Daya Tahan, Daya Saing, dan Kontribusi Perbankan Dipacu
Perbankan dituntut semakin dinamis dan inovatif dalam menghadapi tantangan zaman.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan menyiapkan ekosistem untuk memacu penguatan struktur dan keunggulan kompetitif perbankan nasional dalam enam tahun mendatang. Penguatan permodalan menjadi kunci utama untuk membuat seluruh bank nasional menjadi lembaga keuangan yang berdaya tahan.
Hal tersebut tertuang dalam rumusan Peta Jalan Pengembangan Perbankan Indonesia 2020-2025 atau RP21. Rumusan tersebut selaras dengan dinamika perekonomian nasional yang dalam lima tahun mendatang menuntut perbankan untuk semakin dinamis dan inovatif dalam mengahadapi tantangan zaman.
Dalam peluncuran RP21 secara virtual, Kamis (18/2/2021), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan,arah pengembangan tersebut ditujukan untuk memperkuat perbankan nasional sehingga memiliki daya tahan, daya saing, dan kontribusi yang lebih optimal terhadap perekonomian nasional.
”Roadmap ini dirumuskan mengingat tantangan yang dihadapi industri perbankan ke depan semakin bervariasi. Tantangan tersebut terutama muncul dari pandemi Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang mengikutinya,” papar Heru.
Roadmap ini dirumuskan mengingat tantangan yang dihadapi industri perbankan ke depan semakin bervariasi. Tantangan tersebut, terutama muncul dari adanya pandemi Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang mengikutinya,(Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana)
Dalam peta jalan yang disusun OJK, ada empat arah pengembangan perbankan untuk membuat industri ini semakin berdaya tahan di tengah ancaman krisis. Keempat pilar itu terdiri dari peningkatan permodalan perbankan, akselerasi transformasi digital, penguatan peran perbankan dalam perekonomian nasional, serta penguatan pengawasan dan perizinan.
Menurut Heru, tanpa modal yang kuat, bank tidak bisa mengikuti perkembangan yang masif, apalagi di tengah pandemi. Untuk mendorong peningkatan modal perbankan, dalam enam tahun mendatang OJK akan mengakselerasi konsolidasi perbankan.
”Konsolidasi perbankan sudah jadi keharusan dalam menghadapi tantangan ke depan. Jika dulu OJK hanya melakukan imbauan kepada bank untuk melakukan konsolidasi, saat ini sudah ada aturan yang memaksa, yakni modal inti minimum harus sudah Rp 3 triliun pada akhir 2022,” tambahnya.
OJK juga akan memperkuat tata kelola dan efisiensi perbankan lewat implementasi perbankan digital. Selanjutnya, bank akan didorong berinovasi dalam produk-produknya untuk menghadapi tantangan. Tanpa inovasi terkait produk digital, perbankan tidak bisa menghadapi keinginan pemangku kepentingan dan nasabah.
”Dalam pilar kedua, OJK akan mendorong bank memperkuat tata kelola dan manajemen risiko teknologi informasi. Kami akan terbitkan tata kelola teknologi untuk menghindari risiko yang tidak bisa diselesaikan perbankan. Risiko kejahatan siber sudah harus jadi perhatian bankir,” kata Heru.
OJK akan menyusun regulasi untuk mendorong peran perbankan dalam pembiayaan ekonomi, mendorong perbankan syariah menjadi katalis bagi ekonomi syariah, serta meningkatkan akses dan edukasi keuangan,
”Regulasi juga akan dibuat mendorong partisipasi dalam pembiayaan berkelanjutan dan mendorong pendalaman pasar keuangan melalui aktivitas bisnis,” ujarnya.
Terkait peningkatan pengawasan, OJK akan memperketat pengaturan dengan menggunakan pendekatan berbasis prinsipal, meningkatkan pengawasan dengan pemanfaatan teknologi yang optimal, serta memperkuat pengawasan konsolidasi kelompok usaha bank.
Regulasi juga akan dibuat mendorong partisipasi dalam pembiayaan berkelanjutan dan mendorong pendalaman pasar keuangan melalui aktivitas bisnis.
Daya saing
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Teguh Supangkat menyatakan, sejumlah tantangan perbankan nasional tengah dihadapi pada periode pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19, salah satunya penguatan struktur dan daya saing perbankan.
Menurut Teguh, saat ini struktur perbankan nasional didominasi skala usaha dan efisiensi yang masih rendah. Disparitas skala usaha dan daya saing antarbank juga masih tinggi. Heru menilai, tantangan ini perlu dilihat dan menjadi perhatian khusus.
”Peran perbankan nasional dalam perekonomian juga menjadi tantangan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan. Pasar keuangan yang ada saat ini juga masih dangkal,” ujarnya.
OJK juga menyoroti pembiayaan keberlanjutan dan kinerja perbankan syariah yang belum optimal. Selain itu, inklusi keuangan masih rendah. Padahal, di sisi lain, ekspektasi masyarakat terhadap perbankan dan harapan pemerintah pada industri ini juga menjadi tantangan perbankan nasional.
”Di masa tersulit saat ini, pemerintah menaruh harapan besar kepada perbankan untuk menjadi katalis pendorong pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.
Ekspektasi
Dihubungi terpisah, ekonom senior Institute Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani menyampaikan, perkembangan zaman menuntut industri perbankan untuk bertransformasi model bisnis.
Perkembangan teknologi yang pesat membuat ekspektasi masyarakat terhadap layanan perbankan semakin besar dan kuat. Pandemi Covid-19 membuat masyarakat semakin berekspektasi agar transformasi layanan terjadi semakin cepat. Kondisi ini menuntut transformasi model bisnis perbankan, antara lain, melalui akselerasi layanan digital.
Perkembangan zaman menuntut industri perbankan untuk bertransformasi model bisnis.
”Ada beberapa hal yang perlu diperkuat oleh bank, baik jangka pendek dengan konsolidasi bisnis dan kelembagaan serta jangka panjang terkait dengan transformasi struktural dengan memperbesar skala usaha dan penguatan daya saing,” ujarnya.