Selama periode Januari-Desember 2020, sebanyak 3 dari 10 pengguna Kaspersky di Indonesia hampir terinfeksi ancaman yang ditularkan lewat web. Lebih dari 4,34 juta upaya serangan menargetkan pengguna bisnis di Indonesia.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Semakin banyaknya usaha kecil dan menengah yang memanfaatkan ekosistem digital sebagai sarana mengembangkan usaha, semakin tinggi pula kemungkinan terjadi serangan siber. Untuk itu, diperlukan pemahaman dalam penggunaan teknologi secara benar, selain memanfaatkan solusi berupa perlindungan teknologi.
Laporan Kaspersky Security Network (KSN) menyebutkan, selama periode Januari-Desember2020, sebanyak 3 dari 10 atau sekitar 30 persen dari pengguna Kaspersky di Indonesia hampir terinfeksi oleh ancaman yang ditularkan melalui web. Kemudian, produk Kaspersky mendeteksi 34.516.232 malware atau perangkat lunak berbahaya yang ditransmisikan melalui internet pada komputer partisipan KSN di Indonesia.
Selain itu, KSN mencatat lebih dari 4,34 juta upaya serangan menargetkan pengguna bisnis di Indonesia. Jumlah itu lebih tinggi sekitar 51 persen jika dibandingkan dengan serangan yang terjadi tahun 2019, yakni 2,87 juta insiden.
Territory Manager untuk Indonesia di Kaspersky, Dony Koesmandarin, dalam paparan bersama media, Rabu (17/2/2021), mengatakan, angka 30 persen dari pengguna Kaspersky hampir terinfeksi perangkat lunak berbahaya merupakan angka yang cukup tinggi. Namun, hal itu memang pasti akan terjadi karena sekitar 11 juta UKM saat ini sudah terhubung dengan ekosistem digital.
Jika sebelumnya perangkat lunak berbahaya bersifat merusak, kini lebih beroperasi secara tersembunyi untuk melihat hal-hal lain, terutama data. ”Kita perlu waspada. Kemudian lindungi data Anda karena data itu penting. Salah satu caranya adalah dengan back-up data,” kata Dony.
Dony mengatakan, di era saat ini, sebagian besar kegiatan manusia sudah terkait dengan ekosistem digital. Maka, sudah menjadi keharusan agar setiap orang memahami teknologi informasi, setidaknya yang terkait dengan kegiatannya sehari-hari. Sebagai contoh, di kawasan Asia Tenggara, 6 dari 10 orang berbelanja barang sudah secara daring.
Menurut Dony, tidak ada angka atau biaya yang pasti untuk membeli teknologi berupa perlindungan dari serangan siber. Hal itu sangat bergantung dari rencana dan konsep perlindungan yang diinginkan. Namun, kajian Kaspersky menunjukkan, di Asia Tenggara diperlukan dana sekitar Rp 1 miliar sebagai biaya pemulihan jika terjadi serangan siber pada sebuah akun berisi data.
Bagi pelaku usaha, terutama UKM, Dony menyarankan agar memahami teknologi yang digunakan. Bagi UKM yang sudah memiliki karyawan, setiap karyawan harus diberi pemahaman agar selalu berhati-hati dalam ekosistem digital.
”Yang penting adalah berikan pemahaman kepada karyawan Anda. Itu yang pertama dan paling penting. Karena, kalau bicara cyber crime, cukup satu orang yang ceroboh, maka penyalahgunaan bisa terjadi,” ujar Dony.
Menurut General Manager Kaspersky untuk Asia Tenggara Yeo Siang Tiong, kebutuhan biaya untuk perlindungan data tergantung dari kebutuhan. Selain itu, hal itu juga terkait dengan ekosistem digital yang terhubung dengan suatu akun.
Tilang elektronik
Sementara itu, dalam forum Rapat Pimpinan Polri, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, penggunaan teknologi informasi akan terus ditingkatkan dalam pelayanan Polri. Dalam waktu 100 hari ini, ditargetkan terdapat 10 kepolisian daerah (polda) yang dapat menerapkan sistem tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE).
”Saya harapkan dalam 100 hari ini minimal ada 10 polda yang bisa melakukan pelayanan tilang secara elektronik. Ini sebagai komitmen kami bahwa di dalam pelayanan publik dan dalam pelaksanaan penegakan hukum ke depan, kita menghindari terjadinya interaksi,” kata Listyo.