Pandemi akan menjadi penentu, negara dan sektor industri yang akan mampu bertahan dan yang tidak.
Oleh
A Prasetyantoko - Rektor Unika Atma Jaya
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 adalah game changer. Peta pertumbuhan, baik global maupun domestik berikut peta sektoralnya, akan mengalami perubahan pasca-pandemi. Peta geografi pertumbuhan juga akan banyak berubah, baik pada level global, regional, maupun domestik. Perlu upaya nyata merancang ulang peta pertumbuhan domestik di tengah perubahan global ini.
Badan Pusat Statistik baru saja mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 terkontraksi 2,07 persen dibandingkan dengan 2019. Tiga triwulan berturutan perekonomian tumbuh negatif; yakni triwulan II tumbuh minus 5,32 persen; triwulan III minus 3,49; dan triwulan IV minus 2,19 persen. Meskipun masih tumbuh negatif, sudah terlihat pembalikan siklus ekonomi.
Kinerja hampir semua sektor ekonomi 2020 lebih buruk dibandingkan dengan 2019, kecuali sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial serta sektor informasi dan komunikasi. Kinerja kedua sektor ini justru naik selama tiga tahun terakhir. Pada 2018, sektor informasi dan komunikasi tumbuh 7,02 persen, pada 2019 tumbuh 9,42 persen, dan pada 2020 tumbuh 10,58 persen. Adapun sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial pada 2018 tumbuh 7,15 persen, pada 2019 tumbuh 8,69 persen, dan pada 2020 tumbuh 11,60 persen. Pandemi justru membuat kedua sektor ini tumbuh dua angka.
Sebaliknya, sektor transportasi dan pergudangan terpuruk tajam. Pada 2020, sektor ini terkontraksi atau minus 15,04 persen, atau turun drastis dari 7,05 persen pada 2018 dan 6,39 persen pada 2019. Sektor lainnya, seperti industri manufaktur, pertambangan, konstruksi, dan perdagangan, juga masih tumbuh antara minus 1 dan minus 3 persen pada 2020.
Secara geografis, kontribusi Jawa dan Sumatera masih sangat dominan atau menguasai 80 persen kegiatan ekonomi nasional. Nyaris tak ada perubahan dalam beberapa tahun terakhir.
Bagaimana pandemi Covid-19 berpotensi mengubah peta pertumbuhan industri dan geografi?
Perubahan peta
Peta perekonomian global sebelum pandemi terbentuk akibat mobilitas sumber daya ekonomi yang intensif. Pandemi telah menghentikan secara total dan tiba-tiba mobilitas tersebut. Sepertinya, pandemi yang berlangsung lama akan mengubah pola mobilitas yang berujung pada perubahan peta (pertumbuhan) global. Pandemi akan membuat peta (pertumbuhan) ekonomi tak akan sama dengan masa sebelumnya.
Pandemi akan membuat peta (pertumbuhan) ekonomi tak akan sama dengan masa sebelumnya
Pergerakan arus barang dan modal telah membentuk mata rantai pasokan global. Edisi spesial The Economist (10/10/2020) mengulas dampak pandemi pada perdagangan global dan mata rantai pasoknya. Pandemi tak akan menghentikan globalisasi, tetapi akan menata ulang.
Negara yang mengandalkan turisme global akan mengalami dampak besar dalam jangka panjang. Sektor ikutannya, seperti restoran, makanan-minuman, transportasi, dan masih banyak lagi, akan mengalami perubahan drastis. Sektor manufaktur yang sangat diuntungkan kemudahan mengakses bahan baku, secara global akan mengubah jalur logistiknya.
Pandemi akan mengubah lanskap industri jasa dan manufaktur global. Pemanfaatan teknologi, seperti cetak tiga dimensi, akan banyak membantu menyediakan komponen yang selama ini diimpor dari banyak negara di penjuru dunia. Industri akan lebih bersifat lokal (dan regional) serta intensif dalam penggunaan teknologi.
Pandemi tak akan menghentikan globalisasi, tetapi akan menata ulang.
Pendeknya, baik pada tingkat negara maupun sektor industri, pandemi akan menjadi penentu, negara dan sektor industri yang akan mampu bertahan dan yang tidak. Dengan demikian, pola pemulihan ekonomi secara umum akan membentuk formasi ”K” (K-shape), ada yang ke atas, ada yang ke bawah.
Peta industri di Indonesia cukup jelas. Dua sektor, yaitu sektor informasi dan komunikasi serta sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, akan terus melesat di masa depan. Sementara sektor transportasi dan pergudangan akan sulit pulih seperti sebelum pandemi. Sifat industrinya sudah tak lagi memungkinkan bertahan.
Melihat fakta ini, perlu langkah antisipasi. Pertama, perlu peta jalan industri domestik pasca-pandemi. Ada banyak sektor yang tidak relevan lagi, tetapi ada beberapa sektor yang semakin relevan. Peta jalan industri pasca-pandemi akan membantu pelaku usaha bertransformasi.
Kedua, kebijakan insentif bagi industri masa depan agar terjadi migrasi secara alamiah dari para pelaku usaha untuk beralih pada industri masa depan. Ketiga, kerangka regulasi yang memfasilitasi pengembangan aneka sektor industri baru. Keempat, membantu menyiapkan ekosistem, seperti ketersediaan tenaga kerja yang memiliki ketrampilan yang diperlukan bagi industri pasca-pandemi serta penyediaan infrastruktur yang memungkinkan industri baru terakselerasi.
Faktor mobilitas sumber daya yang selama ini terjadi dengan sangat lentur, di masa depan akan mengalami perubahan mendasar. Dengan demikian, pendekatan kawasan dan pemetaan lokal diperlukan agar pertumbuhan bisa dioptimalkan.
Faktor mobilitas sumber daya yang selama ini terjadi dengan sangat lentur, di masa depan akan mengalami perubahan mendasar.
Misalnya, perekonomian Bali yang selama ini mengandalkan wisawatan asing harus mengubah orientasi dengan mengoptimalkan wisatawan domestik dan lokal. Tentu saja, wisatawan lokal dan domestik tak akan mampu menggantikan wisatawan asing. Namun, justru muncul peluang mengembangkan pariwisata lokal berbasis komunitas sehingga industri pariwisata tak selalu harus melibatkan investor besar (asing).