Peralihan sebagian tenaga kerja dari kota ke desa dinilai semakin membebani sektor pertanian. Adopsi teknologi di sisi produksi, panen, dan pascapanen mutlak guna menggenjot produktivitas sektor ini.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Petani menarik terpal berisi padi yang dipanen lebih awal di Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang, Jawa Barat, Selasa (9/2/2021). Selain curah hujan yang tinggi, luapan Sungai Citarum dan Sungai Cibeet yang merendam areal persawahan sejak Minggu, 7 Februari, itu mengakibatkan tanaman padi siap panen sebagian besar rusak dan terancam gagal panen.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 telah menggiring sebagian tenaga kerja kembali dari kota ke desa. Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian meningkat signifikan. Padahal, tanpa perpindahan dan tambahan itu, sektor pertanian sebenarnya masih berkutat dengan problem rendahnya produktivitas.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian meningkat dari 36,71 juta orang pada Agustus 2019 menjadi 41,13 juta orang pada Agustus 2020. Sumbangannya dalam struktur ketenagakerjaan pun meningkat dari 27,53 persen menjadi 29,76 persen selama kurun tersebut.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, peralihan tenaga kerja itu berpotensi meningkatkan beban dan menekan produktivitas sektor pertanian. ”Pertanian menanggung (29,76 persen) tenaga kerja yang tinggi, sedangkan kontribusinya dalam produk domestik bruto 13,7 persen,” katanya dalam diskusi daring yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rabu (17/2/2021).
Sumbangan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dalam produk domestik bruto (PDB) sebenarnya meningkat di tengah pandemi Covid-19. BPS mencatat, sektor ini berkontribusi 13,7 persen dalam perekonomian nasional tahun 2020, naik dibandingkan dengan tahun 2019 yang tercatat 12,7 persen. Selain itu, ketika sebagian besar sektor terkontraksi dan perekonomian Indonesia minus 2,07 persen, pertanian tumbuh positif 1,75 persen tahun lalu.
Menurut Suhariyanto, Indonesia menghadapi tantangan untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Dari sisi sumber daya manusia, misalnya, sebanyak 65,23 persen atau 24,93 juta tenaga kerja pertanian berpendidikan sekolah dasar ke bawah pada Agustus 2020. Selain itu, 53,56 persen tenaga kerja pertanian berusia 45 tahun atau lebih.
Di sisi lain, data kemiskinan BPS menunjukkan, sebanyak 46,3 persen rumah tangga miskin pada September 2020 bekerja di sektor pertanian. Angka ini sejalan dengan porsi kemiskinan perdesaan yang naik dari 12,6 persen pada September 2019 menjadi 13,2 persen pada September 2020.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin berpendapat, naiknya jumlah tenaga kerja menimbulkan beban baru bagi sektor pertanian. ”Beban baru itu karena sebagian tenaga kerja yang selama ini ditanggung sektor perkotaan kini beralih ke perdesaan. Betul sektor pertanian menjadi bantalan (cushion), tetapi kalau diinjak terlalu dalam, (sektor) ini bisa kempes,” ujarnya.
Menurut Bustanul, sejak tahun 2011, produktivitas faktor total (total factor productivity/TFP) sektor pertanian cenderung lebih rendah dibandingkan TFP ekonomi secara keseluruhan, bahkan negatif antara lain karena ada masalah dalam adopsi teknologi dan inovasi. TFP merupakan rasio keluaran (output) total terhadap input total.
Kompas/Mukhamad Kurniawan
Alat mesin pertanian dipamerkan di ruang pamer Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian di Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (1/3/2018).
”Sektor pertanian mau tidak mau harus mengoptimalkan pemanfaatan teknologi untuk memacu produktivitas. Pertanian membutuhkan kapital yang mampu mendorong perubahan teknologi untuk meningkatkan produktivitas sekaligus kesejahteraan petani,” kata Bustanul.
Kesejahteraan
Rektor IPB University Arif Satria menambahkan, pemanfaatan teknologi dan inovasi urgen untuk mengefisienkan ongkos produksi dan mendongkrak daya saing produk pertanian Indonesia. Upaya meningkatkan produktivitas juga mesti ditopang penyediaan benih bermutu, dukungan pasokan air, modernisasi alat pertanian, dan penguatan kelembagaan.
Arif menyebutkan, perguruan tinggi yang dipimpinnya telah menghasilkan sejumlah inovasi teknologi yang dapat dimanfaatkan petani. Sejumlah inovasi itu, misalnya, sistem deteksi ketahanan padi, pemupukan presisi, hingga teknik budidaya untuk mendongkrak produksi bawang putih.
Menurut Suhariyanto, desain kebijakan harga perlu berorientasi pada kesejahteraan petani, khususnya melindungi mereka dari kerugian saat panen berlimpah. Pengendalian inflasi juga mesti semata memperhatikan kepentingan petani. ”Tanpa mengangkat kesejahteraan petani, sektor pertanian tidak akan menarik bagi tenaga kerja (kompeten) sehingga menggerus ketahanan pangan nasional,” katanya.
Menurut Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) sekaligus Wakil Menteri Perdagangan periode 2011-2014 Bayu Krisnamurthi, perpindahan sejumlah kelompok masyarakat dari kota ke desa berpotensi memunculkan motif keterpaksaan dan tenaga kerja yang kurang terampil di sektor pertanian. ”Peralihan tenaga kerja dari kota ke desa juga bisa menjadi beban lantaran terbatasnya lahan pertanian,” ujarnya saat dihubungi, Rabu.
Kompas/Hendra A Setyawan
Rizal Ansori (39), peternak ayam petelur, memanen telur di kandang miliknya di Pengasinan, Bogor, Jawa Barat, Jumat (16/10/2020).
Akan tetapi, menurut Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad, peralihan ke pertanian bisa jadi bersifat sementara. Ketika sektor lain pulih, sebagian pekerja akan kembali meninggalkan sektor pertanian.
Daya saing
Sebelumnya, laporan Global Trade Update yang dipublikasikan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) menyatakan, Indonesia memiliki potensi dalam perdagangan produk pertanian dan pangan di pasar global. Sayangnya, daya saing produk tersebut tergolong stagnan.
Bayu berpendapat, daya saing produk di kancah internasional tidak hanya menyoal ketenagakerjaan. Ada pula faktor biaya infrastruktur, ongkos logistik, skala usaha, akses permodalan, inovasi, serta penelitian dan pengembangan.
Sejumlah perguruan tinggi telah menghasilkan inovasi, penelitian, dan pengembangan di sektor pertanian. ”Guna meningkatkan penetrasinya, hasil-hasil inovasi ini perlu ditindaklanjuti dengan investasi,” kata Bayu.
Dalam laporan ”Prospek Ekonomi Indonesia” (Desember 2020), Bank Dunia menyebutkan, harga pangan di Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan. Selain biaya produksi, tingginya harga turut didorong oleh faktor-faktor di luar pertanian, seperti biaya pemrosesan, distribusi, dan pemasaran.