Perguruan Tinggi Siapkan SDM untuk Industri Tekfin
Perkembangan teknologi finansial yang cepat disikapi perguruan tinggi dengan menyusun mata kuliah yang mempelajari ilmu dan praktik dalam tekfin beserta perkembangannya.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Demi memenuhi kebutuhan talenta digital, khususnya di bidang teknologi finansial atau tekfin, perguruan tinggi bekerja sama dengan pelaku industri terkait dalam menyusun kurikulum mata kuliah. Bukan hanya dosen, praktisi tekfin yang sudah berpengalaman turut mengajar sehingga ilmu pengetahuan yang dibagikan kian relevan dengan situasi terkini industri tekfin.
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, OVO, dan Bareksa meluncurkan program Fintech Academy. Program ini merupakan mata kuliah yang mempelajari ilmu dan praktik-praktik dalam tekfin beserta perkembangannya. Mata kuliah ini setara dengan tiga kredit semester dan dimulai pada periode akademik Maret-Juli 2021.
Rektor Unika Atma Jaya A Prasetyantoko memaparkan, program ini merupakan wujud semangat kampus merdeka serta upaya meningkatkan relevansi perguruan tinggi terhadap kebutuhan dunia usaha dan industri, khususnya di bidang tekfin. ”Dunia industri begitu cepat bergerak sehingga kita perlu mengejarnya agar bisa membentuk sumber daya manusia yang siap terjun,” katanya saat acara peluncuran Fintech Academy yang diselenggarakan secara dalam jaringan, Selasa (16/2/2021).
Program itu akan menghadirkan praktisi industri tekfin ke kampus dan mendorong dosen untuk praktik di perusahaan. Nantinya program akan dikembangkan untuk memfasilitasi magang mahasiswa di industri tekfin.
Menurut Co-founder dan CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra, program ini dilatarbelakangi tren pergeseran pola keuangan masyarakat. Sebelumnya, masyarakat menggunakan jasa keuangan dengan nilai besar, tetapi volume kecil. Saat ini, volumenya melonjak dengan nilai yang relatif lebih kecil. Pergeseran ini membutuhkan kompetensi memanfaatkan dan mengembangkan tekfin demi melayani masyarakat.
Program yang dibentuk bersifat hibrida. ”Kami mendesain kurikulum yang memberikan pengetahuan, kompetensi, dan pengetahuan mendalam dalam kerangka metode ilmiah,” katanya.
Dunia industri begitu cepat bergerak sehingga kita perlu mengejarnya agar bisa membentuk sumber daya manusia yang siap terjun.
Program ini diharapkan dapat menekan kesenjangan antara perkembangan tekfin di Indonesia dengan ketersediaan talenta digital berkompetensi. Mahasiswa yang memperoleh nilai tertinggi akan diprioritaskan menjadi tenaga kerja di OVO atau Bareksa.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam, berdasarkan data yang dihimpun dari Kearney, memaparkan, teknologi digital berpotensi meningkatkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia hingga 12-18 persen atau setara 366 miliar dollar AS. Potensi ini mesti disambut dengan sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten di sektor ekonomi digital.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, Stevanus Pangestu, memaparkan, mahasiswa akan memperoleh materi mengenai teknologi pendukung tekfin, seperti blockchain, pembelajaran mesin (machine learning), kecerdasan buatan (AI), dan ilmu data (data science). Materi mengenai regulasi tekfin, manajemen risiko, dan model bisnis juga diberikan.
Bukan hanya pengetahuan, peserta juga akan menelaah studi kasus yang riil dan relevan mengenai sistem pembayaran, teknologi asuransi (insurtech), investasi, pinjam-meminjam antarpihak, neo-banking, uang elektronik, hingga standar kode baca cepat Indonesia atau QRIS. Pengajar terdiri dari dosen yang berkompeten di bidang ekonomi, ilmu data, literasi keyangan, manajemen keuangan, dan manajemen strategis serta jajaran direksi atau pimpinan OVO dan Bareksa di bidang produk, penelitian, dan pengembangan.
Peserta mata kuliah tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi tren tekfin dan menghadapinya dengan konsep, wawasan, dan keterampilan analisis serta pemecahan masalah.
Pangestu menyebutkan, mata kuliah ini terbuka bagi seluruh mahasiswa di Indonesia.
Peserta mata kuliah tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi tren tekfin dan menghadapinya dengan konsep, wawasan, dan keterampilan analisis serta pemecahan masalah.
Poltak Hotradero, peneliti di Bursa Efek Indonesia, berpendapat, bisnis tekfin berasaskan kepercayaan. ”Oleh sebab itu, ekosistem tekfin membutuhkan SDM berkompeten di bidang keuangan untuk menjaga kepercayaan masyarakat,” katanya.