Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung berperan strategis dalam mempercepat pertumbuhan bauran energi terbarukan di Indonesia. Selain pemasangannya relatif mudah, PLTS terapung juga tak butuh pembebasan lahan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan mengoptimalkan permukaan air waduk di Pulau Jawa untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS terapung. Potensi yang bakal dikembangkan mencapai 1.900 megawatt dan sedang dimasukkan dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik atau RUPTL. PLTS diandalkan untuk mempercepat peran bauran energi terbarukan.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menyatakan, target porsi energi baru dan terbarukan pada bauran energi nasional di tahun 2025 adalah 23 persen. Porsinya sampai akhir 2020 mencapai 11,5 persen atau masih separuh dari target yang tersisa lima tahun ke depan tersebut. Pengembangan energi terbarukan yang dinilai paling cepat dilaksanakan adalah PLTS.
”PLTS menjadi salah satu prioritas dalam RUPTL. Kami akan masukkan semua potensi PLTS terapung dari waduk yang ada di Jawa ke dalam penyusunan RUPTL. Ada 1.900 megawatt (MW) yang kami masukkan dalam RUPTL,” kata Dadan dalam webinar bertajuk ”Central Java Solar Day 2021”, Selasa (16/2/2021).
Selain pengembangan PLTS terapung, imbuh Dadan, pemerintah tengah mendorong penggantian pembangkit listrik tenaga diesel oleh pembangkit yang bersumber dari energi terbarukan, khususnya tenaga surya. Sejauh ini tercatat sekitar 200 MW pembangkit diesel yang akan digantikan dengan PLTS. Lokasi pembangkit diesel tersebut umumnya ada di wilayah pulau-pulau kecil atau terpencil yang belum tersambung dengan jaringan listrik PLN.
Pemerintah juga tengah mendorong penggantian pembangkit listrik tenaga diesel oleh pembangkit yang bersumber dari energi terbarukan, khususnya tenaga surya.
”Di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, kami akan mengembangkan PLTS berskala besar mengingat potensi pancaran sinar matahari di wilayah tersebut adalah yang paling bagus,” ujar Dadan.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, PLTS memiliki kelebihan dalam hal kemudahan pembangunan atau pemasangannya. Dalam beberapa kasus, PLTS bahkan tidak membutuhkan pembebasan lahan yang kerap menjadi momok dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Contoh lokasi pembangunan PLTS yang tak membutuhkan pembebasan lahan adalah PLTS atap dan PLTS terapung.
”Dari beragam sumber energi terbarukan, PLTS adalah yang tumbuh paling cepat. Data International Energy Agency mengungkapkan bahwa sampai 2019 lalu, kapasitas terpasang PLTS di seluruh dunia mencapai 627.000 megawatt atau tumbuh pesat dari 2009 yang hanya 23 megawatt,” kata Fabby.
Dukungan daerah
Guna mendorong percepatan pencapaian target bauran energi terbarukan, kebijakan pemerintah daerah sangat berperan. Salah satunya adalah kewajiban pemasangan PLTS atap di gedung perkantoran yang ada di daerah. Gubernur Jawa Tengah telah menerbitkan surat edaran agar atap perkantoran di lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dipasang PLTS atap.
”Setidaknya 30 persen dari luasan atap gedung instansi pemerintah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bisa dipasang PLTS atap. Sejauh ini, kapasitas terpasang PLTS atap di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah 95 kilowatt peak (kWp),” kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah Sujarwanto Dwiatmoko.
Dalam beberapa kasus, PLTS bahkan tidak membutuhkan pembebasan lahan yang kerap menjadi momok dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Menurut Sujarwanto, potensi pemasangan PLTS atap di Jawa Tengah terbilang tinggi. Persoalannya adalah pemahaman masyarakat dan sosialisasi tata cara pemasangan PLTS atap masih minim. Begitu pula vendor di bidang PLTS atap di Jawa Tengah jumlahnya sangat terbatas.
Hingga 2035, pemerintah menargetkan kapasitas terpasang pembangkit listrik dari energi terbarukan 47.500 MW. Dari target itu, PLTS adalah pemilik porsi terbesar, yaitu mencapai 17.540 MW yang disusul pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 7.815 MW, dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 7.170 MW.
Mengutip data dari Kementerian ESDM, potensi sumber energi terbarukan di Indonesia mencapai 417.800 MW. Potensi terbesar ada di tenaga surya yang mencapai 207.800 MW peak (MWp), lalu tenaga bayu 60.600 MW, bioenergi 32.600 MW, panas bumi 23.900 MW, dan gelombang laut 17.900 MW. Dari semua potensi itu yang termanfaatkan baru 10.400 MW atau sekitar 2,4 persen saja. Sementara porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional masih sekitar 10,9 persen.