Penyelenggaraan Acara Hibrida, Normal Baru bagi Industri MICE
Tren acara hibrida yang menggabungkan pertemuan fisik dan virtual masih akan berlangsung pada 2021, bahkan diprediksi masih berlangsung setelah pandemi. Konsep hibrida diperkirakan jadi normal baru industri MICE.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggaraan acara hibrida, yaitu perpaduan pertemuan fisik dan virtual, dinilai akan menjadi kondisi normal baru bagi pelaku industri pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE). Inovasi dan dukungan teknologi pun dibutuhkan.
Presiden Direktur Dyandra Promosindo Hendra Noor Saleh mengatakan, inti bisnis industri MICE adalah mengumpulkan orang. Pandemi membuat bisnis terhambat. Dyandra mencatat hanya bisa menyelenggarakan dua acara luring sebelum pandemi pada 2020. Sementara itu, ada 11 acara yang terpaksa ditunda.
Adaptasi pun dilakukan dengan menyelenggarakan acara dan pameran hibrida. Ada 32 acara hibrida yang rencananya diselenggarakan Dyandra pada 2021.
”Saya rasa kondisi tidak akan kembali seperti dulu. Kami pun merancang acara yang memenuhi protokol kesehatan dan bisa dilakukan secara hibrida,” kata Hendra pada pertemuan daring, Rabu (17/2/2021). ”Dunia digital sudah jadi satu kesatuan dengan industri MICE. (Konsep) hibrida itu transisi menuju keseimbangan baru,” ujarnya.
Animo publik terhadap acara daring pun cukup tinggi. Sebagai contoh, pada pameran virtual International Franchise, License and Business Concept Expo and Conference (IFRA) 2020, Dyandra mencatat ada lebih dari 5.000 pembeli virtual. Jumlah peserta pameran mencapai hampir 100 merek (brand). Transaksi yang terjadi selama pameran diperkirakan Rp 40 miliar.
Saya rasa kondisi tidak akan kembali seperti dulu. Kami pun merancang acara yang memenuhi protokol kesehatan dan bisa dilakukan secara hibrida
Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Industri Kreatif Ariful Y Hidayat, acara hibrida akan jadi normal baru bagi pelaku industri MICE. Kendati vaksinasi Covid-19 memberi harapan untuk berkegiatan secara normal, tren acara hibrida diperkirakan terus berlanjut.
”Meski sudah ada vaksin, belum semua orang akan divaksinasi. Mungkin masih ada keraguan dari masyarakat (untuk berkerumun). Itu sebabnya, potensi acara hibrida sangat bagus. Masyarakat pun sudah terbiasa mengikuti kegiatan virtual,” ujar Ariful.
Menurut dia, pemulihan industri MICE di Indonesia sangat bergantung pada penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah. Penanganan yang baik membuat pelaku usaha percaya diri untuk mengambil keputusan bisnis. Hal serupa berlaku buat pelaku bisnis luar negeri.
Dosen dan peneliti bidang MICE dari Politeknik Negeri Jakarta, Christina L Rudatin, sependapat. Keyakinan tentang keamanan dan kesehatan dibutuhkan walau vaksin telah tersedia. Institusi pemerintah diharapkan jadi penggerak penyelenggaraan acara MICE.
”Upaya mendatangkan event internasional dari organisasi internasional bisa tetap diupayakan melalui bidding untuk tahun-tahun yang akan datang. Dengan memenangkan berbagai bidding acara tersebut, Indonesia siap menjadi tuan rumah minimal dimulai pada 2022. Sementara itu, tahun 2021 bisa dimulai dari acaraMICE dari pemerintah,” papar Christina.
Pemulihan industri MICE penting karena memengaruhi banyak industri lain, misalnya para pekerja kreatif. Ariful mencatat ada 54.000-90.000 pekerja kreatif yang terdampak. Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pun turut terkena imbas.
Mengutip data Indonesia Event Industry Council (Ivendo) per Juni 2020, ada 96,43 persen acara di 17 provinsi yang ditunda pada awal pandemi, sedangkan 84,2 persen dibatalkan. Potensi kerugian industri MICE karena pandemi adalah Rp 2,69 triliun-Rp 6,94 triliun. Padahal, industri MICE menghasilkan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 7,8 miliar dollar AS pada 2017.
Teknologi
Dukungan teknologi jadi penting untuk acara hibrida. Hendra mengatakan, pihaknya kini memiliki studio khusus untuk menunjang penyelenggaraan acara. Studio itu dilengkapi sejumlah alat, seperti ruangan kedap suara, kamera, mikrofon, mixer, latar belakang aneka warna, dan ruang tata rias. Studio ini digunakan untuk pihak internal dan disewakan pula kepada publik.
”Kami masih dalam pembangunan tahap pertama sejak diresmikan bulan ini. Pada tahap ketiga nanti akan kami lengkapi dengan fasilitas video 4K. Lalu, ada teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) pda tahap ketiga,” papar Direktur Dyandra Promosindo Sri Mulyani.
Menurut Christina, menyelenggarakan acara hibrida memerhatikan kehadiran orang secara daring ataupun luring. Pelaksanaan di venue secara luring harus dipastikan aman, sedangkan pelaksanaan daring harus memerhatikan aspek teknologi dan koneksi internet.
”Kompetensi pelaku industri MICE untuk menangani acara hibrida dan virtual penting pada masa pandemi dan masa depan. Oleh sebab itu, pelatihan dan sertifikasi menjadi perlu sebagai jaminan profesionalisme,” kata Christina.