan pestisida dalam penanaman produk teh, kopi, dan kakao di Indonesia.
Indonesia juga dapat menguatkan ekspor produk kopi, teh, dan kakao dengan memenuhi sejumlah standar dan persyaratan yang berlaku di pasar Inggris. Contohnya, standar keamanan pangan, pencantuman pelabelan yang mesti memerinci informasi kandungan, hingga pemenuhan prinsip keberlanjutan.
”Dalam relasi antarbisnis, pelaku usaha di Indonesia mesti membangun kepercayaan dengan importir di Inggris serta menjaga kontinuitas kuantitasnya,” katanya.
Key Expert Trade Facilitation Arise Plus, James Lenaghan, menyebutkan, Indonesia mesti mengikuti standar ketertelusuran produk. Hal ini penting untuk memenuhi aturan asal barang (rules of origin) yang berlaku di Inggris.
Kementerian Perdagangan mencatat, nilai ekspor kopi ke Inggris mencapai 25,86 juta dollar Amerika Serikat (AS) pada 2020. Pangsa pasar kopi Indonesia menempati ranking ke-11. Adapun lima besar negara yang menguasai pasar kopi di Inggris ialah Perancis (14,9 persen), Jerman (12,8 persen), Brasil (11,2 persen), Vietnam (10,9 persen), dan Italia (6 persen).
Pada tahun yang sama, ekspor kakao ke Inggris senilai 10,7 juta dollar AS. Indonesia menjadi pemasok kakao terbesar keenam setelah Pantai Gading (38,5 persen), Belanda (24,4 persen), Perancis (21,1 persen), Jerman (6,2 persen), dan Ghana (4,4 persen).
Demkian pula komoditas teh. Indonesia duduk di peringkat ke-20 sebagai pemasok di Inggris. Negara-negara pemasok terbesar lainnya terdiri adalah Kenya (42,4 persen), India (14 persen), Malawi (6,9 persen), Polandia (6,4 persen), dan Sri Lanka (4 persen). Nilai ekspor teh ke Inggris sepanjang 2020 sebesar 1,88 juta dollar AS.
Founder Sila Tea atau PT Sila Agri Inovasi Iriana Ekasari optimistis Indonesia dapat menguatkan ekspor teh ke Inggris dengan menawarkan variasi rasa yang berbeda. ”Indonesia dapat memadukan teh dengan rempah, bunga, dan buah yang turut tumbuh di Tanah Air,” ujarnya.
Sepanjang 2020, nilai ekspor Indonesia ke Inggris mencapai 1,3 miliar dollar AS, sedangkan impornya 942,5 juta dollar AS. Indonesia masih surplus neraca perdagangan sebesar 340,6 juta dollar AS terhadap Inggris.
Perjanjian dagang
Indonesia dinilai perlu memiliki perjanjian dagang dengan Inggris. Menurut Rizalu, hingga saat ini, Indonesia dan Inggris belum memiliki perjanjian dagang bebas (FTA). Di sisi lain, Vietnam, negara kompetitor produk kopi, telah memiliki FTA dengan Inggris Raya atau United Kingdom. Keberadaan FTA turut menjadi faktor daya saing.
Indonesia berpeluang memanfaatkan fasilitas tarif preferensial umum (GSP) dari Inggris yang sudah berlaku. Fasilitas ini juga diberikan pada Kamboja, Filipina, India, dan Sri Lanka.
Desra menambahkan, Indonesia dan Inggris tengah berada dalam proses peninjauan kerja sama perdagangan (joint trade review). Proses ini membahas peluang dan hambatan perdagangan maupun investasi antarkedua negara.
Adapun Lenaghan berpendapat, Indonesia berpeluang memanfaatkan fasilitas tarif preferensial umum (GSP) dari Inggris yang sudah berlaku. Fasilitas ini juga diberikan pada Kamboja, Filipina, India, dan Sri Lanka.